Zulkarnain, Zulkarnain Mubhar
Unknown Affiliation

Published : 13 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Pengaruh masyarakat sekitar Nabi S.A.W. terhadap keberadaan Hadis Zulkarnain Mubhar Zulkarnain
Jurnal Mimbar: Media Intelektual Muslim dan Bimbingan Rohani Vol 2 No 1 (2016): Jurnal Mimbar
Publisher : Institut Agama Islam Muhammadiyah Sinjai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47435/mimbar.v2i1.287

Abstract

Hadis Nabi merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an, yang setiap muslim wajib mengikuti dan mengamalkan ajaran-ajaran yang terdapat di dalamnya. Karena sifatnya yang demikian, maka mempelajari hadis juga merupakan keharusan bagi setiap muslim. Karena, untuk beramal dengan ajaran-ajaran yang terdapat dalam hadis-hadis Nabi, seseorang minimal harus mengetahui hal-hal yang diajarkan di dalamnya. Di samping memahami dan mengkaji hadis, mempelajari ilmu hadis juga menjadi keniscayaan, karena ilmu ini membahas hal ihwal yang terkait dengan Nabi khususnya dari segi dapat tidaknya dijadikan hujjah atau dalil agama Islam. Hadis ( Sunnah) yang lahir tidak dapat terlepas dari kondisi dan situasi masyarakat dimana hadis itu terbentuk, serta tidak lepas dari peran sahabat pada masa itu. Masyarakat dan sahabat adalah merupakan subjek sekaligus objek dari terbentuknya hadis. Hadis hadir mengiringi dan menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an, sekaligus sebagai jawaban-jawaban kejadian-kejadian atau kasus yang sedang terjadi baik masalah ibadah maupun muamalah. Mengingat pentingnya kedua faktor pembentuk lahirnya hadis, yaitu kondisi masyarakat dan peran sahabat, maka untuk mempelajari hadis pada saat ini tidak bisa mempelajari hadis berdasarkan teksnya belaka (tekstual), tetapi perlu juga mempelajari konteks saat hadis itu lahir. Berdasarkan uraian pembahasan di atas, jelaslah bahwa mempelajari hadis perlu mengkaji historis, sosiologis dan antropologis (kontekstual) masyarakat pada saat dimana hadis itu lahir.
TUJUAN PENDIDIKAN PERSPEKTIF HADIS NABI SAW Muhammad Zulkarnain
Al-Qalam: Jurnal Kajian Islam dan Pendidikan Vol 6 No 2 (2014): Volume 6 Nomor 2 Desember 2014
Publisher : LP2M Institut Agama Islam Muhammadiyah Sinjai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47435/al-qalam.v6i2.169

Abstract

Education in the view of society is cultural inheritance from generation to generation, and the view of the individual is self-development potential and capabilities. Then, what about the purpose of education in the view of Prophetic traditions? to answer these questions, this paper attempted to study it using tahliliy method that begins with exploring the process takhrij al-hadith, hadith validity, analysis and understanding the text of hadith. The conclusion of hadith about the purpose of education has been narrated by al-Bukhariy, Muslim, Abu Dawud , al-Tirmidziy and Ibn Majah with a valid sanad. The Hadith is instructive that the filofosofis, education aims for people to get to know him so that it can perform tasks on earth Caliphate properly. Therefore, with the knowledge one can easily work righteousness that can easily also deliver them to heaven Allah
METODE MEMPEROLEH PENGETAHUAN ILMIAH Muhammad Zulkarnain
Jurnal Al-Qalam: Jurnal Kajian Islam & Pendidikan Vol 7 No 1 (2015): Volume 7 Nomor 1 Juni 2015
Publisher : LP2M Institut Agama Islam Muhammadiyah Sinjai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47435/al-qalam.v7i1.184

Abstract

Ketika manusia sedang berada dalam kebimbangan ilmiah dan terombang-abing akibat kehilangan bimbingan, maka sekolompok manusia yang mayoritasnya berkebangsaan Yunani berusaha mencari kebenaran dengan menggunakan daya nalar-kritis mereka yang terdapat dibalik fisik alamiyah dan metafisis. Kelompok manusia ini kemudian dikenal dengan istilah Filusuf yang diartikan sebagai para pencari atau pecinta hikmah. Selanjutnya, proses perkembangan pengetahuan manusia dari pengetahuan biasa ke arah pengetahuan ilmiah yang melibatkan metode dan sistem-sistem tertentu, diantara metode-metode yang dapat digunakan dalam memperoleh pengetahuan adalah; (a) Metode Empiris, (b) Metode Rasional, (c) Metode Kontemplatif, (d) Metode Ilmiah. Dari keempat metode ini, maka metode ilmiah dianggap sebagai metode yang paling komprehensif sebab dapat menyatukan keseluruhan metode dalam bingkai oprasional sistematik dengan menggunakan kata kunci; (a) Logis, (b) Empirik, (c) kejelasan teori, (d) oprasional dan spesifik, (e) hypotethik, (e) verivikative, (f) sistematis, (g) memperhatikan validitas dan realibilitas, (h) obyektif, (i) skeptik, (j) kritis, (k) analitik, (l) kontemplatif.
GURU SEBAGAI JABATAN KARIR DAN PROFESI PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM Muhammad Zulkarnain
Jurnal Al-Qalam: Jurnal Kajian Islam & Pendidikan Vol 8 No 2 (2016): Volume 8 Nomor 2 Desember 2016
Publisher : LP2M Institut Agama Islam Muhammadiyah Sinjai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47435/al-qalam.v8i2.235

Abstract

Dalam mencari jawaban tentang apa dan siapa itu guru profesional membutuhkan tinjauan yang melingkupi berbagai aspek. Dengan mengacu pada asumsi tersebut, maka penulis terinspirasi untuk mengelaborasi dan meneliti tentang pentingnya profesionalisme guru sebagai dasar mewujudkan peserta didik yang berkualitas dan guru sebagai jenjang karir menurut pendidikan Islam dengan merujuk kepada tiga pertanyaan penting, yaitu: 1) Bagaimana yang dimaksud dengan jabatan karir dan profesi guru ?; 2) Bagaimana sudut pandang Pendidikan Islam terhadap jabatan karir guru?; Dan 3) Bagaimana sudut pandang Pendidikan Islam terhadap profesi keguru? Hasil analisis menunjukkab bahwa: Allah tidak akan merubah keadaan seorang guru apabila guru tersebut tidak mau merubahnya. Dalam upaya merubah keadaannya itu, seorang guru harus berorientasi ke depan, artinya semua kegiatan harus di rencanakan dan di perhitungkan untuk menciptakan masa depan yang maju, lebih sejahtera, dan lebih bahagia daripada keadaan sekarang. Guru agama Islam yang profesional dituntut untuk beriman, bertaqwa, ikhlas, dan berakhlak mulia. Ciri guru profesional berdasarkan karakteristik yang dicontohkan Nabi adalah: a) Menerima segala problem anak didik dengan hati dan sikap yang terbuka lagi tabah, bersikap penyantun dan penyayang; b) Tidak angkuh terhadap sesama; c) Tawadhu; d) Taqarrub; e) Menghindari akivitas yang sia-sia; f) Lemah lembut pada anak; g) Tidak pemarah; h) Tidak menakutkan bagi anak; i) Memperhatikan Pertanyaan dan Menerima kebenaran dari anak yang membantahnya; j) Mencegah anak mempelajari ilmu berbahaya; dan k) Mengaktualisasikan ilmu yang telah dipelajari.
Konsep Imam Dalam Al-Qur'an (Suatu Kajian Tematik) Zulkarnain Mubhar
Jurnal Al-Mubarak: Jurnal Kajian Al-Qur'an dan Tafsir Vol 4 No 1 (2019): Jurnal Al-Mubarak
Publisher : LP2M IAIM Sinjai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47435/al-mubarak.v4i1.59

Abstract

Berdasarkan pengetahuan masyarakat tentang kepemimpinan, maka mainstream mereka lebih kepada kepemimpinan publik baik dalam pengertian ima>mah, khila>fah, ataupun Ima>rah. Dari ketiga istilah kepemimpinan tersebut, yang menarik untuk dicermati adalah istilah ima>mah yang berasal dari kata ima>m, dimana secara umum diartikan sebagai pemimpin/leader. Lalu, apakah benar kata ima>m di dalam al-Qur’an berarti pemimpin sebagaimana yang dimengerti dan difahami secara global oleh kaum muslimin ? atau terdapat makna lain, sehingga dalam interpretasinya tidak menunujuk kepada arti pemimpin ? Untuk itu, dibutuhkan penjelasan tentang konsep ima>m dalam al-Qur’an dengan melihat pada hakikat, objek, bentuk dan sifat seorang ima>m.
Ayat-ayat Muhkam dan Muta>syabib Dalam Al-Qur'an Zulkarnain Mubhar
Jurnal Al-Mubarak: Jurnal Kajian Al-Qur'an dan Tafsir Vol 3 No 2 (2018): Jurnal Al-Mubarak
Publisher : LP2M IAIM Sinjai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47435/al-mubarak.v3i2.218

Abstract

Salah satu pokok pembahasan yang penting dan kontroversial sepanjang sejarah dalam kajian Ulumul Quran adalah masalah Muhkam dan Mutasya>bih. Hal ini dilatar belakangi oleh pendapat ulama tentang adanya atau tiada ayat muhkam dan mutasya>bih dalam al-Quran dengan adanya ayat-ayat muhkam dan ayat-ayat mutasya>bih, mengajak manusia berpikir dan merenungkan betapa Mahabesarnya Allah Swt. Dengan ayat-ayat al-Quran, manusia diajak untuk berpikir dan merenungkan apa yang dimaksud Allah yang tersirat dan termaktub di dalam Al-Qur’an.Maka adanya ayat-ayat muhkamat, dapat memudahkan bagi manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan bagi mereka dalam menghayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya. Serta mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan al-Quran, karena lafal ayat-ayatnya telah mudah diketahui, gampang dipahami, dan jelas pula untuk diamalkan. Begitu juga dengan adanya ayat-ayat mutasya>bihat, membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha dan persiapan manusia, masih ada kekurangan dan kelemahannya. Hal tersebut menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah Swt. dan kekuasaan ilmu-Nya yang Maha Mengetahui.
METODE MAUDU’Y DALAM PENAFSIRAN AL-QUR’AN (Meneguhkan Metode Penelitian Tafsir sebagai Metode Ilmiah) Muhammad Zulkarnain Mubhar; Imam Zarkasyi Mubhar
Jurnal Al-Mubarak: Jurnal Kajian Al-Qur'an dan Tafsir Vol 6 No 1 (2021): Jurnal Al-Mubarak
Publisher : LP2M IAIM Sinjai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47435/al-mubarak.v6i1.433

Abstract

Understanding the Koran requires knowledge of methodology to make it easier to ground the purposes of divine revelation to humans. There are many methods of interpreting the Qur'an, but all of these methods have not been able to meet the needs and demands of the times, so we need a new method that is scientific in nature and can answer the challenges of the times and human problems. The methodological method that is in line with scientific research methods and does not contradict the objectives of the Qur'an and prophetic treatises is the maud} u> 'y method or thematic method, where this method can be used in all scientific disciplines to find answers. The Qur'an about it is comprehensive, comprehensive, and can be scientifically justified
Pengaruh masyarakat sekitar Nabi S.A.W. terhadap keberadaan Hadis Zulkarnain Mubhar Zulkarnain
Jurnal Mimbar: Media Intelektual Muslim dan Bimbingan Rohani Vol 2 No 1 (2016): Jurnal Mimbar
Publisher : Universitas Islam Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47435/mimbar.v2i1.287

Abstract

Hadis Nabi merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an, yang setiap muslim wajib mengikuti dan mengamalkan ajaran-ajaran yang terdapat di dalamnya. Karena sifatnya yang demikian, maka mempelajari hadis juga merupakan keharusan bagi setiap muslim. Karena, untuk beramal dengan ajaran-ajaran yang terdapat dalam hadis-hadis Nabi, seseorang minimal harus mengetahui hal-hal yang diajarkan di dalamnya. Di samping memahami dan mengkaji hadis, mempelajari ilmu hadis juga menjadi keniscayaan, karena ilmu ini membahas hal ihwal yang terkait dengan Nabi khususnya dari segi dapat tidaknya dijadikan hujjah atau dalil agama Islam. Hadis ( Sunnah) yang lahir tidak dapat terlepas dari kondisi dan situasi masyarakat dimana hadis itu terbentuk, serta tidak lepas dari peran sahabat pada masa itu. Masyarakat dan sahabat adalah merupakan subjek sekaligus objek dari terbentuknya hadis. Hadis hadir mengiringi dan menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an, sekaligus sebagai jawaban-jawaban kejadian-kejadian atau kasus yang sedang terjadi baik masalah ibadah maupun muamalah. Mengingat pentingnya kedua faktor pembentuk lahirnya hadis, yaitu kondisi masyarakat dan peran sahabat, maka untuk mempelajari hadis pada saat ini tidak bisa mempelajari hadis berdasarkan teksnya belaka (tekstual), tetapi perlu juga mempelajari konteks saat hadis itu lahir. Berdasarkan uraian pembahasan di atas, jelaslah bahwa mempelajari hadis perlu mengkaji historis, sosiologis dan antropologis (kontekstual) masyarakat pada saat dimana hadis itu lahir.
Konsep Imam Dalam Al-Qur'an (Suatu Kajian Tematik) Zulkarnain Mubhar
Jurnal Al-Mubarak: Jurnal Kajian Al-Qur'an dan Tafsir Vol 4 No 1 (2019): Jurnal Al-Mubarak
Publisher : LP2M IAIM Sinjai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47435/al-mubarak.v4i1.59

Abstract

Berdasarkan pengetahuan masyarakat tentang kepemimpinan, maka mainstream mereka lebih kepada kepemimpinan publik baik dalam pengertian ima>mah, khila>fah, ataupun Ima>rah. Dari ketiga istilah kepemimpinan tersebut, yang menarik untuk dicermati adalah istilah ima>mah yang berasal dari kata ima>m, dimana secara umum diartikan sebagai pemimpin/leader. Lalu, apakah benar kata ima>m di dalam al-Qur’an berarti pemimpin sebagaimana yang dimengerti dan difahami secara global oleh kaum muslimin ? atau terdapat makna lain, sehingga dalam interpretasinya tidak menunujuk kepada arti pemimpin ? Untuk itu, dibutuhkan penjelasan tentang konsep ima>m dalam al-Qur’an dengan melihat pada hakikat, objek, bentuk dan sifat seorang ima>m.
Ayat-ayat Muhkam dan Muta>syabib Dalam Al-Qur'an Zulkarnain Mubhar
Jurnal Al-Mubarak: Jurnal Kajian Al-Qur'an dan Tafsir Vol 3 No 2 (2018): Jurnal Al-Mubarak
Publisher : LP2M IAIM Sinjai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47435/al-mubarak.v3i2.218

Abstract

Salah satu pokok pembahasan yang penting dan kontroversial sepanjang sejarah dalam kajian Ulumul Quran adalah masalah Muhkam dan Mutasya>bih. Hal ini dilatar belakangi oleh pendapat ulama tentang adanya atau tiada ayat muhkam dan mutasya>bih dalam al-Quran dengan adanya ayat-ayat muhkam dan ayat-ayat mutasya>bih, mengajak manusia berpikir dan merenungkan betapa Mahabesarnya Allah Swt. Dengan ayat-ayat al-Quran, manusia diajak untuk berpikir dan merenungkan apa yang dimaksud Allah yang tersirat dan termaktub di dalam Al-Qur’an.Maka adanya ayat-ayat muhkamat, dapat memudahkan bagi manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan bagi mereka dalam menghayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya. Serta mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan al-Quran, karena lafal ayat-ayatnya telah mudah diketahui, gampang dipahami, dan jelas pula untuk diamalkan. Begitu juga dengan adanya ayat-ayat mutasya>bihat, membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha dan persiapan manusia, masih ada kekurangan dan kelemahannya. Hal tersebut menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah Swt. dan kekuasaan ilmu-Nya yang Maha Mengetahui.