Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PENGOLAHAN PUPUK ORGANIK CAIR LIMBAH RUMAH POTONG HEWAN UNTUK KELOMPOK TANI KARYA USAHA II KABUPATEN KUBU RAYA Dian Rahayu Jati
Jurnal Buletin Al-Ribaath Vol 15, No 1 (2018): Buletin Al-Ribaath
Publisher : Universitas Muhammadiyah Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (592.337 KB) | DOI: 10.29406/br.v15i1.1132

Abstract

ABSTRACTKarya Usaha II Farmer Group is still applying conventional farming systems which mean still very dependent on an-organic fertilizer. Excessive use of an-organic fertilizers will adversely affect the environment. Alternative solutions are made in the form of using organic fertilizers from local resources, namely cowhide blood waste. The implementation method used in this activity is participatory and collaborative methods. The success of this activity by using the participatory method is very much determined by the direct involvement of the community starting from the planning, fertilizer making, planting, fertilizing and maintenance processes. The results of this activity are expected to increase the independence of the farmer group partners in providing organic fertilizer for agricultural purposes as well as being able to initiate changes from conventional farming systems to organic farming systems. Keywords: Liquid Organic Fertilizer, Rice Farming, Waste of Cow Blood
ANALISA JUMLAH TITIK PANAS (HOTSPOT) TERHADAP INDEX STANDAR PENCEMARAN UDARA (ISPU) SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS UDARA DI KOTA PONTIANAK Rezki Maulana; Dian Rahayu Jati; Laili Fitria
Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah Vol 5, No 1 (2017): JURNAL 2017
Publisher : Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/jtllb.v5i1.19650

Abstract

ABSTRAKPencemaran udara di Kota Pontianak sebagian besar disebabkan oleh pembukaan lahan yang di lakukan oleh masyarakat untuk membuka lahan pertanian baru, perumahan serta industri. Aktivitas ini selain menyebabkan dari pencemaran udara juga mengakibatkan munculnya Titik Panas (Hotspot) dari kebakaran hutan yang terjadi paling banyak pada musim kemarau. Sebagian besar kebakaran hutan terjadi pada lahan gambut yang berpotensi menghasilkan kabut asap. Kabut asap ini menyebabkan adanya perubahan kualitas udara. Untuk mengetahui adanya hubungan antara memburuknya kualitas udara akibat kebakaran hutan maka perlu dilakukan penelitian untuk melihat korelasi antara ISPU dengan jumlah titik panas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah titik panas (Hotspot) tahun 2010 – 2015 di Kota Pontianak, mengetahui konsentrasi parameter kualitas udara () dari data Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU)dan menganalisa hubungan antara jumlah titik panas (Hotspot) dengan konsentrasi parameter () dari data Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di Kota Pontianak tahun 2010 – 2015. Data yang digunakan adalah data titik panas (Hotspot) yang didapat dari Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat dan nilai  dari data Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) yang di dapat dari Dinas Badan Lingkungan Hidup Kota Pontianak dengan menggunakan alat Fix Station AQMS. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis statistik korelasi terhadap dua data tersebut. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada rentang tahun 2010 hingga 2015, jumlah titik panas (Hotspot) tertinggi terjadi pada tahun 2014 pada bulan Februari dengan jumlah 37 titik panas (Hotspot). Nilai Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) tertinggi terjadi pada tahun 2010 pada Bulan Oktober dengan jumlah rata-rata 256,38 ug/m3. Sementara titik panas (Hotspot) terendah terjadi pada tahun 2010 pada Bulan Januari dengan jumlah 2 titik panas (Hotspot), sedangkan nilai Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) terendah terjadi pada tahun 2013 pada Bulan Maret dengan jumlah rata-rata 121,1 ug/m3. Hal ini terjadi karena titik panas (Hotspot) yang tertangkap oleh satelit NOAA bukan hanya berasal dari kebakaran hutan tetapi juga dari sumber lain sepeti asap transportasi, pabrik maupun pembakaran untuk buka lahan pertanian dan perumahan yang baru. Satelit NOAA dapat menangkap titik  yang lebih panas dari lingkungan sekitarnya.Untuk mengetahui kekuatan hubungan antara kedua variabel tersebut, dilakukan analisa korelasi dengan program SPSS. Pada uji korelasi antara jumlah Hotspot dengan nilai  pada tahun 2014, didapatkan nilai signifikan 0,028 (kurang dari 0,05), yang berarti ada hubungan secara signifikan antara jumlah hotspot dengan nilai PM10.Pada tahun 2010, didapatkan nilai signifikan 0,552 (lebih dari 0,05) yang artinya tidak ada hubungan secara signifikan antara jumlah hotspot dengan nilai PM10. Kata Kunci : Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU), kualitas udara,titik panas (hotspot) 
INVENTARISASI EMISI CH4 DI TPA BATU LAYANG KOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT Mutiara Rizki Khatulistiwa; Dian Rahayu Jati; Laili Fitria
Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah Vol 4, No 1 (2016): Jurnal 2016
Publisher : Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/jtllb.v4i1.13572

Abstract

ABSTRAKSalah satu gas rumah kaca penyebab perubahan iklim adalah CH4, yang dihasilkan oleh timbunan sampah. Emisi CH4 dari sampah merupakan hasil dekomposisi anaerobik dari bahan organik dalam sampah. Timbunan sampah yang semakin tinggi di TPA tanpa pengolahan lebih lanjut dapat menimbulkan emisi CH4 yang semakin besar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui timbulan dan komposisi sampah TPA Batu Layang Kota Pontianak, menentukan estimasi emisi CH4 di TPA Batu Layang Kota Pontianak dengan menggunakan rumus IPCC dan memberikan rekomendasi berupa upaya mitigasi dan adaptasi berdasarkan jumlah emisi CH4 di TPA Batu Layang Kota Pontianak. Perhitungan emisi CH4 menggunakan acuan rumus IPCC Waste Model Calculation tahun 2006 dengan Tier-2. Hasil penelitian menunjukkan Timbulan sampah Kota Pontianak pada tahun 2015 adalah 0,52 kg/org/hari dengan komposisi sampah yang didominasi oleh sampah organik dengan presentase 81,4% dan sampah anorganik  18,6%. Nilai potensi emisi CH4 di TPA Batu Layang Kota Pontianak Tahun 2015 adalah 4298,95  ton/tahun dan pada proyeksi Tahun 2020 adalah 4720 ton/tahun. Upaya mitigasi dan adaptasi yang dapat direkomendasikan adalah dengan sosialisasi teknik 3R, optimalisasi pengomposan dari sumber maupun TPA, peningkatan pengoperasian TPA dengan mengaplikasikan tanah penutup secara berkala, dan pemanfaatan volume gas yang lebih banyak di TPA, sehingga dapat mengurangi emisi CH4 yang lepas keatmosfer. Kata Kunci : Sampah, CH4, TPA Batu Layang.
EVALUASI TEKNIK OPERASIONAL PERSAMPAHAN KECAMATAN SAMBAS Agung Ananda Saugi; Dian Rahayu Jati; Laili Fitria
Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah Vol 5, No 1 (2017): JURNAL 2017
Publisher : Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/jtllb.v5i1.18406

Abstract

ABSTRAKPermasalahan sampah timbul karena tidak seimbangnya produksi sampah dengan pengelolaannya. Menurut data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kecamatan Sambas memiliki 56.787 warga pada tahun 2015. Setiap hari warga Kecamatan Sambas menghasilkan sampah sekitar 156,164 m3/ hari dan hanya 45% warga yang terlayani dengan asumsi satu orang menghasilkan 2,75 liter sampah perhari. Kinerja dari sistem pengelolaan sampah pada suatu kawasan atau wilayah akan menentukan kondisi lingkungan pada wilayah tersebut. Pengelolaan sampah di Kecamatan Sambas merupakan suatu permasalahan yang menjadi prioritas untuk diselesaikan. Peningkatan volume sampah yang dihasilkan dari berbagai aktivitas masyarakat membutuhkan penanganan dengan teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan agar sampah – sampah yang dihasilkan oleh aktivitas masyarakat tidak menimbulkan berbagai masalah yang dapat mengganggu lingkungan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui umur zona timbunan TPA Sorat dan mengevaluasi teknik operasional persampahan di Kecamatan Sambas. Metode yang digunakan adalah pengamatan langsung di lapangan dan membandingkan antara kondisi teknik operasional di Kecamatan Sambas dengan SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan. Analisis data dilakukan dengan melakukan perhitungan sesuai dengan SNI 3242-2008 tentang Pengelolaan Sampah di Permukiman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur zona timbunan TPA Sorat diprediksi dapat mencapai hingga 9 tahun kedepan dengan akumulasi timbunan sampah mencapai 122.315 m3 dan zona timbunan yang dipersiapkan seluas 1,25 Ha, yaitu dari tahun 2016 sampai tahun 2025 serta teknik operasional persampahan pada aspek pengumpulan sampah dan pengangkutan sampah di Kecamatan Sambas masih belum seluruhnya menerapkan SNI 19-2454-2002.Kata Kunci : Kecamatan Sambas, TPA Sorat, Teknik Operasional
ANALISIS DAMPAK KEBISINGAN DARI AKTIVITAS PENERBANGAN BANDARA INTERNASIONAL SUPADIO PONTIANAK TERHADAP KONSENTRASI BELAJAR SISWA SEKOLAH Eka Pratama Kurniawan; Dian Rahayu Jati; Laili Fitria
Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah Vol 5, No 1 (2017): JURNAL 2017
Publisher : Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/jtllb.v5i1.18544

Abstract

ABSTRAKSD Negeri 39 Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya merupakan satu diantara fasilitas pendidikan yang berada di sekitar area Bandara Internasional Supadio Pontianak. Jarak bangunan sekolah dengan bandara yang hanya berkisar 450 m, menjadikan kawasan tersebut termasuk kedalam kawasan kebisingan tingkat 3 yang artinya mempunyai gangguan terbesar akibat operasi pesawat udara pada siang dan malam hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kebisingan di SDN 39 Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, mengetahui pengaruh kebisingan terhadap konsentrasi belajar siswa yang diuji dengan menyusun puzzle, dan mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak kebisingan bagi para siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah  metode penelitian eksperimen. Penelitian dilakukan dengan tiga tahap, tahap pertama yaitu pengukuran intensitas kebisingan di lokasi penelitian. Tahap kedua, yaitu uji pendahuluan dan tahap ketiga yaitu uji akhir dengan menguji konsentrasi siswa dalam menyelesaikan susunan puzzle dalam waktu 10 menit dengan diberikan paparan kebisingan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat kebisingan di SDN 39 Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya telah melebihi baku mutu ambang batas kebisingan untuk kawasan pendidikan dalam hal ini sekolah yang tertuang dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP.48/MENLH/11/1996 yaitu sebesar 55 dB. Tingkat kebisingan di SDN 39 Sungai Raya yaitu dengan rentang sebesar 63,8 – 75,5 dBA.Berdasarkan uji regresi menggunakan aplikasi SPSS didapatkan bahwa nilai pengaruh kebisingan terhadap waktu penyelesaian puzzle adalah sebesar 82,5%. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kebisingan dari aktivitas penerbangan Bandara Internasional Supadio Pontianak mempengaruhi konsentrasi siswa yang diuji menggunakan penyusunan puzzle.Kata Kunci : kebisingan, konsentrasi siswa, puzzle, waktu penyelesaian
Analisis Transisi Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 Versi 2015 (Studi Kasus : PT.AZ) (Transition Analysis on Application of The Environmental Management System ISO 14001 2015 Version (Case Study : PT. AZ)) Cut Putri Maryeska; Dian Rahayu Jati; Suci Pramadita
Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah Vol 8, No 1 (2020): Januari 2020
Publisher : Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/jtllb.v8i1.39119

Abstract

Every ISO standard will be evaluated every 5 years to decide whether a revision is needed in order to keep the relevance toward today’s marketplace. In 2015, ISO issued the latest international standard version of EMS ISO 14001: 2015 and officially substitute the older version which was ISO 14001:2004. ISO 14001:2015 meets the objectives by drawing together relevant external and internal issues (4.1) with the requirements of interested parties (4.2). These address the concept of preventive action and in part establishes the context for the EMS (4.3) in the organization. Ever since the 2015 version was released, the organization has 3 years to make the transition from the 2004 version to the latest version until September 2018. This research analysis was carried out using a checklist by the Global Environmental Management Initiative (GEMI) to measure the implementation of EMS ISO 14001;2015 then categorize the result to the predefined category which are initial compliance level, transition level, and advanced level. The result shows the entire level of implementation ISO 14001:2015 on  PT. AZ was categorized into an advanced level with score 169 but seen from the lowest percentage was on clause 4  Context of the Organization which was a new clause in the 2015 version. Thus, the 3 years transition period was not enough for the organization to entirely implement the standard.Keywords: Environmental Management System, ISO 14001, Transition. AbstrakSeluruh standar ISO dilakukan evaluasi dan peninjauan setiap 5 tahun untuk menjaga relevansi terhadap pasar. Sehingga pada tahun 2015 lalu, ISO mengeluarkan standar internasional SML versi baru yaitu ISO 14001:2015 dan secara resmi menggantikan standar sebelumnya yaitu ISO 14001:2004. ISO 14001:2015  lebih memerhatikan isu-isu lingkungan melalui dua klausul baru yaitu konteks organisasi dimana organisasi harus menentukan isu eksternal dan internal (4.1) serta memerhatikan kebutuhan dan harapan dari pihak berkepentingan (4.2). Hal ini merupakan tindakan preventif mencapai konteks bagi SML  (4.3) di organisasi tersebut. Sejak dikeluarkan pembaharuan pada September 2015, organisasi diberikan waktu untuk melakukan transisi dari standar lama ke standar versi selama 3 tahun yaitu hingga tahun 2018. Penelitian ini dianalisis menggunakan checklist yang dikeluarkan oleh Global Environmental Management Initiative (GEMI) untuk menilai implementasi SML ISO 14001 :2015 lalu mengkategorikan hasil penilaian pada kategori yang telah ditentukan yaitu tingkat pemenuhan awal, tingkat transisi, dan tingkat lanjut. Hasil penilaian menunjukkan bahwa secara keseluruhan penerapan ISO 14001 :2015  di PT. AZ  berada kategori tingkat lanjut dengan  skor 169  tetapi jika dilihat presentase penerapan terendah ada pada klausul 4  Konteks Organisasi yang merupakan klausul baru di versi 2015. Dengan demikian, masa transisi selama 3 tahun masih belum cukup bagi perusahaan untuk mengidentifikasi dan menerapkan seluruh persyaratan dalam klausul baru. Kata Kunci : ISO 14001, Sistem Manajemen Lingkungan, Transisi
Studi Kandungan Asam Pada Air Hujan di Kota Pontianak Millen Fadillah; Robby Irsan; Dian Rahayu Jati
Jurnal Ecolab Vol 17, No 1 (2023): ECOLAB
Publisher : Pusat Standardisasi Instrumen Kualitas Lingkungan Hidup Laboratorium Lingkungan (P3KLL)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59495/jklh.2023.17.1.25-32

Abstract

Hujan secara alami bersifat agak asam, semakin bertambahnya konsentrasi polutan di udara dapat meningkatkan nilai keasaman. Kegiatan transportasi berperan besar terhadap penurunan kualitas udara. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2021), luas wilayah kota Pontianak sebesar 118,31 km2 dengan jumlah penduduk 658.685 jiwa. Laju petumbuhan penduduk pada tahun 2020 sebesar 1,81%. Jumlah kendaraan yang berada di kota Pontianak pada tahun 2020 mencapai 31.853 unit. Banyaknya penduduk di kota Pontianak menyebabkan kebutuhan sarana transportasi meningkat sehingga dapat meningkatkan konsumsi bahan bakar yang dapat menimbulkan pencemaran udara. Emisi gas SO2  dan NO2 yang berasal dari kegiatan industri dan transportasi, merupakan penyebab terjadinya peristiwa hujan asam apabila emisi gas tersebut bereaksi dengan air hujan. Secara alami derajat keasaman (pH) air hujan normal yaitu 5,6. Air hujan merupakan salah satu sumber air bersih di Pontianak sehingga kualitasnya perlu diperhatikan dengan seksama. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengukuran pH, nitrat (NO3-), dan sulfat (SO42-) pada air hujan di kota Pontianak dengan 24 sampel pada bulan April dan Mei 2022. Hubungan tingkat keasaman pH terhadap nitrat dan sulfat dianalisis dengan menggunakan persamaan regresi linier berganda. Hasil pengukuran menunjukan bahwa rata–rata parameter pH bernilai 6 dengan 15 sampel tidak memenuhi standar baku mutu dan 9 sampel memenuhi standar baku mutu, sedangkan hasil dari semua sampel nitrat dan sulfat memenuhi baku mutu PerMenKes RI No.492/Menkes/Kes/Per/2010 dengan nilai rata-rata nitrat 3,78 mg/l dan sulfat 18,24 mg/l. Perhitungan menggunakan model regresi linear berganda menunjukkan bahwa penurunan pH air hujan lebih dipengaruhi oleh nitrat dari pada sulfat.