Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Ketentuan Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Usia Anak Dalam Perspektif Hukum Pidana Dengan Hukum Islam Reski Anwar
Cakrawala Hukum: Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma Vol 23, No 1 (2021): Majalah Imiah Cakrawala Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/chk.v23i1.134

Abstract

Child Criminal liability for children who commit a criminal offence is governed Criminal law in Indonesia is often an age-related problem. The Child's age limit becomes a determining factor for the child to be sentenced or separated. The approach of using normative juridical, library data and a comparative analysis of the inductive. ) From the results of the study can be concluded, first, According to the positive law of the child who can be imposed criminal, aged 12-18 years, second, according to the Islamic law of the child who is said to have Mature (Baligh) is 15 years old, third The ideal age concept of a child subject to criminal under Law Number 11 year 2012 said that the child can be subjected to a criminal aged 12 years to 18 years and never married. Because if a child commits a criminal offence, such as killing, stealing, or raping, then the child will be concerned with the law, and subject to criminal penalties.Keyword: Age limits, Criminal Law, Islamic Law. Pertanggungjawaban pidana anak bagi anak yang melakukan tindak pidana diatur dalam hukum  pidana di Indonesia Memiliki beberapa ketentuan yang berpatokan pada regulasi yang ada. Batasan Usia Anak menjadi faktor penentu anak dikenakan hukuman atau lepas dari pertanggungjawaban. Bagaimana konsep ideal usia anak pada pertanggungjawaban pidana dan hukum islam. Pendekatan menggunakan yuridis normatif, data kepustakaan dan analisis induktif-komparatif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan. Menurut hukum pidana, anak yang dapat dikenakan pidana yaitu berusia 12-18 tahun. Selanjutnya menurut hukum Islam anak yang dikatakan telah Baligh yaitu berusia 15 tahun. Konsep usia ideal anak yang dikenakan pidana menurut  Undang-undang No 11 Tahun 2012 mengatakan bahwa anak yang bisa dikenakan pidana berusia 12 Tahun sampai 18 Tahun dan belum pernah kawin. Karena apabila anak melakukan suatu tindak pidana, seperti membunuh, mencuri, atau memperkosa, maka anak tersebut akan bersangkutan dengan hukum, dan dikenakan hukuman tindak pidanaa. Hal lain idealnya menurut hukum islam yang dimana batasan-batasan ini tidak berdasarkan atas hitungan usia, akan tetapi dimulai sejak munculnya tanda biologis atau perubahan secara fisik pada anak tersebut, baik pria maupun wanita.Kata Kunci: Usia Anak, Hukum Positif, Hukum Islam.
Penguatan Ketaatan Hukum Sebagai Wujud Pembangunan Budaya Hukum (Pengabdian Di Desa Tuik Kecamatan Kelapa Kabupaten Bangka Barat Propinsi Kepulauan Bangka Belitung) Reski Anwar
Wijayakusuma Law Review Vol 2, No 01 (2020)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (698.932 KB) | DOI: 10.51921/wlr.v2i01.129

Abstract

Abstract Obedience to law is one of the harmony of legal culture in community life. Legal culture can be built starting from the family environment and individuals belonging to the family. The purpose of community service activities in the village of Tuik Kelapa district of West Bangka District is in order to build Community legal awareness. This dedication activities include legal counseling in arranging the technical guidelines of regulations in the village, subsequent dialogue on the Justice of women and children and the assistance of legal problems to materialize a peaceful legal culture and Orderly. The impact of this dedication activity is to develop a level of legal awareness for citizens, individuals and order and to be regulated in the Association of society. Furthermore, the results of this dedication are scientific publications, growing the level of public awareness and the formation of high concern in women and children, and understand the legal characteristics of the village regulations.Keywords: Obedience, legal culture, Tuik village. AbstrakKetaatan pada hukum merupakan salah satu dari terciptanya keharmonisan budaya hukum dalam kehidupan  bermasyarakat. Budaya hukum dapat terbina dimulai dari lingkungan keluarga dan individu-individu yang tergabung dalam keluarga. Tujuan dari kegiatan pengabdian masyarakat di Desa Tuik Kecamatan Kelapa Kabupaten Bangka Barat adalah dalam rangka membangun kesadaran hukum masyarakat. Kegiatan pengabdian ini meliputi kegiatan penyuluhan hukum dalam menyusun pedoman teknis peraturan di desa, selanjutnya dialog mengenai keadilan perempuan dan anak serta pendampingan permasalahan hukum masyarakat agar terwujud budaya hukum yang damai dan tertib. Dampak kegiatan pengabdian ini agar menumbuh kembangkan tingkat kesadaran hukum bagi warga, individu dan tercipta ketertiban serta ke teraturan dalam pergaulan masyarakat. Selanjutnya Hasil dari kegiatan pengabdian ini adalah publikasi ilmiah, berkembangnya tingkat kesadaran hukum masyarakat dan terbentuknya rasa kepedulian yang tinggi pada perempuan dan anak, serta memahami karakteristik hukum yang ada pada peraturan desa.Kata Kunci : Ketaatan, Budaya Hukum, Desa Tuik.