Keteraturan didalam pergaulan hidup manusia, perlu dikontrol sehingga tidak menimbulkan ketidak teraturan. Perlindungan hukum tidak menghendaki adanya perbedaan penerapan hukum, didalam UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM pada Pasal 1 ayat (1) berbunyi : Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukun, Pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Perlindungan hukum adalah sama kedudukannya dihadapan hukum, dan sejalan dengan ketentuan UUNo 39 Tahun 1999, Tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 3 ayat (1), Ayat (2) dan ayat (3). Munculnya kasus Pekerja seks komersial menjadi akibat dari berbagai konsekuensi kebutuhan hidup saat ini. Pekerja Seks komersial Waria secara hukum dibuktikan dengan identitas diri, maupun biologis seperti pria pada umumnya. Materi yang dimiliki, mengakibatkan kehilangan Nyawa sehingga layak mendapat perlindungan hukum. Perlidungan yang diterima oleh gendre Waria, menjadi persoalan besar di era milenial yang harus diselesaikan, yang berujung pada jaminan kepastian hukum. Terlepas dari Gendre/”pilihan konsep Diri”, diperlukan perlakuan yang sama dihadapat hukum dengan menindak pelaku, termasuk kekerasan dan pelecehan yang dialami oleh Pekerja seks Komersial Gendre Waria tanpa membedakan dan mengesampingkan hak sebagai subjek hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga umumnya sebelum melangkah ke proses hukum yang lebih jauh seorang yang melekat Predikat Waria, haruslah memahami prosedur pelaporan dihadapan hukum. Dengan demikian, setiap proses perlindungan Hukum yang dikehendaki akan berjalan lebih pasti