Fuad Nawawi
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Epistemologi Tafsir Isyari Abdul Basit; Fuad Nawawi
Al-Fath Vol 13 No 1 (2019): Juni 2019
Publisher : Department of Ilmu al-Qur'an dan Tafsir, Faculty of Ushuluddin and Adab, State Islamic University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/alfath.v13i1.2893

Abstract

Tulisan ini mengetengahkan epistemologi tafsir isyari. Di dalamnya, menjelaskan bagaimana kaum sufi, yang diklaim sebagai “pemilik” tafsir isyari ini, mendapatkan pengetahuan tafsirnya. Mereka berusaha melampaui indera dan akalnya, karena keduanya hanya menyentuh wilayah lahiriyah danmanifestasinya. Sebaliknya manusia dengan memaksimalkan dimensi batinnya, mereka dapat berhubungan secara langsung dengan hakikat tunggalalam ketika hati mereka suci, dan lepas dari segala bentuk ikatan dan ketergantungan lahiriyah. Dengan pendekatan intuitif, para sufi berupaya mengungkap makna tersembunyi dari teks al-Qur’an. Abu Zaid membedakan epistemologi tafsir isyari dengan tafsir esoterik. Jika yang kedua menggunakan perangkat takwil yang dihasilkan akal, biasanya diproduksi kalangan teolog dan filosof. Sedangkan yang pertama menggunakan takwil yang dihasilkan dzawq (rasa, hati), diproduksi kalangan sufi. Klaim yang mengemuka bahwa Allah melimpahkan kepada para sufi ilmu yang belum pernah mereka ketahui, melalui tahap riyadhah dan kebersihan hati, apakah benar adanya? Ignaz Godziher mengkritiknya, bahwa penafsiran sufi bukan pengetahuan yang bersifat given, ilmu yang berasal dari Tuhan, tetapi berasal dari olah pikiran dan nalar yang sengaja untuk membenarkan (mencari pembenaran) ajaran tasawuf (ideology oriented).
AYAT MUKJIZAT DALAM PENAFSIRAN THABATHABA’I DAN MUHAMMAD ASAD (Pembacaan Hermeneutis Terhadap Tafsir QS. Ali Imran (3): 49) Fuad Nawawi
MASILE Vol 1 No 1 (2019): MASILE
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Ma'had Ali Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (669.659 KB) | DOI: 10.1213/masile.v1i1.5

Abstract

Artikel ini membahas produk penafsiran Muhammad Husain Thabathaba‟i dan Muhammad Asad berupa ayat tentang mukjizat dalam QS. Ali Imran (3): 49. Dengan pendekatan hermeneutika Gadamer, artikel ini mengupas sejarah pengaruh, pra-pemahaman, dan horizon yang dibangun dari dua penafsir tersebut. Dua penafsir menghasilkan penafsiran yang berbeda tentang wacana mukjizat. Thabathaba‟i memahami ayat tersebut secara harfiyah, apa adanya. Artinya, Thabathaba‟i meyakini bahwa dengan ijin Allah, mukjizat itu mungkin terjadi. Muhammad Asad memahami ayat tersebut bermakna simbolis dan alegoris. Keduanya mewakili kecenderungan cara berfikir, Thabathaba‟i cenderung abstrak metafisis. Kedua, cenderung pada pemikiran rasional-empiris.