Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Analisis Hukum Islam terhadap Cashback di Tokopedia Nurfyana Narmia Sari; Misbahuddin Misbahuddin; Asfira Yuniar; Ibtisam Ibtisam
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Vol 5, No 02 (2021): JURNAL HUKUM EKONOMI SYARIAH (DESEMBER 2021)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26618/j-hes.v5i02.5682

Abstract

Cashback merupakan penawaran bagi costumer berupa poin digital atau uang digital yang akan diberikan kepada costumer jika telah membeli sebuah barang dari penjual dengan kesepakatan bersama. Penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dan pendekatan fiqih. Penelitian tersrebut bertujian untuk menghindari suatu transaksi yang bertentangan dengan hukum Islam. Cashback merupakan tipuan marketing dengan tujuan menarik pelanggan, cashback termasuk dalam khiyaar ghabn. Fungsi khiyar dalam hukum islam ialah jika seseorang melakukan jual beli dapat memikirikan dampak yang ditimbulkan kedepannya supaya tidak ada penyesalan dikemudian hari. Khiyaar ghabn diperbolehkan oleh ulama Hanafiyah jika tipuannya (ghabn) mengandung bujukan (taghrir). Jadi, cashback dibolehkan karena sebuah tipuan untuk membujuk pelanggan di tokopedia. pelanggan di tokopedia. Dinyatakan dalam al-Ikhtiyarat, Boleh membuat kesepakatan potongan pembayaran cicilan yang dan ini merupakan pendapat Imam Ahmad dalam satu riwayat dan satu keterangan dari Imam as-Syafi’i. Alasan Ibnul Qoyim yang membolehkan hal tersebut, karena kesepakatan ini kebalikan dari riba. Dalam transaksi riba, waktu pelunasannya ditambah dan nilai utang dinaikkan.Ulama yang mengharamkan kesepakatan ini, meng-qiyas-kan kesepakatan ini dengan riba. Padahal sangat jelas perbedaan antara orang mengatakan, “Lunasi sekarang atau ditunda dan ada ribanya.” dengan orang mengatakan, “Lunasi segera, nanti saya kasih potongan 100rb.” Bagaimana ini bisa disamakan. Sehingga tidak ada dalil yang menunjukkan haramnya, tidak pula ijma’, maupun qiyas yang shahih. Cashback dibolehkan karena tidak mengandung riba dan termasuk dalam khiyar gabhn.Kata Kunci: Cashback; Hukum Cashback; Pelanggan.Analisys of Islamic Law on Cashback TokopediaAbstractCashback is a marketing ploy with the aim of attracting customers, cashback is included in khiyaar ghabn. The function of khiyar in Islamic law is that if someone makes a sale and purchase, they can think about the impact it will have in the future so that there will be no regrets in the future. Khiyaar ghabn is allowed by Hanafiyah scholars if the trick (ghabn) contains persuasion (taghrir). So, cashback is allowed because it is a trick to persuade customers on Tokopedia. customers at Tokopedia. It is stated in al-Ikhtiyarat, it is permissible to make an agreement on installment payments which is the opinion of Imam Ahmad in a history and a statement from Imam as-Shafi'i. The reason why Ibnul Qoyim allowed this was because this agreement was the opposite of usury. In usury transactions, the repayment time is increased and the value of the debt is increased. Ulama who forbid this agreement, qiyas this agreement with usury. Even though there is a very clear difference between people saying, "Pay off now or delay and there is usury." with people saying, "Pay off immediately, I'll give you a 100k discount later." How can this be equated. So that there is no evidence that shows that it is haram, nor does ijma' or qiyas that are authentic. Cashback is allowed because it does not contain usury and is included in khiyar gabhn. Keywords: Cashback; Casback law; Customers
Pendirian Bank Tanpa Izin Melakukan Usaha Perbankan (Shadow Banking) Dalam Perspektif Hukum Islam Nurfyana Narmia Sari; Dudung Abdullah
Iqtishaduna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah Volume 1 Nomor 1 Oktober 2019
Publisher : Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum Uin Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/iqtishaduna.v1i1.10936

Abstract

AbstrakPenerapan hukum pidana tidak terlepas dari bukti-bukti yang terdapat di dalam putusan, selain mengacu ke putusan, hakim juga menerapkan apa yang telah tertuang di dalam Undang-undang tentang pelanggaran bank, salah satu penerapan hukum pidana pada kasus Nomor 222/Pid.Sus/2018/Pn.Mks yaitu terdakwa dinyatakan telah melanggar Pasal 46 ayat 1 Jo. Pasal 16 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan. Dengan adanya bukti-bukti, dakwaan jaksa penuntut dan keterangan terdakwa. Sehingga penerapan hukumnya hanya berdasarkan Undang-Undang dan surat keputusan. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun dikurangi penahanan yang telah dijalani, dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan, denda sebesar Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) subsidair 6 bulan penjara. Sedangkan dalam pandangan Hukum Islam pendirian bank tanpa izin melakukan usaha perbankan (Shadow Banking) yaitu: haram zatnya, haram selain zatnya, tidak sah (lengkap) akadnya, dan termasuk Syirkah Amwāl (kongsi dana) dibolehkan dalam Islam tetapi bisa menjadi tidak sah karena tidak memiliki izin.Kata Kunci : Pendirian Bank, Tanpa Izin Usaha, Hukum Islam. AbstractThe application of criminal law is inseparable from the evidence contained in the decision, in addition to referring to the decision, the judge also applies what has been stated in the Law on bank violations, one of the applications of criminal law in case Number 222/Pid.Sus/2018/Pn.Mks ie the defendant is declared to have violated Article 46 paragraph 1 Jo. Article 16 of Law Number 7 of 1992 concerning banking. With the evidence, the prosecutor's indictment and the defendant's statement. So that the application of the law is only based on laws and decrees. Sentencing the defendant to imprisonment for 7 (seven) years less the detention that has been served, with the order that the defendant remain detained, a fine of Rp. 10,000,000,000.00 (ten billion rupiah) subsidiary 6 (six) months in prison. Whereas in view of Islamic Law the establishment of a bank without a license to conduct banking (Shadow Banking) business, namely: illicit substances, illicit other than substances, illegitimate (complete) contracts, and including Syirkah Amwāl (joint venture funds) are permitted in Islam but can be invalid because they aren’t legal have permission.Keywords: Establishment of Bank, Without Business License, Islamic Law.