Sartono Sahlan
Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

The Other Laws di Era Otonomi Daerah (Studi Antropologi Hukum) Sahlan, Sartono
Pandecta Vol 5, No 2 (2010)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kondisi hukum di era otonomi daerah masih memberi ruang bagi the Other laws untuk hidup dan bahkan lebih dinamis, entah itu disebut sebagai folk law, customary law, local law, adat law maupun istilah lainnya. State law sebagai doktrin (ajaran) hukum yang berbeda dengan folk law sebagai fakta sosial yang tumbuh dari bawah dan terdapat di mana-mana. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelemahan state law serta potensi the other laws yang selama ini diterapkan oleh berbagai masyarakat. Sejalan dengan itu, akan dipaparkan beberapa pendekatan antropologi hukum yang pada dasarnya mengkaji hukum sebagai sebuah kenyataan yang diterapkan oleh masyarakat (law in action), termasuk prospeknya dalam “memotret” gejala hukum di era reformasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa norma-norma state law disahkan oleh teks resmi (oleh negara) berbeda dengan norma-norma folk law yang disahkan melalui ketaatan akan seperangkat kebiasaan. Norma-norma state law disatukan melalui asal mula logikal dari suatu norma dasar yang berbeda dengan norma-norma folk law yang disatukan oleh ketaatan di dalam suatu masyarakat. State law sebagai proses dari pengadilan negara berbeda dengan folk law sebagai proses penyelesaian sengketa di luar lingkup negara. Lalu dari proses sejarahnya pun kedua sistem hukum tersebut dapat dipisahkan, yakni yang state law lazimnya berasal dari pengambilan (sebagian atau seluruhnya) dari sistem hukum kolonial dan selanjutnya mungkin dikembangkanThe law conditions in the era of regional autonomy still allow room for the other laws to live and even more dynamic, whether it referred to as folk law, customary law, local law, or any other term. State law as doctrine (teachings) that the law is different from folk law as a social fact that grow from below and are everywhere. This study aims to analyze the weakness of state law as well as the potential of the other laws that have been adopted by various people. Accordingly, it will be presented some legal anthropological approach which basically examines law as a reality imposed by society (law in action), including its prospects in the ”picture” of law in an era of reform symptoms. The results of this study indicate that the norms of state law passed by the official text (by the state) is different from the norms of folk law that was passed through obedience to a set of habits. The norms state law combined with the logical origin of the basic norms that are different from the norms of folk who are united by obedience to law in a society. State law as the process of the courts of different countries with folk law as a process of dispute resolution outside the scope of the state. Then the history of the legal system, the two can be separated, ie, the state law typically comes from making (partial or total) of the colonial legal system and furthermore may be developed
Pilihan Profesi Hukum Mahasiswa dalam Pengembangan Kurikulum Fakultas Hukum Sahlan, Sartono
Pandecta Vol 8, No 2 (2013)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kurikulum merupakan salah satu komponen penting dalam proses pembelajaran mempunyai peran sebagai dasar acuan pelaksanaan proses belajar mengajar. Oleh karena itu kurikulum harus selalu mampu beradaptasi dengan kebutuhan dunia kerja dan perkembangan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pilihan profesi hukum mahasiswa hukum Unnes dan menemukan model pemetaan kurikulum FH Unnes sesuai dengan pilihan profesi hukum mahasiswa. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-sosiologis, dengan tehnik pengambilan data melalui angket dan observasi. Analisis data dilakukan secara interaktif analysis model yang diperkuat dengan satistik deskriptifdalam memaknai angket. Hasil penelitian ini menunjukan pilihan profesi hukum yang banyak diminati mahasiswa adalah sebagai  konsultan hukum, selanjutnya legal officer, dan berturut-turut advokat, jaksa, hakim dan terakhir mediator. Fakultas hukum berdasarkan hasil tersebut melakukan workshop kurikulum  yang menghasilkan kurikulum kompetensi berbasis konservasi. Kurikulum ini diharapkan mampu menjadi katalisator yang tepat dalam menjembatani pilihan profesi mahasiswa FH Unnes. Ada beberapa fakta yang harus dibenahi oleh FH Unnes dalam pelaksanaan kurikulum tersebut yaitu sarana prasarana harus memadahi, dengan dosen yang profesional dan mempunyai komitmen keilmuan hukum yang tinggi. Curriculum as an important component in the learning process has a role as a basic reference for teaching and learning process. Therefore, it should always be able to adapt to the needs of the workforce and community development. This study aimed to describe the choice of the students legal profession and map the curriculum model according to the students choice of the legal profession. The approach used in this study is a socio-juridical, with techniques of data collection through questionnaires and observation. The result of this research indicated that the most favorite preference of legal profession as a legal consultant, followed by the legal officer, and respectively advocates, prosecutors, judges and mediators. And the majority of this profession choice is driven by our analysis of the legal needs of the people of Indonesia and the global situation and the corresponding ideals. Law schools based on the results of the workshop curriculum conduct competency-based curriculum that produces conservation. The curriculum is expected to be a catalyst in bridging the proper choice of profession Unnes FH students. There are some facts that should be addressed by Faculty of Law Unnes in the implementation of the curriculum that must memadahi infrastructure, with lecturers who are professional and have a high commitment to scientific laws.
Kebutuhan Program Continuing Legal Education bagi Mahasiswa Fakultas Hukum Sahlan, Sartono; Suhadi, Suhadi; Arifin, Saru
Pandecta: Research Law Journal Vol 10, No 2 (2015): Pandecta December 2015
Publisher : Semarang State University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/pandecta.v10i2.4955

Abstract

Kompetisi di pasar kerja saat ini menuntut mutu lulusan yang tidak saja memiliki kemampuan akademik yang kuat, melainkan juga alumni yang memiliki nilai tambah khususnya keterampilan di bidang ilmu yang dipelajarinya. Dalam kaitan ini, alumni Fakultas Hukum sejatinya adalah dipersiapkan untuk menjadi professional di bidang hukum, yakni menjadi praktisi hukum yang memiliki kemampuan teoretik yang baik serta keterampilan hukum yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Namun sayangnya, model pendidikan hukum yang ada selama ini masih terasa kurang berimbang dikarenakan masih dominan mengajarkan teori-teori hukum saja kepada mahasiswa, sehingga penguatan keterampilan hukum mahasiswa perlu dijembatani dengan penambahan program pendidikan lanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis alasan-alasan pentingnya program pendidikan hukum lanjutan bagi mahasiswa Fakultas Hukum UNNES; jenis-jenis program pendidikan lanjutan apa saja yang dibutuhkan, serta faktor-faktor pendukung apa saja yang diperlukan. Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksplanatif dan juga eksploratif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Program Pendidikan lanjutan bagi mahasiswa Fakultas Hukum UNNES dikarenakan porsi teori dalam proses perkuliahan masih sangat dominan. Oleh sebab itu jenis-jenis kebutuhan pendidikan lanjutan yang dibutuhkan mahasiswa adalah pemagangan yang sesuai dengan kebutuhan mahaiswa, training kontrak-kontrak hukum dan legal drafting. Untuk mencapai kesuksesan dalam program pendidikan lanjutan tersebut dibutuhkan proporsi tenaga pengajar dari unsur praktisi yang lebih banyak serta revitalisasi fungsi dan peran laboratorium hukum.Competition in today’s job market demands quality graduates who not only have strong academic skills, but also graduates who have skills in particular added value in the field of science studies. In this regard, the alumni of the Faculty of Law actually are prepared to become professionals in the field of law, such as a legal practitioner who has the theoretical capability as well as legal skills that fit the needs of the working world. Unfortunately, the existing legal education model for this is still noticeably less balanced due to the still dominant legal theories taught only to students, thus strengthening legal skills students need to be bridged by the addition of further education programs. This study aimed to analyze the reasons interests of advanced legal education program for students of the Faculty of Law UNNES; the types of continuing education program of what is needed, as well as factors supporting whatever is needed. This research is an explanatory research and exploratory. Results of this study showed that advanced education program for law students UNNES due to the portion of theory in the lecture are still very dominant. Therefore, the types of continuing education requirements that students need is apprenticeship in accordance with the needs mahaiswa, training contracts and legal drafting laws. To achieve success in the continuing education program required proportion of teachers of the elements that more practitioners and revitalize the functions and role of the legal laboratory.
Pilihan Profesi Hukum Mahasiswa dalam Pengembangan Kurikulum Fakultas Hukum Sahlan, Sartono
Pandecta Research Law Journal Vol 8, No 2 (2013)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/pandecta.v8i2.2686

Abstract

Kurikulum merupakan salah satu komponen penting dalam proses pembelajaran mempunyai peran sebagai dasar acuan pelaksanaan proses belajar mengajar. Oleh karena itu kurikulum harus selalu mampu beradaptasi dengan kebutuhan dunia kerja dan perkembangan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pilihan profesi hukum mahasiswa hukum Unnes dan menemukan model pemetaan kurikulum FH Unnes sesuai dengan pilihan profesi hukum mahasiswa. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-sosiologis, dengan tehnik pengambilan data melalui angket dan observasi. Analisis data dilakukan secara interaktif analysis model yang diperkuat dengan satistik deskriptifdalam memaknai angket. Hasil penelitian ini menunjukan pilihan profesi hukum yang banyak diminati mahasiswa adalah sebagai  konsultan hukum, selanjutnya legal officer, dan berturut-turut advokat, jaksa, hakim dan terakhir mediator. Fakultas hukum berdasarkan hasil tersebut melakukan workshop kurikulum  yang menghasilkan kurikulum kompetensi berbasis konservasi. Kurikulum ini diharapkan mampu menjadi katalisator yang tepat dalam menjembatani pilihan profesi mahasiswa FH Unnes. Ada beberapa fakta yang harus dibenahi oleh FH Unnes dalam pelaksanaan kurikulum tersebut yaitu sarana prasarana harus memadahi, dengan dosen yang profesional dan mempunyai komitmen keilmuan hukum yang tinggi. Curriculum as an important component in the learning process has a role as a basic reference for teaching and learning process. Therefore, it should always be able to adapt to the needs of the workforce and community development. This study aimed to describe the choice of the students legal profession and map the curriculum model according to the students choice of the legal profession. The approach used in this study is a socio-juridical, with techniques of data collection through questionnaires and observation. The result of this research indicated that the most favorite preference of legal profession as a legal consultant, followed by the legal officer, and respectively advocates, prosecutors, judges and mediators. And the majority of this profession choice is driven by our analysis of the legal needs of the people of Indonesia and the global situation and the corresponding ideals. Law schools based on the results of the workshop curriculum conduct competency-based curriculum that produces conservation. The curriculum is expected to be a catalyst in bridging the proper choice of profession Unnes FH students. There are some facts that should be addressed by Faculty of Law Unnes in the implementation of the curriculum that must memadahi infrastructure, with lecturers who are professional and have a high commitment to scientific laws.
Kebutuhan Program Continuing Legal Education bagi Mahasiswa Fakultas Hukum Sahlan, Sartono; Suhadi, Suhadi; Arifin, Saru
Pandecta Research Law Journal Vol 10, No 2 (2015): December
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/pandecta.v10i2.4955

Abstract

Kompetisi di pasar kerja saat ini menuntut mutu lulusan yang tidak saja memiliki kemampuan akademik yang kuat, melainkan juga alumni yang memiliki nilai tambah khususnya keterampilan di bidang ilmu yang dipelajarinya. Dalam kaitan ini, alumni Fakultas Hukum sejatinya adalah dipersiapkan untuk menjadi professional di bidang hukum, yakni menjadi praktisi hukum yang memiliki kemampuan teoretik yang baik serta keterampilan hukum yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Namun sayangnya, model pendidikan hukum yang ada selama ini masih terasa kurang berimbang dikarenakan masih dominan mengajarkan teori-teori hukum saja kepada mahasiswa, sehingga penguatan keterampilan hukum mahasiswa perlu dijembatani dengan penambahan program pendidikan lanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis alasan-alasan pentingnya program pendidikan hukum lanjutan bagi mahasiswa Fakultas Hukum UNNES; jenis-jenis program pendidikan lanjutan apa saja yang dibutuhkan, serta faktor-faktor pendukung apa saja yang diperlukan. Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksplanatif dan juga eksploratif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Program Pendidikan lanjutan bagi mahasiswa Fakultas Hukum UNNES dikarenakan porsi teori dalam proses perkuliahan masih sangat dominan. Oleh sebab itu jenis-jenis kebutuhan pendidikan lanjutan yang dibutuhkan mahasiswa adalah pemagangan yang sesuai dengan kebutuhan mahaiswa, training kontrak-kontrak hukum dan legal drafting. Untuk mencapai kesuksesan dalam program pendidikan lanjutan tersebut dibutuhkan proporsi tenaga pengajar dari unsur praktisi yang lebih banyak serta revitalisasi fungsi dan peran laboratorium hukum.Competition in today’s job market demands quality graduates who not only have strong academic skills, but also graduates who have skills in particular added value in the field of science studies. In this regard, the alumni of the Faculty of Law actually are prepared to become professionals in the field of law, such as a legal practitioner who has the theoretical capability as well as legal skills that fit the needs of the working world. Unfortunately, the existing legal education model for this is still noticeably less balanced due to the still dominant legal theories taught only to students, thus strengthening legal skills students need to be bridged by the addition of further education programs. This study aimed to analyze the reasons interests of advanced legal education program for students of the Faculty of Law UNNES; the types of continuing education program of what is needed, as well as factors supporting whatever is needed. This research is an explanatory research and exploratory. Results of this study showed that advanced education program for law students UNNES due to the portion of theory in the lecture are still very dominant. Therefore, the types of continuing education requirements that students need is apprenticeship in accordance with the needs mahaiswa, training contracts and legal drafting laws. To achieve success in the continuing education program required proportion of teachers of the elements that more practitioners and revitalize the functions and role of the legal laboratory.
The Other Laws di Era Otonomi Daerah (Studi Antropologi Hukum) Sahlan, Sartono
Pandecta Research Law Journal Vol 5, No 2 (2010)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/pandecta.v5i2.2301

Abstract

Kondisi hukum di era otonomi daerah masih memberi ruang bagi the Other laws untuk hidup dan bahkan lebih dinamis, entah itu disebut sebagai folk law, customary law, local law, adat law maupun istilah lainnya. State law sebagai doktrin (ajaran) hukum yang berbeda dengan folk law sebagai fakta sosial yang tumbuh dari bawah dan terdapat di mana-mana. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelemahan state law serta potensi the other laws yang selama ini diterapkan oleh berbagai masyarakat. Sejalan dengan itu, akan dipaparkan beberapa pendekatan antropologi hukum yang pada dasarnya mengkaji hukum sebagai sebuah kenyataan yang diterapkan oleh masyarakat (law in action), termasuk prospeknya dalam “memotret” gejala hukum di era reformasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa norma-norma state law disahkan oleh teks resmi (oleh negara) berbeda dengan norma-norma folk law yang disahkan melalui ketaatan akan seperangkat kebiasaan. Norma-norma state law disatukan melalui asal mula logikal dari suatu norma dasar yang berbeda dengan norma-norma folk law yang disatukan oleh ketaatan di dalam suatu masyarakat. State law sebagai proses dari pengadilan negara berbeda dengan folk law sebagai proses penyelesaian sengketa di luar lingkup negara. Lalu dari proses sejarahnya pun kedua sistem hukum tersebut dapat dipisahkan, yakni yang state law lazimnya berasal dari pengambilan (sebagian atau seluruhnya) dari sistem hukum kolonial dan selanjutnya mungkin dikembangkanThe law conditions in the era of regional autonomy still allow room for the other laws to live and even more dynamic, whether it referred to as folk law, customary law, local law, or any other term. State law as doctrine (teachings) that the law is different from folk law as a social fact that grow from below and are everywhere. This study aims to analyze the weakness of state law as well as the potential of the other laws that have been adopted by various people. Accordingly, it will be presented some legal anthropological approach which basically examines law as a reality imposed by society (law in action), including its prospects in the ”picture” of law in an era of reform symptoms. The results of this study indicate that the norms of state law passed by the official text (by the state) is different from the norms of folk law that was passed through obedience to a set of habits. The norms state law combined with the logical origin of the basic norms that are different from the norms of folk who are united by obedience to law in a society. State law as the process of the courts of different countries with folk law as a process of dispute resolution outside the scope of the state. Then the history of the legal system, the two can be separated, ie, the state law typically comes from making (partial or total) of the colonial legal system and furthermore may be developed
PELATIHAN PENYUSUNAN TEKNIS PERATURAN DESA UNTUK APARATUR DESA DAN BPD DI KECAMATAN MREBET KABUPATEN PURBALINGGA Muhtada, Dani; Sastroatmodjo, Sudijono; Sahlan, Sartono; Wedhatami, Bayangsari; Harmoko, Fendi Setyo
Jurnal Pengabdian Hukum Indonesia Vol 1 No 01 (2018): Jurnal Pengabdian Hukum Indonesia (Indonesian Journal of Legal Community Engagem
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (240.985 KB)

Abstract

Dalam tata kelola pemerintahan desa, Perdes sangat krusial karena menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan berbagai program dan kegiatan desa.Penjelasan tentang tugas dan wewenang Kepala Desa dan anggota BPD di atas menunjukkan bahwa wewenang penetapan Peraturan Desa ada di Kepala Desa.Tetapi penetapan tersebut hanya bisa dilakukan setelah Rancangan Perdes dibahas dan disepakati bersama BPD.Selain itu, inisiatif untuk mengajukan Perdes tidak hanya berada di tangan Kepala Desa, tetapi juga ada di tangan para anggota BPD. Di sini tampak bahwa Kepala Desa merupakan badan eksekutif di tingkat desa, yang bekerja bersama BPD sebagai badan legislatifnya. Di sini kemampuan teknis untuk membuat Perdes tidak hanya menjadi kebutuhan kepala desa atau perangkat desa yang memiliki tugas terkait, namun juga penting diketahui oleh para anggota BPD. Sayangnya, tidak semua anggota BPD memiliki kemampuan teknis untuk menyusun Perdes.Baik karena alasan tingkat pendidikan, maupun karena alasan latar belakang pendidikan yang tidak terkait dengan hukum. Karena itu, kegiatan pengabdian masyarakat yang bertemakan ?Pelatihan Penyusunan Teknis Peraturan Desa Untuk Aparatur Desa Dan BPD di Kecamatan Mrebet Kabupaten Purblalingga? telah dilaksanakan dalam rangka memberikan pemahaman kepada Aparatur Desa dan BPD dalam membuat Perdes.
Pelatihan Penyusunan Teknis Peraturan Desa untuk Aparatur Desa dan BPD di Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga Muhtada, Dani; Sastroatmodjo, Sudijono; Sahlan, Sartono; Wedhatami, Bayangsari; Harmoko, Fendi Setyo
Jurnal Pengabdian Hukum Indonesia (Indonesian Journal of Legal Community Engagement) JPHI Vol 1 No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jphi.v1i01.27276

Abstract

Dalam tata kelola pemerintahan desa, Perdes sangat krusial karena menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan berbagai program dan kegiatan desa.Penjelasan tentang tugas dan wewenang Kepala Desa dan anggota BPD di atas menunjukkan bahwa wewenang penetapan Peraturan Desa ada di Kepala Desa.Tetapi penetapan tersebut hanya bisa dilakukan setelah Rancangan Perdes dibahas dan disepakati bersama BPD.Selain itu, inisiatif untuk mengajukan Perdes tidak hanya berada di tangan Kepala Desa, tetapi juga ada di tangan para anggota BPD. Di sini tampak bahwa Kepala Desa merupakan badan eksekutif di tingkat desa, yang bekerja bersama BPD sebagai badan legislatifnya. Di sini kemampuan teknis untuk membuat Perdes tidak hanya menjadi kebutuhan kepala desa atau perangkat desa yang memiliki tugas terkait, namun juga penting diketahui oleh para anggota BPD. Sayangnya, tidak semua anggota BPD memiliki kemampuan teknis untuk menyusun Perdes.Baik karena alasan tingkat pendidikan, maupun karena alasan latar belakang pendidikan yang tidak terkait dengan hukum. Karena itu, kegiatan pengabdian masyarakat yang bertemakan “Pelatihan Penyusunan Teknis Peraturan Desa Untuk Aparatur Desa Dan BPD di Kecamatan Mrebet Kabupaten Purblalingga” telah dilaksanakan dalam rangka memberikan pemahaman kepada Aparatur Desa dan BPD dalam membuat Perdes.