Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

TINDAK PIDANA MENDISTRIBUSIKAN DAN/ATAU MENTRANSMISIKAN KATA – KATA DAN MENGUNGGAH FOTO ORANG LAIN YANG TIDAK MENYENANGKAN DI MEDIA SOSIAL T. Surya Reza; Mahfud Mahfud
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 1, No 2: November 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (351.186 KB)

Abstract

Pasal 27 ayat (3) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi, Teknologi dan Elektronik ditentukan bahwa “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” Mengenai  pemidanaannya di atur dalam Pasal 45 ayat (1) “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau  denda paling banyak Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”. Meskipun hukumannya berat namum di Pengadilan Banda Aceh  ditemui dua kasus mengenai tindak pidana ini. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pertimbangan hakim yang menjatuhkan hukuman relatif rendah terhadap pelaku tindak pidana, pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Banda aceh terhadap pelaku tindak pidana di media sosial, dan upaya-upaya untuk menanggulagi tindak pidana mendistribusikan dan/atau mentransmisikan kata – kata dan mengunggah foto orang lain yang tidak menyenangkan di sosial media. Data dalam penulisan artikel ini dilakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Data sekunder dilakukan dengan cara membaca dan menganalisis peraturan perundang-undangan, buku-buku, artikel dan bahan lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer melalui wawancara dengan responden dan  informan. Berdasarkan hasil penelitian deketahui bahwa putusan yang relatif rendah disebabkan perilaku terdakwa dalam persidangan sangat baik barang bukti  hanya handphone, sebatas kebencian ,alasan pemaaf, pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Banda aceh hanya kepada pengguna situs/website, melakukan pemblokiran kepada situs yang bersifat negatif, bekerja sama dengan pihak berwajib, dan upaya menanggulangi pengguna media sosial  harus mempunyai pemahaman, lebih responsif, kegiatan analisis,  melaporkan ke pimpinan  semua bentuk-bentuk kebencian. Disarankan kepada pelaku tindak pidana mendistribusikan dan/atau mentransmisikan kata-kata dan mengunggah foto orang lain yang tidak menyenangkan di sosial tanpa memandang latar belakang pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya serta deraan hukum yang telah dijalaninya.
Penyelesaian Sengketa Pelepasan Hak Atas Tanah Oleh Pemerintah Dalam Proses Pendaftaran Tanah T. Surya Reza
Politica: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam Vol 8 No 2 (2021): POLITICA: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam
Publisher : Prodi Tata Negara (Siyasah) IAIN Langsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32505/politica.v8i2.3540

Abstract

Article 41 paragraph (2) of Law No. 2 of 2012 on Land Procurement for Development in the Public Interest states that, when granting Compensation of Parties Entitled to receive Mandatory Compensation, a. exercising the release of rights; and b. submit evidence of ownership or ownership of Land Procurement Objects to Agencies that require land through land institutions. In the court's ruling stated that the boundaries of the land should be mentioned and how much extent was waived and the rest how much, and the procedure of disengagement of the right there was preparation, planning, implementation and release, and the release of the land rights was always followed by compensation, because this is an unlawful act. The results of this study show that, the release of land rights by the government in the land registration process in the court's ruling states that if 6 (six) landowners relinquish the right, it must be 6 (six) people who relinquish their rights if only 2 (two) are invalid, then a new land is said to be state land after the release of his rights. Any release of land rights must have a reason there can't be no reason land is being released to the state. The procedure for the release of that right is there is preparation, planning, implementation and release, and the release of the land rights is always followed by compensation.
Diskresi dan Tanggung Jawab Pemerintah Aceh dalam Pemberian Izin Usaha Pengolahan Pertambangan T Surya Reza
DIVERSI : Jurnal Hukum Vol 8 No 2 (2022): Diversi Jurnal Hukum
Publisher : UNIVERSITAS ISLAM KADIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/diversi.v8i2.3091

Abstract

Pemeritah Aceh memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan pertambagan, hal ini tertuang dalam Pasal 105 UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemeritah Aceh meyebutkan bahwa, pemeritah Aceh berweangan dalam pengelolaan sumber daya alam di Aceh yang terdapat di darat, laut, sedangkan maksud dari pengelolaan meliputi: perencanaan, pelaksaaan, pemanfaat dan pengawasan dalam kegiatan eksplorasi, ekslopitasi dan budidaya. Salah satu kegiatan pengelolaan dalam tahapan ini dilaksanakan dengan adanya izin usaha pertambangan, terdapat beberapa kasus dalam pemberian izin pertambangan secara illegal di Aceh, pada tahun 2015 sampai tahun 2019 sudah 80 IUP yang mencapai luas 434.485 Ha telah direkomendasikan untuk dicabut dan 70% diantaranya sudah diterbitkan SK pencabutan oleh Pemerintah Daerah saat ini hanya menyisakan 105 IUP yang diprediksikan akan berkurang. Permasalahan hukum yang timbul mengenai diskresi pemerintah aceh dalam menangani pertambangan illegal di Aceh. Hasil penelitian menunjukan bahwa, Pemerintah Aceh berwenang dalam memberikan izin usaha pertambangan sebagai aspek pengelolaan, namun tidak dengan pengawasan, ada kegiatan yang tidak diberikan oleh UU Minerba dalam pengawasan seperti, penyelidikan dan inventaris tidak menjadi bagian kewenangan Pemerintah Aceh. Diskresi dan tanggung jawab pemerintah aceh dalam pengelolaan tambang illegal dengan adanya moratotium yang dibentuk secara khusus oleh pemerintah aceh dalam menangani berbagai hal permasalahan izin usaha pertambangan, nanum hingga saat ini diskresi ini belum mengahasila ouput sesuai dengan harapan masyarakat Aceh.
KEWENANGAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DALAM PENGELOLAAN BENDA SITAAN T Surya Reza
As-Siyadah : Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara Vol 2 No 1 (2023): Maret As-Siyadah: Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara
Publisher : Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (375.204 KB)

Abstract

Ketentuan hukum di Indonesia terkait dengan perdangangan internasional mengacu pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, lembaga yang berwenang mengatur sistem dan prosedur yakni Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Tujuan penulisan artikel ini untuk mengetahui kewenangan Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai dalam pengelolaan benda sitaan rusak. Metode yang digunakan yuridis normatif dengan pendekatan analisis dan konseptual, kemudian teknik pengumpulan datanya menggunakan studi kepustakaan dengan teknik analisis deskriptif. Hasil penelitian menujukan bahwa, kewenangan Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai dapat menguasai benda sitaan yang dikuasai negara mengacu pada Permen Keuangan No. 62 Tahun 2011 yang selanjutnya menjalankan kewenangan menyita, memusnahkan, mengawasi, dan melelang benda yang dirampas oleh Negara.