Abstract. The problem of food is indeed a very complicated problem to discuss and is a fundamental matter for humans. Because it involves survival and survival and is related to other problems. As a result of the Covid-19 pandemic, the government is again planning to re-utilize sago as a staple food that needs to be developed through the Nusantara Sago Week 2020. Sago contributes to the fulfillment of food in Indonesia, not only rice and can provide economic opportunities. In the Mentawai Islands, is an area that has a lot of land and sago plants. However, this has not been ignored for a long time because many programs from the government are contradictory and have resulted in sago land and the Sarereiket community being pressured. So that their access to food, which is mainly sago, has begun to be disrupted. This study uses an ethnographic approach with interpretation analysis. So that they can question and answer doubts about the phenomenon of food problems in South Siberut, especially for the Sarereiket people. Government intervention through policies and programs that lead to food causes harm and duality to the Sarereiket people. So they are in a dilemma and trapped in the simalakama trap of "eating or not eating sago" which is still being felt. Therefore, food sovereignty in South Siberut needs to be reviewed and measured according to the current situation in South Siberut.Keywords: Food Sovereignty, Food security, Mentawai, Sarereiket. Abstrak. Masalah pangan memang menjadi masalah yang sangat pelik untuk dibahas dan merupakan perkara yang fundamental bagi manusia. Karena menyangkut hanyat hidup dan keberlangsungan hidup serta terkait dengan masalah lainnya. Akibat pandemi Covid-19, pemerintah kembali menggadangkan untuk kembali mendayagunakan sagu sebagai pangan pokok yang perlu dikembangkan melalui Pekan Sagu Nusantara tahun 2020. Sagu turut andil dalam pemenuhan pangan di Indonesia bukan hanya beras dan dapat memberikan peluang ekonomi. Di Kepualauan Mentawai, merupakan wilayah yang banyak memiliki lahan dan tanaman sagu. Namun hal ini sudah lama tidak diabaikan karena banyak program-program dari pemeirntah yang bertentangan dan mengakibatkan lahan sagu dan masyarakat Sarereiket terdesak. Sehingga akses pangan mereka yang utama sagu mulai terganggu. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi dengan analisis interpretasi. Sehingga dapat mempertanyakan dan menjawab keraguan terhadap fenomena masalah pangan di Siberut Selatan khususnya bagi orang Sarereiket. Intervensi pemerintah melalaui kebijakan dan program yang bermuara pada pangan menyebabkan kerugian dan dualitas bagi orang Sarereiket. Sehingga mereka berada dalam sebuah dilema dan terjebak dalam perangkap simalakama “memakan atau tidak memakan sagu” yang hingga saat ini masih dirasakan. Oleh sebab itu, kedaulatan pangan di Siberut Selatan perlu ditinjau ulang dan ditakar sesuai keadaan yang terjadi di Siberut Selatan saat ini.Kata kunci: Kedaulatan Pangan, Ketahanan Pangan, Mentawai, Sarereiket.