Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

PROBLEMATIKA PENEGAKAN HUKUM KASUS CORNERING THE MARKET PADA PERDAGANGAN SAHAM DI PASAR MODAL DI INDONESIA Arsyad Aldyan; Pujiyono ,; Adi Sulistiyono
HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI Vol 6, No 1 (2018): JANUARI-JUNI
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/hpe.v6i1.17564

Abstract

AbstractThis article discusses the problematic law enforcement case of Cornering the Market on stock trading in the capital market in Indonesia. This article aims to find out the problems of law enforcement in the Cornering the Market case in stock trading in the capital market. The research methodology used is normative research using legislation approach. Cornering the Market is a form of violation of stock trading in the capital market. Cornering the Market. The practice of Cornering the Market violates the provisions of Article 91 and Article 92 of Law Number 8 of 1995 concerning the Capital Market. Under the provisions of Article 55 of Law Number 21 Year 2011 regarding the Financial Services Authority, as of 31 December 2012, the functions, duties and authority of regulating and overseeing financial services activities in the Capital Market sector of the Capital Market Supervisory Agency have turned to the Financial Services Authority. The main problem in law enforcement on the Cornering the Market case in stock trading in the capital market is the problem of proving the existence of the case. Cornering the Market is closely related to technological advances, because given the stock trading system is now using the online system, so to prove the violation is not easy. In addition, during this case if there is a case of Cornering the Market is often sanctioned not the perpetrators of Cornering the Marketnya but securities companies and issuers in the form of administrative sanctions penalties and freezing of business activities and stock trading.Keywords: Law Enforcement; Cornering the Market; Capital Market.AbstrakArtikel ini membahas tentang problematika penegakan hukum kasus Cornering the Market  pada perdagangan saham di pasar modal di Indonesia. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui problematika penegakan hukum pada  kasus Cornering the Market pada perdagangan saham di pasar modal. Metodologi penelitian yang digunakan yaitu penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Cornering the Market adalah salah satu bentuk dari pelanggaran pada perdagangan saham di pasar modal. Cornering the Market.Praktek Cornering the Market ini melanggar ketentuan Pasal 91 dan Pasal 92 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.Berdasarkan ketentuan Pasal 55 Undang-Undang  Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Sejak tanggal 31 Desember 2012 fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, dari Badan Pengawas Pasar Modal beralih ke Otoritas Jasa Keuangan. Problematika utama pada penegakan hukum terhadap kasus Cornering the Market  pada perdagangan saham di pasar modal adalah mengenai masalah pembuktian adanya kasus tersebut. Cornering the Market ini sangat berkaitan dengan kemajuan teknologi, karena mengingat sistem perdagangan saham sekarang menggunakan sistem online, sehingga untuk membuktikan adanya pelanggaran tersebut tidaklah mudah. Disamping itu selama ini apabila ada kasus Cornering the Market sering kali yang dikenai sanksi bukan pelaku Cornering the Marketnya melainkan perusahaan sekuritas dan emiten berupa sanksi administrasi denda dan pembekuan kegiatan usaha dan perdagangan saham.Kata Kunci: Penegakan Hukum; Cornering the Market; Pasar Modal
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN KEGAWATDARURATAN BPJS DENGAN DIAGNOSA DI LUAR DAFTAR DIAGNOSA GAWAT DARURAT DI RSUD KABUPATEN SUKOHARJO Triana Widati; Hudi Asrori; pujiyono ,
HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI Vol 5, No 2 (2017): JULI - DESEMBER
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/hpe.v5i2.18306

Abstract

AbstractThis article examines the legal protection of BPJS emergency patients with diagnoses beyond the emergency diagnostic list and factors that may inhibit the emergency services for BPJS user patients at the Sukoharjo District Hospital. This type of research is empirical. Form of research is deskriptif. The dara used are primary data, secondary data and tertiery data collection methode of documentation and interviews. Analysis of data using qualitative analysis. Based on the description of the results of research and discussion in connection with the considered promblems with the teory of the working of the legal system and the legal protection teory, it can be concluded that the legal protection of BPJS participants and the right to submit a complaint related to the health service in the National Health Insurance (JKN). Based on Article 25 letter b of Presidential Regulation Number 12 of 2013, services that are not guaranteed are services performed in health facilities that are not cooperated with BPJS Health, except in emergency conditions, but the emergency condition condition has also been determined, if the people who have emergency discharge. Factors that can inhibit the emergency services for patients using BPJS in RSUD Sukoharjo District, among others, the legal factor which limits the emergency conditions.Key Word: Legal Protection; Patients; Emergency DiagnosisAbstrakArtikel ini bertujuan untuk mengkaji perlindungan hukum bagi pasien kegawatdaruratan BPJS dengan diagnosa di luar daftar diagnosa gawat darurat dan faktor-faktor yang dapat menghambat dalam  pelayanan  kegawatdaruratan  bagi  pasien  pengguna  BPJS    di    RSUD  Kabupaten Sukoharjo. Jenis penelitian ini adalah empiris. Bentuk penelitian deskriptif analitis. Data yang digunakan adalah data primer, sekunder dan tersier dengan pengumpulan data dokumentasi dan wawancara. Analisis data menggunakan analisis kualitatif. Berdasarkan deskripsi hasil penelitian dan pembahasan sehubungan dengan masalah yang dikaji dengan teori bekerjanya hukum dan teori perlindungan hukum dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum peserta BPJS didasari oleh perlindungan hak memperoleh pelayanan kesehatan sebagai peserta BPJS dan hak menyampaikan keluhan terkait dengan pelayanan kesehatan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Berdasarkan Pasal 25 huruf b Perpres Nomor 12 tahun 2013 pelayanan yang tidak dijamin adalah pelayanan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam kondisi gawat darurat, namun demikian kondisi kegawat daruratannya juga telah ditentukan, apabila orang-orang yang mengalami kegawatdaruratan yang tidak tertulis maka tidak ditanggung oleh BPJS. Faktor-faktor yang dapat menghambat dalam pelayanan kegawatdaruratan bagi pasien pengguna BPJS  di  RSUD Kabupaten Sukoharjo antara lain faktor hukum yang membatasi kondisi kegawatdaruratan. Kata kunci: Perlindungan Hukum; Pasien; Kegawatdaruratan.
IMPLIKASI PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI TERHADAP KLAUSULA PENYELESAIAN SENGKETA PADA KONTRAK KERJA KONSTRUKSI DI INDONESIA (Studi Pada PT. Hutama Karya (Persero) Embun Nurani Wulandari; Pujiyono ,
Jurnal Privat Law Vol 6, No 2 (2018): JULI-DESEMBER
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (950.111 KB) | DOI: 10.20961/privat.v6i2.25584

Abstract

AbstractThis article aims to determine the implications of the enactment Law No. 2 of 2017 on construction services towards dispute resolution clause in the employment contract construction at PT. Hutama Karya. This study is a method used is the empirical legal research (sociological/non doctrinal) with the nature of descriptive research as well as research on the effectiveness of the law and the qualitative analysis approach. The results showed that PT. Hutama Karya still use dispute resolution through the Court whereas in Law No. 2 of 2017 about construction services has been set regarding dispute resolution has not been enact again via the courts. In addition, PT. Hutama Karya also has not renewed the contract administration procedures that became guidelines in performing agreements with service users. So, this is the underlying implications of the existence of the dispute resolution from the enactment Law No. 2 of  2017 about construction services.Keywords: The Implication; Employment Contract Construction; Dispute Resolution.AbstrakArtikel ini bertujuan untuk mengetahui implikasi dari pemberlakuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi terhadap klausula penyelesaian sengketa pada kontrak kerja konstruksi di PT. Hutama Karya. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris (sosiologis/ non doktrinal) dengan sifat penelitian deskriptif serta penelitian terhadap efektivitas hukum dan pendekatan analisis  kualitatif.  Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa  PT.  Hutama  Karya  masih  menggunakan penyelesaian  sengketa  melalui  pengadilan  dan  tidak  melalui  musyawarah  terlebih  dahulu.  Padahal Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi telah diatur mengenai penyelesaian sengketa sudah tidak memberlakukan lagi melalui pengadilan. Selain itu, PT. Hutama Karya juga belum memperbaharui  prosedur  administrasi  kontrak  yang  menjadi  pedoman  dalam  melakukan  perjanjian dengan pengguna jasa. Sehingga hal ini yang mendasari adanya implikasi penyelesaian sengketa dari pemberlakuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi di PT. Hutama Karya.Kata Kunci: Implikasi; Kontrak Kerja Konstruksi; Penyelesaian Sengketa.
PROBLEMATIKA KEWENANGAN PENGADILAN NEGERI MENJATUHKAN PUTUSAN DALAM SENGKETA BISNIS YANG MEMPUNYAI KLAUSULA ARBITRASE Satrio Wicaksono Adi; Pujiyono ,
Jurnal Privat Law Vol 5, No 1 (2017): JANUARI-JUNI
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/privat.v5i1.19374

Abstract

AbstractThis article aims to find out the authority was given to the court from Arbitration Regulation in the business disputes with an arbitration’s clauses and the implication of legal consequences from the court’s verdict was given at the business disputes with an arbitration’s clauses. This research is a legal prescriptive and applied. The research method uses a statue approach and a case approach. The legal materials are the primary legal material, secondary legal material, and tertiary material. Mechanical collection of legal materials studied rule and literature with deductive method. The result of the research are. First, the court’s authorities are appoint arbitrator, right of refusal arbitrator, accepting registration of the arbitration verdict, implimentation of the arbitration’s verdict, and cancelled of the arbitration’s verdict. The excepting in article 3 jo. 11 of Arbitration Regulation to the court for examine and give a verdict to the business disputes with an arbitration clauses. Second, the legal consequences are the court’s verdict could not held by the party who not willing and the verdict does not have a legal certainty. Keyword: Arbitration, Court, ProblematicsAbstrakArtikel ini bertujuan untuk menelaah tentang kewenangan apa yang diberikan terhadap Pengadilan Negeri oleh UU Arbitrase dalam sengketa bisnis yang mempunyai klausula arbitrase dan akibat hukum Pengadilan Negeri menjatuhkan putusan dalam sengketa bisnis yang mempunyai klausula arbitrase. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif. Pendekatan penelitian adalah pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus. Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah studi peraturan dan studi kepustakaan dengan metode deduktif. Hasil Penelitian ini, Pertama, Kewenangan Pengadilan Negeri yang diberikan UU Arbitrase adalah dalam menunjuk arbiter, hak ingkar arbiter, menerima pendaftaran putusan arbitrase, pelaksanaan putusan arbitrase dan dalam pembatalan putusan arbitrase. Pengecualian Pasal 3 jo. 11 UU Arbitrase terhadap Pengadilan Negeri dalam memeriksa dan memutus sengketa bisnis yang mempunyai klausula arbitrase. Kedua, Akibat hukum yang timbul adalah putusan Pengadilan Negeri tidak dapat dilaksanakan karena ketidakrelaan oleh salah satu pihak dan tidak memiliki kepastian hukum.Kata Kunci: Arbitrase, Pengadilan, Problematika
TINJAUAN IMPLEMENTASI FUNGSI SOSIAL DAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PADA RUMAH SAKIT BERBADAN HUKUM PERSEROAN Hanna Oktaviana Sutopo; Pujiyono ,
Jurnal Privat Law Vol 6, No 2 (2018): JULI-DESEMBER
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (875.554 KB) | DOI: 10.20961/privat.v6i2.25598

Abstract

AbstractThis article aims to determine the implementation of social funtions which is part of health services in hospitals and Corporate Social Responsibility (CSR) which becomes the obligation for every company. This normative research examines the legal materials, it uses primary materials which are analizing the regulations as positive law in Indonesia. This research uses statue approach and philosophy approach in terms of social function and CSR at the private hospital. Thi research shows that social function is not same as CSR that implemented by  company. CSR is the responsibility that must be addressed in the core business and implemented as the principle of fairness. This is what differentiate between CSR and social functions that has been regulated in Hospital Law of the Republic Indonesia No. 44/2009 as the principles and objectives of hospital. Therefore, the hospital that has implemented its social function, can not be considered to have implemented CSR.Keywords: Social Functions; Corporate Social Responsibility (CSR); Private Hospital.AbstrakArtikel ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan fungsi sosial yang menjadi bagian dari penyelenggaraan kesehaan di rumah sakit dan Corporate Social Responsibility (CSR) yang menjadi kewajiban bagi setiap perusahaan.  Penelitian  ini  merupakan penelitian normatif yang mengkaji bahan-bahan hukum, baik bahan hukum  primer yang bersifat mengikat perundang-undangan sebagai hukum positif di Indonesia maupun  bahan  hukum  sekunder melalui pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan Pendekatan filsafat (philosophy approach) dari segi fungsi sosial dan CSR pada rumah sakit berbadan hukum perseroan. Berdasarkan kajian yang dilakukan, diketahui bahwa fungsi sosial tidak sama dengan CSR yang dilaksankaan di perusahaan. CSR dilaksanakana sebagai suatu tanggung jawab dan kewajiban yang harus dipenuhi di luar core business  dan dilaksanakan sesuai dengan prinsip kewajaran semata. Sedangkan fungsi sosial sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah  Sakit,  menjadi  sebuah  asas  dan  tujuan  yang  tidak  dapat  dilepaskan  dari  penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Sehingga rumah sakit yang telah melaksanakan fungsi sosialnya, tidak dapat dikatakan telah melaksankan CSR.Kata Kunci: Fungsi Sosial; Corporate Social Responsibility (CSR); Rumah Sakit Berbadan Hukum Perseroan
KELEMAHAN UNDANG-UNDANG MEREK DALAM HAL PENDAFTARAN MEREK (Studi Atas Putusan Sengketa Merek Pierre Cardn) Karlina Perdana; Pujiyono ,
Jurnal Privat Law Vol 5, No 2 (2017): JULI-DESEMBER
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/privat.v5i2.19398

Abstract

AbstractThis legal research examines the weakness of Act No. 20 of 2016 on Marks and Geographical Indications, as until now there is still a knockoff brands that passed trademark registration in Indonesia. This research uses  doctrinal  or  normative  prescriptive  research  methods.  Results  of  this  study  is  the  absence  of the requirements and there are multiple interpretations of the philosophy of the brand famous brand understanding and similarity in principle or in its entirety.Keyword: Trademark registration, weakness of Act AbstrakPenulisan hukum ini mengkaji mengenai kelemahan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis sebagaimana sampai sekarang ini masih terdapat merek-merek tiruan yang lolos pendaftaran merek di Indonesia. Penulisan ini menggunakan metode penelitian doktrinal atau normatif yang bersifat preskriptif. Hasil penelitian ini adalah tidak adanya persyaratan filosofi merek dan terdapat multitafsir pemahaman merek terkenal dan persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya.Kata kunci: pendaftaran merek, kelemahan UU
PROBLEMATIKA PEMBERESAN HARTA KEKAYAAN YAYASAN BHAKTI SOSIAL SURAKARTA YANG DIBUBARKAN OLEH PENGADILAN BERDASARKAN PUTUSAN NO 141 / Pdt G/ 2010 / PN Ska Izza Aulia Shahnaz; Pujiyono ,
Jurnal Privat Law Vol 5, No 2 (2017): JULI-DESEMBER
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/privat.v5i2.19376

Abstract

AbstractThe Purposes of this article are knowing the obstacle of settlement wealth Bhakti Sosial Surakarta’s Foundation. This research is empirical with descriptive research. The location of the research at the Office of the advocate Heru S. Notonegoro and Pengadilan Negeri Surakarta Kelas IA Khusus. Types and sources of data are primary data and secondary data. Data Collected technique through interview and library research. Analytical technique with qualitative and interactive model. The results of this research, the settlement of wealth’s Yayasan Bhakti Sosial Surakarta is the obstacles the process of Foundation can be classified into three things according the theory of Legal System by Friedman, judging from its legal Structure is Pengadilan Negeri Surakarta Kelas IA Khusus Specifically less scrupulous and clearly in the verdict, then dropped from the substance of the law is the verdict No. 141/G.Pdt/ 2010/PN Ska defective award,the case Bhakti Sosial Surakarta’s Foundation reflects that culture law of the organs the Foundation are not obedientproduct law. Sanctions can be applied to the organs of the Foundation are not doing the settlement of wealth Foundation disbanded is article 70 of Act No. 16 Of 2001 Jo. Act No. 28 of 2004 about the Foundation, in addition to applying criminal sanctions can also apply the tort with petitum UVB and sequestration.Keywords: The settlement, Wealth, Foundation, CourtAbstrakArtikel ini bertujuan untuk mengetahui hambatan proses pemberesan harta kekayaan Yayasan Bhakti Sosial Surakarta dan Sanksi yang dapat diterapkan apabila organ yayasan tidak melakukan pemberesan harta kekayaan yayasan yang telah dibubarkan oleh pengadilan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Lokasi penelitian yaitu di Kantor Advokat Heru S. Notonegoro dan Pengadilan Negeri Surakarta Kelas IA Khusus. Jenis dan sumber data penelitian ini meliputi data primer  dan  data  sekunder. Teknik  pengumpulan  data  melalui wawancara  dan  studi  kepustakaan. Teknik analisis data dilakukan secara kualitatif dengan interaktif model. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa hambatan proses pemberesan harta kekayaan Yayasan Bhakti Sosial Surakarta dapat digolongkan  menjadi  tiga  hal menurut teori Legal System dari Friedman, Dilihat dari Struktur Hukumnya yaitu Hakim Pengadilan Negeri Surakarta Kelas IA Khusus kurang cermat dan jelas dalam menjatuhkan putusan, kemudian dari Substansi Hukumnya yaitu Putusan No. 141/G Pdt. 2010/ PN Ska yang cacat amar putusannya, kasus Yayasan Bhakti Sosial Surakarta mencerminkan bahwa budaya hukum dari Organ Yayasan tidak taat produk hukum. Sanksi yang dapat diterapkan untuk Organ Yayasan yang tidak melakukan pemberesan harta kekayaan yayasan yang bubar adalah Pasal 70 Undang-Undang No.16 Tahun 2001 Jo.Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, selain menerapkan sanksi pidana juga dapat menerapkan perbuatan melawan hukum dengan petitum Putusan Serta Merta dan Sita Jaminan.Kata Kunci : Pemberesan, Harta Kekayaan, Yayasan
PERANAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN INVESTASI ILEGAL Joshua H.P Samosir; Pujiyono ,
Jurnal Privat Law Vol 6, No 2 (2018): JULI-DESEMBER
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (958.601 KB) | DOI: 10.20961/privat.v6i2.25600

Abstract

AbstractThe purpose of this article is to find out the role of Financial Services Authority (OJK) in providing legal protection  for  victims  of  illegal  investments.  The  research  method  used  is  empirical  legal  research (sociological / non doctrinal) with the descriptive research character and using qualitative approach. The research location used by the authors to compile this research is in OJK Solo. The results showed that the role of OJK in providing legal protection against victims of illegal investment begins with the acceptance of reports by OJK. The report is directly coordinated to the Investment Alert Task Force to be followed up regarding repressive law enforcement. The report also became one of the sources of information for Market Intelligence OJK to be investigated further. From the research of Market Intelligence OJK, investment company indicated illegal will be directly in publication through Investor Alert Portal (IAP). The list of illegal investment company names in the IAP will be also followed up by the Investment Alert Task Force for repressive law enforcement. The form of repressive legal protection against victims of illegal investment companies conducted by the Investment Alert Task Force is to impose sanctions in the form of termination of business activities to such illegal investment companies.Keywords: Financial Services Authority; Legal Protection; Illegal InvestmentAbstrakTujuan artikel ini adalah untuk mengetahui peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam memberikan perlindungan hukum bagi korban investasi ilegal. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris (sosiologis/non doctrinal) dengan sifat penelitian deskriptif dan menggunakan pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian yang digunakan penulis untuk menyusun penelitian ini adalah di OJK Solo. Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa  peran  OJK  dalam  memberikan  perlindungan  hukum  terhadap korban investasi ilegal diawali dengan adanya penerimaan laporan oleh OJK. Laporan tersebut langsung dikoordinasikan kepada Satgas Waspada Investasi untuk ditindaklanjuti terkait penegakan hukum represif. Laporan tersebut juga menjadi salah satu sumber informasi bagi Market Intelligence OJK yang akan diteliti lebih lanjut. Dari hasil penelitian Market Intelligence OJK, perusahaan investasi yang terindikasi ilegal akan langsung di publikasi melalui Investor Alert Portal (IAP). Daftar nama perusahaan investasi ilegal di IAP juga akan ditindak lanjuti oleh Satgas Waspada Investasi untuk penegakan hukum represif. Bentuk perlindungan hukum represif terhadap korban dari perusahaan investasi ilegal yang dilakukan oleh Satgas Waspada Investasi adalah dengan memberikan sanksi berupa penghentian kegiatan usaha kepada perusahaan investasi ilegal tersebut.Kata Kunci: Otoritas Jasa Keuangan; Perlindungan Hukum; Investasi Ilegal
PROBLEMATIKA DALAM PELAKSANAAN PENGAMBILALIHAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN Syarief Toha; Pujiyono ,
Jurnal Repertorium Vol 4, No 2 (2017)
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractThis article intends to identify and analyze problematics in the takeover of credit with mortgage guarantee. Type of Research article is a normative legal research or an equation with doctrinal research. Based on the results of this research is that the implementation of the credit take over with collateral mortgage starting from the loan application by the debtor and all the completeness of the terms of credit application, to do a survey to customers. If eligible, then continue to make a credit proposal that will be submitted to a credit comitee. If approved continued with the credit agreement and collateral agreement that are required to bring the debtor. Then the bank employees accompany the debt to the former creditor, to make payment with funds obtained from third party to make payment with funds obtained from third party. If the repayment has done, required to request full payment slip and genuine proof of guarantee ownership, then they can be burden by mortgage, roya has to be done first. The transfer mechanism of mortgage in credit takeover done is too risky for a new creditor if the Roya’s mail can not be published on the same day. So that way is provide less certainty and legal protection for the new creditors.Keywords: credit takeover, mortgage, banking AbstrakArtikel ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis problematika dalam pelaksanaan pengambilalihan (take over) kredit dengan jaminan Hak Tanggungan. Jenis penelitian di dalam penulisan artikel ini adalah penelitian hukum normatif atau memiliki persamaan dengan penelitian doktrinal (doctrinal research). Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pelaksanaan take over kredit dengan jaminan Hak Tanggungan dimulai dari permohonan kredit oleh debitur beserta semua kelengkapan syarat-syarat pengajuan kredit, dilakukannya survey ke nasabah. Apabila memenuhi syarat maka dilanjutkan pembuatan proposal kredit yang akan di ajukan kepada pemutus kredit. Jika disetujui dilanjutkan dengan akad kredit dan pengikatan jaminan yang wajib menghadirkan debitur. Setelah melakukan pengikatan jaminan maka debitur dengan didampingi pegawai bank menuju ke kreditur awal untuk melakukan pelunasan dengan dana yang diperoleh dari pihak ketiga. Apabila pelunasan telah dilakukan, wajib meminta slip tanda pelunasan serta asli bukti kepemilikan jaminan untuk selanjutnya dapat dibebani Hak Tanggungan dengan terlebih dahulu dilakukan roya. Mekanisme pengalihan Hak Tanggungan yang dilakukan dalam take over kredit terlalu berisiko bagi kreditur baru apabila surat roya tidak dapat terbit di hari yang sama. Sehingga cara tersebut kurang memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi kreditur baru.Kata kunci: pengambilalihan kredit, Hak Tanggungan, Pebankan.