Kebebasan berpendapat merupakan salah satu dari hak asasi manusia yang diakui dan dijamin perlindungannya oleh Deklarasi Universal Hak-Hak Manusia (DUHAM) dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945). Negara Indonesia adalah negara pluralisme sehingga kebebasan berpendapat tidak dapat dimaknai secara mutlak. Kebebasan berpendapat yang dimaknai secara mutlak mengakibatkan kebebasan berpendapat yang kebablasan. Penghakiman sepihak merupakan wujud dari kebebasan berpendapat yang kebablasan. Kemudahan teknologi mengalihkan trend menyampaikan pendapat melalui media tulis ke media sosial. Penghakiman sepihak melalui media sosial marak terjadi dan berpotensi menyebabkan pelanggaran HAM, pencemaran nama baik, dan merusak kebinekaan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Jenis data yang digunakan berupa data sekunder. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan penghakiman sepihak melalui media sosial bertentangan dengan HAM. Dalam perkembangannya terdapat hak yang dapat dibatasi pemenuhannya (derogable rights) meliputi hak untuk menyatakan pendapat, hak untuk bergerak, hak untuk berkumpul, dan hak untuk berbicara. Pembatasan dilakukan oleh dan berdasarkan Undang-Undang. Secara tegas Pasal 73 UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah memberikan pembatasan terhadap penggunaan hak guna menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap HAM serta kebebasan dasar orang lain. Penghakiman sepihak merupakan wujud pemaknaan kebinekaan secara negatif yang berpotensi memecah belah bangsa.