This Author published in this journals
All Journal SAWERIGADING
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

MAKNA DENOTATIF DAN KONOTATIF DALAM GELONG PARE TORAJA NFN Sabriah
SAWERIGADING Vol 17, No 3 (2011): Sawerigading, Edisi Desember 2011
Publisher : Balai Bahasa Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (986.029 KB) | DOI: 10.26499/sawer.v17i3.419

Abstract

The tribe of Toraja in South Sulawesi does not have written heritage. Nevertheless, Toraja tribe has oral tradition found in this are based on its version. The oral tradition is told by local traditional elders at the certain time, especially, at the time of harvest. The discussion about gelong pare intends to describe meaning implied, especially denotative and connotative meaning. Method used is descriptive qualitative by using recording technique, library study, and interview. Result of analysis shows that there are denotative and connotative meanings in gelong pare such as saqpuq, tagari, sumaniu, and puluq-puluq pare having synonym meaning. The words imply denotative meanings that refer to a fragrance plant. Whilst, its connotative meaning is the offering or thankfulness in regarding the harvest. Abstrak Suku Toraja di Sulawesi Selatan tidak mempunyai peninggalan tertulis. Meskipun demikian, suku Toraja mempunyai hasil sastra lisan yang ditemukan di daerah ini menurut versinya masing-masing. Hasil sastra lisan tersebut diceritakan oleh tetua adat setempat pada waktu tertentu, misalnya pada saat melaksanakan upacara panen. Pengkajian tentang gelong pare bertujuan mendeskripsikan makna yang terkandung didalamnya khususnya makna denotatif dan makna konotatif. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik perekaman, studi pustaka, dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat makna denotatif dan konotatif dalam gelong pare seperti kata saqpuq, tagari, sumaniu, dan puluq-puluq pare mempunyai makna yang bersinonim. Kata-kata tersebut mengandung makna denotatif yaitu sejenis tumbuh-tumbuhan yang berbau harum. Sedangkan makna konotasinya adalah persembahan atau ucapan syukur dalam rangka pesta panen.
POTENSI PAPPASENG TO RIOLO SEBAGAI PEMBENTUK KEPRIBADIAN MASYARAKAT BUGIS NFN Sabriah
SAWERIGADING Vol 18, No 3 (2012): SAWERIGADING, Edisi Desember 2012
Publisher : Balai Bahasa Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7659.48 KB) | DOI: 10.26499/sawer.v18i3.406

Abstract

Pappaseng to riolo is one form of literary work told orally and delivered from one generation to the next, however, after Buginese society society familiar with writing, pappaseng is then written on palm leaves. Along with progress of Buginese civilization, pappaseng now is written down on paper. It is done as an effort to pass it for young generation. The paper aims to describe the potentialpappaseng to riolo as forming the personality or character of Buginese society, using descriptive method and technique of recording, taking note, and interpretation. Character pattern implied in pappaseng to riolo is lucky, work hard, responsibility, and obedience aspect Abstrak Pappaseng to riolo merupakan salah satu bentuk sastra yang dituturkan secara lisan dan turun temurun dari generasi ke generasi, namun, setelah masyarakat Bugis mengenal tulisan,pappaseng itu pun ditulis pada daun lontar. Seiring dengan kemajuan peradaban masyarakat Bugis, kini pappaseng itu ditulis di atas kertas (dibukukan). Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mewariskannya kepada generasi muda. Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan potensi pappaseng to riolo sebagai pembentuk kepribadian atau pembentuk karakter masyarakat Bugis, dengan menggunakan metode deskriptif serta teknik rekaman, mencatat, dan interpretasi. Bentuk-bentuk kepribadian atau watak yang terkandung dalam pappaseng to riolo tersebut di antaranya, unsur kemujuran, kerja keras, tanggung jawab, dan ketaatan.
ANALISIS TOKOH DALAM NOVEL PARA PRIYAYI KARYA UMAR KAYAM NFN Sabriah
SAWERIGADING Vol 19, No 1 (2013): SAWERIGADING, Edisi April 2013
Publisher : Balai Bahasa Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1348.033 KB) | DOI: 10.26499/sawer.v19i1.420

Abstract

The novel Para Priyayi by Umar Kayam is a novel that shows the differences in social status. This differenceis caused by the level of status in the society, particularly the Javanese community. This novel is analyzedonly a small fraction, namely the dominant figure in this story. Another figure who has not been touchedupon, although its presence is to support the integrity of the story. Using structural descriptive methodsupported by primary and secondary data collection technique. The purpose of this study is to describethe role of the main and other characters in developing this story; and it is expected to increase theappreciation of literature and to be used for comparison in subsequent literature research. In addition, itis also expected to increase the interest in reading for literature lovers. AbstrakNovel Para Priyayi karya Umar Kayam merupakan novel yang memperlihatkan perbedaan status sosial.Perbedaan ini disebabkan oleh adanya tingkatan status dalam masyarakat, khususnya masyarakat Jawa.Novel ini dianalisis hanya sebagian kecil saja, yaitu bagian tokoh yang dominan dalam cerita ini. Tokohyang lain belum disinggung walaupun kehadirannya sangat menunjang keutuhan cerita. Di dalam tulisanini digunakan metode deskriptif struktural, dengan menggunakan teknik pengumpulan data primer dansekunder. Tujuan penelitian ini mendeskripsikan peran tokoh utama dan tokoh lainnya yang membanguncerita serta diharapkan dapat meningkatkan daya apresiasi terhadap karya sastra dan dijadikan sebagaibandingan dalam melakukan penelitian sastra berikutnya. Selain itu, diharapkan pula dapat meningkatkanminat baca para pencinta karya sastra.