Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

GAMBARAN KESINTASAN PASIEN KO-INFEKSI TB-HIV BERDASARKAN LOKASI ANATOMI TUBERKULOSIS DI RUMAH SAKIT PENYAKIT INFEKSI PROF. DR. SULIANTI SAROSO TAHUN 2010-2013 Nor Efendi; Tri Yunis Miko Wahyono; Titi Sundari
The Indonesian Journal of Infectious Diseases Vol 2, No 1 (2015): THE INDONESIAN JOURNAL OF INFECTIOUS DISEASES
Publisher : Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr. Sulianti Saroso

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (344.77 KB) | DOI: 10.32667/ijid.v2i1.19

Abstract

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kesintasan 2 tahun setelah diagnosis pasien ko-infeksi TB-HIV berdasarkan lokasi anatomi Tuberkulosis (TB). Penelitian ini menggunakan desain kohort restrospektif dinamik menggunakan 177 rekam medik pasien ko-infeksi TB-HIV di RSPI Prof. Dr Sulianti Saroso Jakarta yang terdaftar tahun 2010-2013, diambil secara simple random sampling Kesintasan pasien ko-infeksi TB-HIV 2 tahun setelah diagnosa dengan lokasi anatomi TB di ekstra paru sebesar 86%, lebih rendah dibandingkan dengan lokasi anatomi TB di paru sebesar 98%. Lokasi anatomi TB di ekstra paru beresiko lebih cepat mengalami kematian pada pasien ko-infeksi TB-HIV (HR 1,47, 95% CI : 0,55-3,90). Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan sistem imunitas tubuh yang luas sehingga infeksi dan penyebaran kuman TB juga akan meluas seperti ke kelenjar getah bening, pleura dan organ lainnya. TB ekstra paru memiliki beban bakteri TB yang lebih tinggi dan menunjukkan progresifitas perjalanan penyakit semakin parah yang mengakibatkan probabilitas ketahanan hidup (kesintasan) penderitanya semakin menurun. Perlu dilakukan screening lebih intensif terhadap pasien ko-infeksi TB-HIV untuk menemukan kemungkinan TB di ekstra paru sedini mungkin agar dapat diberikan penatalaksanaan yang tepat dalam rangka meningkatkan kualitas hidup penderitanya.Abstract : The study aims to describe the overview of survival for 2 years after diagnosed of patients co-infection with TB-HIV based on the anatomical site of Tuberculosis (TB). The design of this study was dynamic retrospective cohort with 177 medical records of TB-HIV co-infection patients in the Center of infection hospital Prof. Dr. Sulianti Saroso, Jakarta, from 2010 to 2013, taken by simple random sampling technique. The survival of TB-HIV co-infection for 2 years after it was diagnosed in patients with anatomical site of TB in the extrapulmonary was 86% and it was lower compared to patient with the anatomical site in the pulmonary which was 98%. Anatomical site of TB in the extrapulmonary had risk of death faster toward TB-HIV co-infection patients (HR 1,47, 95% CI : 0,55-3,90). HIV infection cause the widespreading damage in the immunity system therefor the infection of TB microbe also spreading to other organ such as lymph nodes and pleura. Extrapulmonary TB has much more TB microbe that worsen the progressivity of the disease and decrease the probability of the patient’s survival. Intensive screening are needed for TB/HIV co-infection patients to diagnosed the possibility of TB infection in the extrapulmonary as early as possible to increase the quality of life of its patients by finding the proper treatment.
Penentuan Diagnostik Lymphadenopathy Colli Dengan Metode Biopsi pada Penderita HIV-TB Di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Ida Bagus Sila Wiweka; Adria Rusli; Titi Sundari; NFN Stevanus; Marti Kusumaningsih; Sardikin Giriputro; Faisal Rizal Matondang; Ervan Budiman
The Indonesian Journal of Infectious Diseases Vol 1, No 01 (2013): The Indonesian Journal of Infectious Diseases
Publisher : Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr. Sulianti Saroso

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (181.436 KB) | DOI: 10.32667/ijid.v1i01.1

Abstract

Mycobaterium tuberculosis (M.tuberculosis) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Salah satu manifestasi klinis yang terinfeksi M.tuberculosis adalah pembesaran kelenjar getah bening pada regio colli, axilla, inguinal, abdominal yang sering di sebut tuberkulosis kelenjar. Tuberkulosis kelenjar masih sering menimbulkan permasalahan baik dari segi diagnostik, pengobatan dan pemantauan hasil pengobatannya teristimewa di daerah endemis TB, ditambah lagi gejala tuberkulosis pada penderita HIV sering tidak jelas manifestasi yang sering timbul adalah pembesaran kelenjar getah bening.Telah dilakukan penelitian pada 11 pasien HIV dengan pembesaran kelenjar getah bening leher yang diduga karena infeksi M.tb serta bersedia secara tertulis mengikuti penelitian ini. Pada semua subjek dilakukan biopsi jarum halus dan biopsi dengan pembedahan. Hasil biopsi tersebut dilakukan pemeriksaan pewarnaan langsung BTA; sitologi dan PCR. Hasil yang didapat adalah preparat BTA langsung dari BJH 36,4%; Sitologi dari BJH positif tuberkulosis 36,4%; PCR tuberkulosis positif 45,5%; Hasil pemeriksaan Patologi Anatomi (PA) yang positif tuberkulosis adalah 72,7%.Berdasarkan penelitian perbandingan pemeriksaan Mycobaterium tuberculosis pada pembesaran KGB pada pasien HIV dianjurkan melakukan pemeriksaan PA dari bahan spesimen ekstirpasi dari kelenjar getah bening leher, pertimbangankan PCR tuberkulosis yang non invasif.
Profil Pasien Suspek Resistensi Ganda Tuberkulosis HIV/AIDS di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Prof. Dr. Sulianti Saroso Tahun 2012 Pompini Agustina; Huda Rahmawati; Adria Rusli; Titi Sundari; Ida Bagus Sila Wiweka
The Indonesian Journal of Infectious Diseases Vol 3, No 1 (2016): THE INDONESIAN JOURNAL OF INFECTIOUS DISEASES
Publisher : Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr. Sulianti Saroso

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (198.777 KB) | DOI: 10.32667/ijid.v3i1.26

Abstract

AbstrakLatar belakang : Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis terutama menyerang paru. Laporan World Health Organization (WHO) menuliskan pada umumnya hanya sedikit orang yang terinfeksi TB menjadi sakit TB namun pada orang dengan HIV/AIDS yang terinfeksi TB banyak menjadi sakit TB. Resistensi terhadap Obat Anti Tuberkulosa (OAT) menjadi salah satu masalah penting dalam pengobatan TB. Ketersediaan obat yang ampuh tetapi tidak diberikan dengan baik menimbulkan masalah resistensi termasuk Resistensi Ganda (RG)/ Multidrug Resistant (MDR).Metode : Penelitian ini mempunyai desain deskriptif potong lintang menggunakan data yang sudah direkapitulasi dari case report form (CRF). Sampel penelitian ini adalah pasien suspek resistensi ganda TB pada HIV. Kriteria inklusi adalah semua pasien usia > 15 tahun dengan HIV TB Paru BTA positif atau negatif kasus baru, kasus kambuh, kasus putus obat, gagal terapi (suspek resistensi ganda) yang berobat ke Instalasi rawat jalan maupun Instalasi rawat inap RSPI Prof Dr. Sulianti Saroso. Sampel berjumlah 21 orang pasien suspek resistensi ganda TB HIV/AIDS periode Maret – Desember 2012 di RSPI Prof dr Sulianti Saroso. Hasil disajikan ke dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dianalisis secara univariat.Hasil : Secara keseluruhan kelompok pasien suspek resistensi ganda TB HIV/AIDS paling banyak didapatkan pada usia 15-35 tahun sebesar 18 orang (85,7%), sebanyak 7 orang (33,33%) bekerja dengan pekerjaan sebagai karyawan, tingkat pendidikan paling banyak Sekolah Menengah Atas berjumlah 15 orang (71,4%) dan faktor risiko pasien paling banyak dari seks bebas dengan jumlah 13 orang (61,9%), Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan jumlah CD4 pasien cenderung rendah yaitu CD4 <100 sel/μL berjumlah 18 orang (66,7%), sementara jumlah limfosit paling banyak antara 15 % sampai 40 % sebanyak 10 orang (47,6%).Kesimpulan : Profil pasien suspek resistensi ganda TB HIV/AIDS RSPI Prof dr Sulianti Saroso pada kelompok usia produktif dengan faktor risiko utama adalah seks bebas dan kondisi sistem kekebalan tubuh buruk.
Profil Kepatuhan Higiene Perorangan Penjamah Makanan di Instalasi Gizi dan Tata Boga Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Prof. Dr. Sulianti Saroso Ika Susanti; Nunung Hendrawati; Titi Sundari; Maya Marinda Montain
The Indonesian Journal of Infectious Diseases Vol 3, No 2 (2016): The Indonesian Journal of Infectious Diseases
Publisher : Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr. Sulianti Saroso

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (359.902 KB) | DOI: 10.32667/ijid.v3i2.33

Abstract

AbstrakLatar belakang : Salah satu upaya higiene sanitasi makanan yaitu dengan meningkatkan higiene perorangan pada penjamah makanan yang merupakan kunci keberhasilan dalam pengolahan makanan yang aman dan sehat. Higiene perorangan yang terlibat dalam pengolahan makanan akan dapat dicapai, apabila dalam diri pekerja tertanam pengertian tentang pentingnya menjaga kesehatan dan kebersihan diri. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui profil kepatuhan higiene perorangan penjamah makanan di Instalasi Gizi dan Tata Boga RSPI Prof. Dr. Sulianti SarosoMetode : Kajian ini menggunakan desain deskriptif dengan metode potong lintang. Sampel meliputi petugas penjamah makanan di Instalasi Gizi dan Tata Boga - RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso periode tahun 2016.Hasil : Dari 19 penjamah makanan sebagian besar berjenis kelamin perempuan (52.6%), tingkat pendidikan sebagian besar memiliki latar belakang pendidikan setara SMA (78.9%, Kondisi kesehatan penjamah makanan sebagian besar pernah MCU 73.7% dengan hasil sehat bersyarat, dari observasi perilaku diketahui bahwa penjamah makanan berperilaku tidak higienis diantaranya yaitu tidak memakai sepatu tertutup sebanyak 96.5%, tidak memakai baju kerja sebanyak 87.5%, tidak memakai masker sebanyak 77.2%, tidak memakai penutup kepala sebanyak 71.9%, tidak memakai sarung tangan sebanyak 50%, tidak memakai celemek sebanyak 33.3%, bercakap cakap sebanyak 28.1% dan tidak menutup makanan yang matang sebanyak 25.9%, kepatuhan dalam hygiene perorangan sebagian besar 89.5% dengan kepatuhan kategori kurang.Kesimpulan : Penjamah makanan sebagian besardengan kepatuhan kategori kurang 89.5% dan 10.5% dengan kepatuhan kategori sedang.AbstractBackground : One of food sanitation hygiene efforts is to improve personal hygiene of food handlers which is the key to success in processing of safe and healthy food personal hygiene involved in food processing will be able to be reached, if the workers them selves are embedded an understanding of importance to keep health and personal hygiene. This study aimed to determine the compliance profile of personal hygiene of food handlers in Nutrion and Gulinary Installation at RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso.Methods: The study used a descriptive design with cross sectional method. The samples included some food handlers officers in Nutrion and Gulinary Installation at RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso in period of 2016Results: Obtained From 19 food handlers mostly are female (52.6%) most of education level have educational backgrounds similar to senior high school SMA (78.9%), health condition of food handlers aremostly ever MCU (73.7%) with conditional health results from the observations of the behavior were known that food handlers behaved unhygiene such as they didn’t wear closed shoes as many as 96.5%, not wear working clothes as many as much as (71.9%), not wear gloves as many as (50%), not wear aprons as much as (33.3%), talked while working as much as (28.1%), and not close the food that have been cooked as many as (25.9%), most compliance of personal hygiene are (89.5%) with the compliance of deficient category.Conclusion : Most of food handlers with deficient category compliance are (89.5%) and (10.5%) with the compliance of medium catagory.
Profil Pasien Suspek Resistensi Ganda Tuberkulosis HIV/AIDS di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Prof. Dr. Sulianti Saroso Tahun 2012 Pompini Agustina; Huda Rahmawati; Adria Rusli; Titi Sundari; Ida Bagus Sila Wiweka
The Indonesian Journal of Infectious Diseases Vol. 3 No. 1 (2016): THE INDONESIAN JOURNAL OF INFECTIOUS DISEASES
Publisher : Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr. Sulianti Saroso

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32667/ijid.v3i1.26

Abstract

AbstrakLatar belakang : Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis terutama menyerang paru. Laporan World Health Organization (WHO) menuliskan pada umumnya hanya sedikit orang yang terinfeksi TB menjadi sakit TB namun pada orang dengan HIV/AIDS yang terinfeksi TB banyak menjadi sakit TB. Resistensi terhadap Obat Anti Tuberkulosa (OAT) menjadi salah satu masalah penting dalam pengobatan TB. Ketersediaan obat yang ampuh tetapi tidak diberikan dengan baik menimbulkan masalah resistensi termasuk Resistensi Ganda (RG)/ Multidrug Resistant (MDR).Metode : Penelitian ini mempunyai desain deskriptif potong lintang menggunakan data yang sudah direkapitulasi dari case report form (CRF). Sampel penelitian ini adalah pasien suspek resistensi ganda TB pada HIV. Kriteria inklusi adalah semua pasien usia > 15 tahun dengan HIV TB Paru BTA positif atau negatif kasus baru, kasus kambuh, kasus putus obat, gagal terapi (suspek resistensi ganda) yang berobat ke Instalasi rawat jalan maupun Instalasi rawat inap RSPI Prof Dr. Sulianti Saroso. Sampel berjumlah 21 orang pasien suspek resistensi ganda TB HIV/AIDS periode Maret – Desember 2012 di RSPI Prof dr Sulianti Saroso. Hasil disajikan ke dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dianalisis secara univariat.Hasil : Secara keseluruhan kelompok pasien suspek resistensi ganda TB HIV/AIDS paling banyak didapatkan pada usia 15-35 tahun sebesar 18 orang (85,7%), sebanyak 7 orang (33,33%) bekerja dengan pekerjaan sebagai karyawan, tingkat pendidikan paling banyak Sekolah Menengah Atas berjumlah 15 orang (71,4%) dan faktor risiko pasien paling banyak dari seks bebas dengan jumlah 13 orang (61,9%), Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan jumlah CD4 pasien cenderung rendah yaitu CD4 <100 sel/μL berjumlah 18 orang (66,7%), sementara jumlah limfosit paling banyak antara 15 % sampai 40 % sebanyak 10 orang (47,6%).Kesimpulan : Profil pasien suspek resistensi ganda TB HIV/AIDS RSPI Prof dr Sulianti Saroso pada kelompok usia produktif dengan faktor risiko utama adalah seks bebas dan kondisi sistem kekebalan tubuh buruk.
Profil Kepatuhan Higiene Perorangan Penjamah Makanan di Instalasi Gizi dan Tata Boga Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Prof. Dr. Sulianti Saroso Ika Susanti; Nunung Hendrawati; Titi Sundari; Maya Marinda Montain
The Indonesian Journal of Infectious Diseases Vol. 3 No. 2 (2016): The Indonesian Journal of Infectious Diseases
Publisher : Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr. Sulianti Saroso

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32667/ijid.v3i2.33

Abstract

AbstrakLatar belakang : Salah satu upaya higiene sanitasi makanan yaitu dengan meningkatkan higiene perorangan pada penjamah makanan yang merupakan kunci keberhasilan dalam pengolahan makanan yang aman dan sehat. Higiene perorangan yang terlibat dalam pengolahan makanan akan dapat dicapai, apabila dalam diri pekerja tertanam pengertian tentang pentingnya menjaga kesehatan dan kebersihan diri. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui profil kepatuhan higiene perorangan penjamah makanan di Instalasi Gizi dan Tata Boga RSPI Prof. Dr. Sulianti SarosoMetode : Kajian ini menggunakan desain deskriptif dengan metode potong lintang. Sampel meliputi petugas penjamah makanan di Instalasi Gizi dan Tata Boga - RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso periode tahun 2016.Hasil : Dari 19 penjamah makanan sebagian besar berjenis kelamin perempuan (52.6%), tingkat pendidikan sebagian besar memiliki latar belakang pendidikan setara SMA (78.9%, Kondisi kesehatan penjamah makanan sebagian besar pernah MCU 73.7% dengan hasil sehat bersyarat, dari observasi perilaku diketahui bahwa penjamah makanan berperilaku tidak higienis diantaranya yaitu tidak memakai sepatu tertutup sebanyak 96.5%, tidak memakai baju kerja sebanyak 87.5%, tidak memakai masker sebanyak 77.2%, tidak memakai penutup kepala sebanyak 71.9%, tidak memakai sarung tangan sebanyak 50%, tidak memakai celemek sebanyak 33.3%, bercakap cakap sebanyak 28.1% dan tidak menutup makanan yang matang sebanyak 25.9%, kepatuhan dalam hygiene perorangan sebagian besar 89.5% dengan kepatuhan kategori kurang.Kesimpulan : Penjamah makanan sebagian besardengan kepatuhan kategori kurang 89.5% dan 10.5% dengan kepatuhan kategori sedang.AbstractBackground : One of food sanitation hygiene efforts is to improve personal hygiene of food handlers which is the key to success in processing of safe and healthy food personal hygiene involved in food processing will be able to be reached, if the workers them selves are embedded an understanding of importance to keep health and personal hygiene. This study aimed to determine the compliance profile of personal hygiene of food handlers in Nutrion and Gulinary Installation at RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso.Methods: The study used a descriptive design with cross sectional method. The samples included some food handlers officers in Nutrion and Gulinary Installation at RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso in period of 2016Results: Obtained From 19 food handlers mostly are female (52.6%) most of education level have educational backgrounds similar to senior high school SMA (78.9%), health condition of food handlers aremostly ever MCU (73.7%) with conditional health results from the observations of the behavior were known that food handlers behaved unhygiene such as they didn’t wear closed shoes as many as 96.5%, not wear working clothes as many as much as (71.9%), not wear gloves as many as (50%), not wear aprons as much as (33.3%), talked while working as much as (28.1%), and not close the food that have been cooked as many as (25.9%), most compliance of personal hygiene are (89.5%) with the compliance of deficient category.Conclusion : Most of food handlers with deficient category compliance are (89.5%) and (10.5%) with the compliance of medium catagory.