Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM HAL TERDAPAT SERTIPIKAT GANDA DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN LOMBOK TIMUR Ferdian Setyo Wibowo; Novita Listyaningrum; Hery Zarkasyih
MEDIA BINA ILMIAH Vol 14, No 6: Januari 2020
Publisher : BINA PATRIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (332.777 KB) | DOI: 10.33758/mbi.v14i6.417

Abstract

Sertipikat ganda adalah surat keterangan kepemilikan (dokumen) dobel yang diterbitkan oleh badan hukum yang mengakibatkan adanya pendudukan hak yang saling bertindihan antara satu bagian dengan bagian lain, sehingga terbitlah sertipikat ganda yang berdampak pada pendudukan tanah secara keseluruhan   ataupun sebagian tanah milik orang lain. Di Kabupaten Lombok Timur  terdapat sejumlah kasus "sertipikat ganda", yaitu sebidang tanah terdaftar dalam 2 (dua) buah sertipikat yang secara resmi sama-sama diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Akibat dari terbitnya sertipikat ganda tersebut menimbulkan sengketa perdata antar para pihak, untuk membuktikan jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut diselesaikan melalui lembaga peradilan.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor- faktor apa saja yang menjadi penyebab adanya sertipikat ganda di Kantor Pertanahan Kabupaten Lombok Timur serta Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah dalam hal terdapat sertipikat ganda di Kantor Pertanahan Kabupaten Lombok Timur.Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis-empiris (sosio-legal research), yakni penelitian hukum empiris merupakan jenis penelitian yang menganalisa suatu permasalahan hukum atau isu hukum berdasarkan suatu permasalahan yang ada dalam masyarakat itu sendiri dengan cara mendapatkan data lapangan.  Pendekatan yang dipergunakan penelitian ini adalah : Pendekatan perundang-undangan (the staute approach), Pendekatan konseptual (conceptual approach), dan Pendekatan Empiris. Faktor-faktor timbulnya suatu sertipikat ganda yaitu adanya itikad tidak baik dalam mengajukan sertipikat oleh pemohon,kelemahan dalam sistem,belum adanya peta pendaftaran tanah secara menyeluruh di daerah obyek pendaftaran,tidak tersedianya data digital,tidak tertibnya petugas ukur di dalam melaksanakan tugas sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tentang Pendaftaran tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tentang pendaftaran tanah, Pendaftaran tanah masih bersifat parsial belum tersistematis.Kantor Pertanahan Kabupaten Lombok Timur dalam meyelesaikan sertipikat ganda yaitu dengan melakukan mediasi dan yang mejadi mediatornya adalah  BPN sendiri ini sesuai dengan peraturan Kepala BPN No.11 Tahun 2016, apabila dengan cara tersebut tidak bisa terselesaikan maka baru masuk ke ranah pengadilan umum dan Tata Usaha Negara
IMPLEMENTASI PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH SECARA SISTIMATIK LENGKAP (Studi di Kantor Pertanahan Kota Mataram) Murjenah Murjenah; Novita Listyaningrum; Hery Zarkasih
MEDIA BINA ILMIAH Vol 13, No 11: Juni 2019
Publisher : BINA PATRIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (378.521 KB) | DOI: 10.33758/mbi.v13i11.256

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan pendaftaran hak atas tanah sistematik lengkap (PTSL) di Kota Mataram dan faktor-faktor penghambat pelaksanaan serta upaya apa saja yang ditempuh dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Penelitian ini mengunakan metode penelitian empiris yaitu penelitian yang dilakukan di lapangan dengan melihat serta mengamati penerapan peraturan-peraturan tersebut dalam prakteknya dalam masyarakat. Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap sebagai upaya terobosan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah di Indonesia. Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkapini diharapkan dapat mempercepat proses pemberian jaminan dan perlindungan Hak atas Tanah di seluruh Indonesia serta salah satu tujuan di undangkannya Undang-Undang Pokok Agraria segera terwujud. Secara umum pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap di Kota Mataram dalam pelaksanaannya sudah dapat berjalan dengan baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan tercapainya target yang ditetapkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang yaitu 5.250 bidang tanah, meskipun di lapangan masih dijumpai beberapa hambatan atau kendala. Kendala yang dominan adalah terbatasnya tenaga pelaksana dan terbatasnya waktu yang ditentukan
EFEKTIFITAS PEMENUHAN AKSESIBILITAS TERHADAP PENYANDANG DISABILITAS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYANDANG DISABILITAS Novita Listyaningrum; Anthoni Gerhan
MEDIA BINA ILMIAH Vol 12, No 10: MEI 2018
Publisher : BINA PATRIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (288.814 KB) | DOI: 10.33758/mbi.v12i10.77

Abstract

Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Penyandang disabilitas harus mendapatkan perlindungan yang pasal tersebut jelas menerangkan bahwasanya setiap penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan warga lainnya, tidak ada disksirminasi dan pembedaan. Karena HAM tidaklah bertumpu pada perbedaan suku, agama, bahkan kelainan fisik sekalipun.Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aksesibilitas terhadap penyandang disabilitas berdasarkan Undang-Undang Nom or 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas masih sulit untuk dilaksanakan. Hal tersebut dikarenakan anggaran yang cukup besar untuk memfasilitasi setiap infrastruktur yang ramah disabilitas. Berdasarkan hal tersebut setiap infrastruktur yang ramah disabilitas harus dibuat demi melindungi kesamaan hak dan keadilan bagi penyandang disabilitas, walaupun hal tersebut terkesan sulit. Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan diatur mengenai fasilitas dan aksesibilitas yang layak bagi penyandang disabilitas. Bangunan yang dimaksud memberikan keselamatan, kemudahan, kegunaan dan kemandirian bagi pengguna, sehingga tidak hanya bagi non-disabilitas, tapi juga bagi penyandang disabilitas. Dalam pelaksanaan fungsi kerja oleh Dinas Pekerjaan Umum berdasar atas Kerangka Acuan Kerja (KAK). Dimana, KAK ini tidak bersesuaian dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Sehingga, fasilitas yang tersedia tidak sejalan dengan hak yang harus didapatkan oleh Penyandang Disabilitas. Seyogyanya, Dinas Pekerjaan Umum melaksanakan fungsinya sesuai dengan aturan yang sudah tertera.Dibutuhkan konsistensi dan kesadaran bagi masyarakat maupun pemerintah tentang pentingnya menghargai fasilitas dan lingkungan umum. Sehingga, dengan tercapainya hal tersebut, penyandang disabilitas yang memerlukan fasilitas dan perhatian khusus dapat memperoleh haknya.
Peran Serta Masyarakat Dalam Kebijakan PPKM Terhadap Kehidupan Sosial Dan Ekonomi Masyarakat Novita Listyaningrum; Rinda Philona; Made Suradana
Unizar Law Review (ULR) Vol 5 No 1 (2022): Unizar Law Review
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53726/ulr.v5i1.543

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimanakah peran serta masyarakat dalam setiap kebijakan PPKM serta bagaimana dampak dari kebijakan PPKM tersebut dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Penelitian merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan konseptual serta metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan PPKM ini merupakan kebijakan yang dilakukan untuk mengatasi pandemi covid 19 dan dalam keadaan darurat sehingga peran serta masyarakat tidak dilibatkan secara maksimal.
PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI BAWAH UMUR PADA MASA PANDEMI COVID-19 DI DESA BENGKEL HERY ZARKASIH; NOVITA LISTYANINGRUM
GANEC SWARA Vol 17, No 2 (2023): Juni 2023
Publisher : Universitas Mahasaraswati K. Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35327/gara.v17i2.447

Abstract

The number of cases of child marriage in West Lombok Regency experienced a significant increase during the Covid-19 period. From January to July 2020, 15 percent of cases of child marriage were recorded from 5,000 marriages. There are many cases of child marriage in Bengkel Village, Labuapi District, West Lombok Regency. This study aimed to analyze the problems of implementing marriage during the Covid-19 pandemic in Bengkel Village. Meanwhile, the research method used is empirical legal research. The results showed that the issues of implementing child marriage that occurred in Bengkel Village during the Covid-19 pandemic, namely that 2 couples wanted to carry outchild marriage, and 1 couple was prevented by the village by involving the KPAI so that the wedding did not take place. Meanwhile, another couple persisted in continuing their wedding because they did not violate religious or customary provisions. Several factors cause child marriage in Bengkel Village, namely education, economics, and habits. One of the efforts that can be made to overcome these factors is to cooperate with the courts, police, Babin, KPAI, KB, heads of departments, and heads of local hamlets to conduct outreach to underage children in the area.
MEKANISME DALAM PELAKSANAAN AKSESIBILITAS PENYANDANG DISABILITAS RINDA PHILONA; NOVITA LISTYANINGRUM; DEWI ASMAWARDHANI; BAIQ NURAINI DWI S.; BAIHAQI SYAKBANI
GANEC SWARA Vol 17, No 3 (2023): September 2023
Publisher : Universitas Mahasaraswati K. Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35327/gara.v17i3.576

Abstract

In Law Article 41 Paragraph (2) Law no. 9 of 1999 concerning Human Rights it is written that: "Every person with disabilities, the elderly, pregnant women and children, has the right to receive special facilities and treatment. The government itself often does not care about education, the environment and the conditions of people with disabilities. The aim of this research is to find out and understand the mechanisms for implementing accessibility for people with disabilities. By using the Legislative Regulations, conceptual approach. In constructing buildings and public facilities, what is usually considered is whether they are in accordance with the Terms of Reference which are the reference for the Public Works Department to construct. Meanwhile for the rehabilitation or development process, initially a proposal is made by the relevant agency, then the proposal is submitted to the House of Representatives, then after receiving the disposition of the DPR, then the Public Works Service will carry out its work function. Meanwhile, the work reference for the Public Works Service is not based on the Regulation of the Minister of Public Works concerning Technical Guidelines for Facilities and Accessibility in Buildings and the Environment, in which the regulation states the mechanism for the construction and rehabilitation of facilities
PERBANDINGAN TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN DI INDONESIA, KOREA SELATAN DAN UNITED STATES OF AMERIKA SERIKAT Endri Susanto; Novita Listyaningrum; Dwi Ratna Kamala Sari Lukman
Jurnal Hukum Agama Hindu Widya Kerta Vol 6 No 2 (2023): Volume 6 Nomor 2 Nopember 2023
Publisher : Prodi Hukum Agama Hindu Jurusan Dharma Sastra IAHN Gde Pudja Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53977/wk.v6i2.1272

Abstract

Tindak pidana perkosaan merupakan sebuah kejahatan sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Tindak Pidana Perkosaan merupakan salah satu bentuk kejahatan yang mengakibatkan kerugian serta kecemasan dalam masyarakat, perkosaan sering terjadi namun selalu sulit untuk di adili karena salah satunya adanya keengganan korban untuk melaporkannya, hal ini dikarenakan masih melekatnya budaya malu di dalam masyarakat. Masing-masing negara memiliki atauran tersendiri dalam menangani dan menanggulangi kasus pemerkosaan yang terjadi di negaranya. Dalam membuat suatu perbandingan hukum tentu yang menarik untuk dibandingkan ialah perbandingan dengan negara lain sesama penganut sistem hukum civil law dan negara lain yang menganut sistem common law. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Terdapat persamaan dan perbedaan dalam pengaturan tindak pidana pemerkosaan di Indonesia, Korea Selatan dan Amerika Serikat. Persamaan terletak pada: Pertama, pengaturan mengenai Pemerkosaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan; Kedua, Pemerkosaan terhadap anak di bawah umur. Sedangkan perbedaan yang dapat dibandingkan ialah: 1) Pemerkosaan terhadap disabilitas; 2) adanya unsur persetujuan; 3) Lama Hukuman; 4) Objek Pemerkosaan; 5) Pemerkosaan Sedarah; dan 6) Pemerkosaan dalam Pernikahan (marital rape).
HAK EKSKLUSIF BANK INDONESIA MENENCABUT IZIN USAHA, PEMBUBARAN BADAN HUKUM DAN LIKUIDASI BANK (PERSPEKTIF HUKUM PERBANKAN NASIONAL) DEWI ASMAWARDHANI; RINDA PHILONA; NOVITA LISTYANINGRUM; BAIQ NURAINI DWI S.; BAIHAQI SYAKBANI
GANEC SWARA Vol 18, No 1 (2024): Maret 2024
Publisher : Universitas Mahasaraswati K. Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35327/gara.v18i1.803

Abstract

This research is intended to systematically describe and analyze the role of Bank Indonesia authorities as creditors and supervisors and supervisors of banks in maintaining the soundness of banks based on the national banking system, regulating the revocation of business permits, dissolution of business entities and liquidation of banks based on the national banking system and the relevance of granting exclusive rights. to Bank Indonesia to file bankruptcy against the bank based on the Bankruptcy Law and the Banking Law. This type of research is normative juridical, with a statutory and conceptual approach. Based on the research results, it shows: firstly, that Bank Indonesia's authority as a creditor is anticipating financial difficulties faced by a bank within a certain period of time by providing loans with a maximum repayment period of 90 days (3 months). Meanwhile, Bank Indonesia's authority as supervisor and supervisor is aimed at improving the performance of a bank which is determined on the basis of asset quality, management quality, liquidity, profitability and solvency as an effort to increase public confidence in banks. Second; One of the recommendations from Bank Indonesia for one of the banks which, based on Bank Indonesia's assessment, is difficult to save is to revoke the business license, disband the business entity and liquidate the bank. Third: Although based on Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations, it is determined that a bank's bankruptcy statement can only be submitted by Bank Indonesia, but because operationally and institutionally banks have different characteristics from other business entities, the implementation bankruptcy of a bank becomes ineffective, especially if it is linked to the principle of Lex Specialis Derogat Lex Generalis