Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PARADIGMA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA Ahmad Kodir Jailani Tanjung; Hari Purwadi; , Hartiwiningsih
HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI Vol 7, No 1 (2019): JANUARI-JUNI
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/hpe.v7i1.29178

Abstract

AbstractThis research is aims to assess the judge’s way of thinking in deciding criminal cases in Indonesia. Since the first world of law science has been colored by contemplation of legal thought. One of the most influential streams in the development of the Indonesian legal system is the flow of positivism or analytical positivism or rechtsdogmatiek. This research is normative law research. This research is approaching case and concept while its data collecting technique is done by researching case study and literature study or secondary data only. . If the result of research done by writer with inductive, deductive, analogy, paroductive method is that it can be concluded that judge in Indonesia is a posistivisme adherent. It is proved that judges in Indonesia make decisions only by law. And do not see any other legal eyes. In general criminal cases 55% of Supreme Court judges use Deductive methods and 30% use Analogy, 25% use parduksi and 5% using other methods. And in Special Crimes 80% of judges use deductive, 15% using Analogy and 5% using other methods. Thus, if combined between Special and Criminal Crimes, the Judges in the Supreme Court 70% use deductive and the rest use analogies, deductions and other methods. Awriter concludes that the judge in the Supreme Court in pursuing a criminal case during 2017 embraces a positivist paradigm.Keywords: Paradigm; Judge; Deciding Criminal Case.AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk  menilai  cara berpikir  hakim dalam memutuskan perkara-perkara pidana di Indonesia. Sejak dahulu dunia ilmu hukum telah diwarnai oleh kontestasi pemikiran hukum. Salah satu aliran yang sangat berpengaruh dalam perkembangan sistem hukum Indonesia adalah aliran positivisme atau analyticalpositivism atau rechtsdogmatiek. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian ini melakukan pendekatan kasus dan konsep sedangkan Teknik pengumpulan datanya  dengan dilakukan dengan cara meneliti studi kasus dan studi pustaka  atau data sekunder belaka. .Jika dilihat hasil peneilitian yang dilakukan penulis dengan  metode Induktif, deduktif, analogi, paroduktif  adalah bahwa bisa disimpulkan bahwa hakim di  Indonesia adalah penganut posistivisme. Dengan dibuktikan bahwa hakim di Indonesia melakukan putusan hanya berdasarkan undang-undang. Dan tidak melihat kaca mata hukum lain.  Dalam perkara pidana umum 55% hakim Mahkamah Agung menggunakan metode Deduktif dan 30% menggunakan Analogi, 25% menggunakan parduksi dan 5% menggunakan metode lain. Dan didalam pidana Khusus 80% hakim menggunakan deduktif, 15% menggunakan Analogi dan 5% menggunakan metode lain. Sehingga jika digabungkan antara pidana Khusus dan pidana Umum Hakim di Mahkamah Agung 70% menggunakan deduktif dan sebagagian lainnya menggunakan analogi, deduktif dan metode lain. Sehinggga penulis menyimpulkan bahwa hakim di Mahkamah Agung dalam meutuskan perkara pidana selama tahun 2017 menganut paradigma positivisme.   Kata Kunci: Paradigma;  Hakim;  Memutuskan Perkara Pidana.
OPTIMALISASI PENERAPAN SANKSI PIDANA TAMBAHAN TERHADAP KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN Maria Acintya Wikasitakusuma; , Hartiwiningsih
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 10, No 3 (2021): DESEMBER
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v10i3.58966

Abstract

ABSTRAKMaraknya kasus kebakaran oleh korporasi di Indonesia menjadi sebuah permasalahan yang perlu diberi perhatian lebih dewasa ini. Pada tahun 2019, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mendeteksi  terdapat 1.211  (seribu  dua ratus sebelas) titik panas di Sumatera. Terbanyak terdapat di Provinsi Jambi sebanyak 496 (empat ratus sembilan puluh enam) titik panas, Sumatera Selatan 305 (tiga ratus lima) titik panas, dan Riau sebanyak 258 (dua ratus lima puluh delapan) titik panas. Tahun 2019 tercatat 9 korporasi telah melakukan kelalaian bahkan kesengajaan membakar hutan dan lahan dengan peruntukan pembukaan lahan korporasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui optimalisasi penerapan sanksi pidana tambahan terhadap korporasi yang melakukan kebakaran hutan dan lahan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian empiris dengan menggunakan hasil wawancara berupa pendapat atau pandangan dari perkembangan ilmu hukum. Penerapan sanksi pidana tambahan diterapkan berdasarkan Pasal 119 UU 32/2009. Dengan optimalnya penerapan sanksi pidana tambahan diharapkan kemungkinan pelaku usaha atau korporasi untuk melakukan tindak pidana kembali lebih kecil dan sebagai salah satu bentuk menjaga lingkungan hidup.Kata kunci: Kebakaran Hutan, Korporasi, Hukum Pidana.ABSTRACTThe rise of forest fire cases by corporation in Indonesia need more attention lately. In 2019, Indonesian Agency for Meteorological, Climatological and Geophysics (BMKG) detected 1.211 (one thousand two hundred and eleven) hotspots are in Sumatera. Most hotspots are in Jambi with 496 (four hundred and ninety-six) hotspot, South Sumatera 305 (three hundred and five) hotspots, and Riau with 258 (two hundred and fifty-eight) hotspots. In 2019, there are 9 corporation had negligence and even intentionally burned forest for corporation purposes. This study aims to determine the optimization of the implementation of additional crime sanction against corporation that commited forest fire. This study is empirical legal research using the result from interview in form the of opinions or view developed in legal science. The implementation of additional criminal sanction is based on article 119 of law number 32 of 2009. The optimization of the implementaion of additional crime sanctions expected to be the probability of corporations repeat commit criminal acts is smaller and as a form of protecting the environmentKeywords: Forest Fire, Corporation, Criminal Law.
NON-CONVICTION BASED ASSET FORFEITURE SEBAGAI FORMULASI BARU UPAYA PENGEMBALIAN ASET HASIL TINDAK PIDANA KORUPSI Amanda Luthfia Romadhani; , Hartiwiningsih
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 10, No 1 (2021): APRIL
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v10i1.58860

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengkaji konsep Non-Conviction Based Asset Forfeiture sebagai formulasi baru dalam upaya pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi untuk kemudian dapat diadopsi ke dalam sistem hukum nasional Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif bersifat preskriptif. Jenis data yang digunakan meliputi bahan hukum primer dan sekunder. Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian hukum normatif-doktrinal yang bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analisis konsep hukum. Teknik pengumpulan bahan hukum menggunakan studi kepustakaan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Analisis bahan hukum menggunakan metode silogisme yang bersifat deduksi yang berpangkal pada premis mayor dan premis minor yang saling dihubungkan kemudian ditarik suatu simpulan. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan penulis diperoleh bahwa upaya pengembalian aset memegang peran penting dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Sayangnya, ketentuan  mengenai upaya pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi di Indonesia belum cukup memadai  dan masih memiliki banyak kekurangan (loophole) yang dapat menghambat upaya pengembalian aset. Tersedianya mekanisme NCB Asset Forfeiture dapat menjadi jawaban bagi kelemahan peraturan hukum tentang perampasan aset yang ada di Indonesia saat ini.Kata Kunci: Perampasan Aset; Tindak Pidana Korupsi; Non-Conviction Bassed.AbstractThis study aims to examine the concept of Non-Conviction Based Asset Forfeiture as a new formulation in an effort to return assets resulting from criminal acts of corruption so that it can then be adopted into the Indonesian national legal system. This research is a prescriptive normative legal research. The types of data used include primary and secondary legal materials. This type of research the writer uses is a descriptive normative-doctrinal legal research using a statutory approach and a legal concept analysis approach. The technique of collecting legal materials uses literature study related to the problem under study. The analysis of legal materials uses the deductive syllogism method which originates from the major premise and minor premise which are connected to each other and then draw a conclusion. Based on the results of the analysis conducted by the author, it is found that the effort to recover assets plays an important role in efforts to eradicate corruption. Unfortunately, the provisions regarding efforts  to return assets resulting from criminal acts of corruption in Indonesia are inadequate and still have  many loopholes that can hinder efforts to recover assets. The availability of the NCB Asset Forfeiture mechanism can be an answer to the weaknesses in legal regulations regarding asset confiscation that exist in Indonesia at this time.Keywords: Confiscation of Assets; Corruption; Non-Conviction Bassed.