This Author published in this journals
All Journal SAWERIGADING
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PROSES MORFOLOGIS DALAM BAHASA DAI David Gustaaf Manuputty
SAWERIGADING Vol 18, No 2 (2012): SAWERIGADING, Edisi Agustus 2012
Publisher : Balai Bahasa Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7079.781 KB) | DOI: 10.26499/sawer.v18i2.344

Abstract

Morpheme in the language of Dai has two types of morphemes, i.e. free morphemes and bound morphemes. Generally, the free morphemes are words having single morphemes and consisting of one syllable, as: wun 'roof, wat 'stone', dan mok 'mug'; consisting of two syllables, as: suon 'wind' kamnak 'redpepper', dan nu?man 'how; and consisting of three or more syllables, as: nepno?or 'right', nyema:nyim 'food', dan nananemoh 'horsefly'. On the contrary, the bound morpheme might have sense when it combines with other word or morpheme. Process of this combination might occur through morphemic process as affixation. Using descriptive method and participative observation technique in order to support collected data through questionnaire technique. Abstrak Morfem dalam bahasa Dai memiliki dua jenis morfem, yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas umumnya berupa morfem tunggal yang dapat berupa kata yang terdiri atas satu suku kata, seperti: wun 'atap', wat 'batu', dan mok 'cangkir'; yang terdiri atas dua suku kata, seperti: suon 'angin' kamnak 'cabai', dan nu?man 'bagaimana; dan yang terdiri atas tiga suku kata atau lebih, seperti: nepno?or 'benar', nyema:nyim 'makanan', dan nananemoh 'langau'. Sebaliknya, morfem terikat baru dapat mengandung makna apabila bergabung dengan kata atau morfem lain. Proses penggabungan ini terjadi melalui proses morfologis yang berupa afiksasi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik observasi partisipatif dan diharapkan diperoleh data tentang penggunaan bahasa Dai pada pertemuan-pertemuan intrakelompok guna mendukung data yang diperoleh melalui teknik angket.
KONDISI DAN PEMARTABATAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI IDENTITAS BANGSA DI ERA GLOBALISASI David Gustaaf Manuputty
SAWERIGADING Vol 16, No 2 (2010): SAWERIGADING, Edisi Agustus 2010
Publisher : Balai Bahasa Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1684.138 KB) | DOI: 10.26499/sawer.v16i2.296

Abstract

The usage of Indonesian language, local (regional) language, and foreign language may influence one another. Local (regional) language slants Indonesian Language in cultural aspect or sensibility proportion, while foreign language slants it in science and technology and economy especially in trading. Those problems describe that the language problem involves the life of society, nation, and state. Therefore, reaffirmation and restability concerning the position and function of Indonesian Language, especially in the life of society, nation, and state in the globalization era. In addition, local (regional) language and foreign language should be considered in accordance with their position and function respectively   Abstrak Penggunaan bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing saling memengaruhi satu terhadap yang lain. Bahasa daerah mewarnai penggunaan bahasa Indonesia dalam aspek budaya atau nilai rasa, sedangkan bahasa asing mewarnai penggunaan bahasa Indonesia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta bidang ekonomi, khususnya perniagaan. Berbagai permasalahan tersebut memberi gambaran bahwa permasalahan kebahasaan menyangkut kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, perlu dilakukan penegasan dan pemantapan kembali kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia, terutama di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di era globalisasi. Selain itu, bahasa daerah dan bahasa asing agar ditempatkan sesuai dengan kedudukan dan fungsinya masing-masing.
PROSES MORFOLOGIS DALAM BAHASA DAI David Gustaaf Manuputty
SAWERIGADING Vol 17, No 2 (2011): SAWERIGADING, Edisi Agustus 2011
Publisher : Balai Bahasa Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7079.823 KB) | DOI: 10.26499/sawer.v17i2.314

Abstract

Morpheme in the language of Dai has two types of morphemes, i.e. free morphemes and bound morphemes. Generally, the free morphemes are words having single morphemes and consisting of one syllable, as: wun 'roof, wat 'stone', dan mok 'mug'; consisting of two syllables, as: suon 'wind' kamnak 'redpepper', dan nu?man 'how; and consisting of three or more syllables, as: nepno?or 'right', nyema:nyim 'food', dan nananemoh 'horsefly'. On the contrary, the bound morpheme might have sense when it combines with other word or morpheme. Process of this combination might occur through morphemic process as affixation. Using descriptive method and participative observation technique in order to support collected data through questionnaire technique. Abstrak Morfem dalam bahasa Dai memiliki dua jenis morfem, yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas umumnya berupa morfem tunggal yang dapat berupa kata yang terdiri atas satu suku kata, seperti: wun 'atap', wat 'batu', dan mok 'cangkir'; yang terdiri atas dua suku kata, seperti: suon 'angin' kamnak 'cabai', dan nu?man 'bagaimana; dan yang terdiri atas tiga suku kata atau lebih, seperti: nepno?or 'benar', nyema:nyim 'makanan', dan nananemoh dangau'. Sebaliknya, morfem terikat baru dapat mengandung makna apabila bergabung dengan kata atau morfem lain. Proses penggabungan ini terjadi melalui proses morfologis yang berupa afiksasi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik observasi partisipatif dan diharapkan diperoleh data tentang penggunaan bahasa Dai pada pertemuan-pertemuan intrakelompok guna mendukung data yang diperoleh melalui teknik angket.
PERANAN PENERJEMAH DI LINGKUP KEHAKIMAN David Gustaaf Manuputty
SAWERIGADING Vol 19, No 1 (2013): SAWERIGADING, Edisi April 2013
Publisher : Balai Bahasa Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (9723.4 KB) | DOI: 10.26499/sawer.v19i1.390

Abstract

There are a lot of deeds and other legal documents of property ownership made in foreign language andin regional language. On the other side, Indonesian Constitution established bahasa Indonesia as the statelanguage is obliged to be functioned as media for documentation. Therefore, translating ancient documentsused as evidence at law-court should be done. Translation is transferring message from one language toanother which should be made without increasing or decreasing its meaning by complying Indonesianprinciples either in law procedures or in bahasa Indonesia. Method used in this writing is descriptivequalitativesupported by collecting data technique in form ofdocumentating legal documents made in foreignlanguage (Dutch) and in Maccasarese language purpossively. The result of observation shows that thetranslator, for assisting authorized party in considering the evidence, does translation and/or transliterationwithout doing any intervension out of his obligation. AbstrakBanyak dokumen dan surat sah lainnya yang menjadi pegangan masyarakat dibuat dalam bahasa asing dandaerah. Di sisi lain, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 36 dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009menentukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara wajib difungsikan sebagai media pendokumentasiannegara. Untuk itu, perlu dilakukan penerjemahan terhadap dokumen-dokumen uzur tersebut bila dijadikanalat bukti di pengadilan. Penerjemahan adalah pemindahan pesan dari suatu bahasa ke dalam bahasa lainyang selayaknya dilakukan tanpa mengurangi atau menambahi makna yang terkandung dalam naskah aslinyatanpa melanggar kaidah bahasa dan pola/laras hukum Indonesia. Metode yang digunakan adalah metodedeskriptif-kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa pendokumentasian terhadap sejumlah akteberbahasa asing (Belanda) dan daerah (Makassar) secara purposif. Hasil pengamatan menunjukkan bahwapenerjemah, demi membantu pihak berwenang mempelajari alat bukti, melakukan alih bahasa dan/atau alihaksara tanpa melakukan intervensi apa pun yang bukan wewenangnya.