Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PENYELESAIAN SENGKETA HAK ASUH ANAK MELALUI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MEDAN (Studi Analisis Terhadap Kompilasi Hukum Islam) Dhiauddin Tanjung; Mhd Yadi Harahap; Fadlan Fuadi
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 9, No 02 (2021): Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30868/am.v9i02.2060

Abstract

Berdasarkan pertimbangan yang mengandung kepentingan (mashlahah) dan norma hukum yang berlangsung di masyarakat (hukum sebagai alat rekayasa sosial). Kenyataan menunjukkan bahwa ada dua kasus hak asuh anak yang jatuh pada suami (ayah) meskipun anak tersebut belum mumayyiz setelah perceraian yang disebabkan oleh kematian dan perceraian (thalaq). Hak asuh anak jatuh kepada ayah dalam Putusan Nomor 433/Pdt.G/2019/PA.Mdn. Selanjutnya hak asuh anak juga jatuh ke tangan ayah dalam Putusan Nomor XXXX/Pdt.G/2019/PA.Mdn. Penelitian ini berfokus pada empat rumusan masalah, yaitu: Pertama, bagaimana gambaran umum Pengadilan Agama Medan dalam hal sengketa pengasuhan anak; Kedua, bagaimana pengaturan pengasuhan anak dalam perspektif Kompilasi Hukum Islam; Ketiga, bagaimana implementasi putusan Pengadilan Agama Medan terhadap sengketa hak asuh anak; Keempat, apa dasar pertimbangan hukum pengasuhan anak yang diberikan kepada selain ibu? Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa putusan hak asuh anak yang belum mumayyiz kepada selain ibu yang ditetapkan oleh Pengadilan Agama Kelas IA Medan Tahun 2019 relevan dengan pasal-pasal terkait dalam Kompilasi Hukum Islam meskipun terkesan Bertentangan dengan Pasal 105 (a) Kompilasi Hukum Islam
IMPLEMENTASI FATWA MUI NOMOR 14 TAHUN 2020 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Dalam Situasi Terjadinya Wabah Covid-19 di Kota Medan. Dhiauddin Tanjung; Ramadhan Syahmedi; Gatot Teguh Arifyanto
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 9, No 02 (2021): Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30868/am.v9i02.2179

Abstract

This study explains the MUI Fatwa Number 14 of 2020 which discusses the Implementation of Worship in the situation of the Covid-19 Outbreak in Medan City. This study also analyzes the MUI fatwa number 14 of 2020. This type of research includes empirical legal research and also includes field research. The approach used is an approach using laws and also a conceptual approach. The sources used in this study are the primary sources, namely the Qur'an and Hadith and the secondary sources are primary legal materials and the principles of fiqh and MUI fatwa no. 14 of 2020 concerning the Implementation of Worship during the Covid-19 period. The collection techniques are interviews, observations and documentation studies. The results of his research, namely the Implementation of the MUI Fatwa Number 14 of 2020 concerning the implementation of worship in the situation of the Covid-19 outbreak in the city of Medan, are still not effective, because based on the interview the author found that the results of several mosques in the city of Medan only accepted the MUI Fatwa appeal but did not carry out the completely as directed by the fatwa, they consider the fatwa only an appeal.
Meretas Kebekuan Ijtihad Menghadap Arah Qiblat Dhiauddin Tanjung
Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Berkaitan Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : University of Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (887.759 KB) | DOI: 10.30596/jam.v3i1.1074

Abstract

AbstrakQibla (قبلة, also transliterated as Qiblah, Kibla or Kiblah) is an Arabic word for the direction that should be faced when a Muslim prays during Salat. Most mosques contain a niche in a wall that indicates the qibla. The qibla has importance to more than just the Salat, and plays an important part in everyday ceremonies.Kata-Kata Kunci : Qibla, jihah, syathrah, ‘Ainul Ka’bah, Mekah 
Batas Usia Perkawinan Perspektif Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam Rahmad Fauzi Salim; Dhiauddin Tanjung
al-Afkar, Journal For Islamic Studies Vol. 6 No. 1 (2023)
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Wiralodra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31943/afkarjournal.v6i1.465

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk berbagi pengetahuan dan memberikan sudut pandang mengenai perspektif undang-undang nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan instruksi presiden tentang kompilasi hukum islam. Didalam undang-undang perkawinan pasal 7 ayat 1 dan 2 dijelaskan mengenai usia perkawinan bahwa usia minimal perkawinan didalam pasal tersebut yaitu 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk laki-laki. Namun hal ini bertentangan dengan undang-undnag perlindungan anak oleh karena itu maka di judicial review uu ini menjadi undang-undang nomor 16 tahun 2019 yang menaikan usian minimal perkawinan menjadi 19 tahun. Permasalahan yang akan dikaji didalam penelitian ini yaitu Pertama, mengenai bagaimana perspektif undang-undang nomor 16 tahun 2019 perubahan atas undang-undang nomor 1 tahun1974. Kedua, mengenai faktor-faktor yang melatarbelakangi lahirnya undang-undang nomor 16 tahun 2019 ini dan yang Ketiga, mengenai bagaimana pandangan hukum islam terhadap perubahan undnag-undang ini. Adapun metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Adapun hasil yang penulis dapatkan mengenai perubahan frasa “minimal 16 tahun” menjadi “19 tahun” yang bertujuan untuk mengurangi angka perceraian serta memberi peluang untuk anak-anak agar mendapat banyak waktu untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi, adapun mengenai usia perkawinan tertentu yang diatur didalam Hukum Islam tidak ada, yang hanya jika seorang wanita ataupun laki-laki yang sudah matang dan sudah mampu maka menikahlah. Namun disini juga hukum islam membuka peluang yang sebesar-besarnya untuk memperbaharui hukum sesuai perkembangan zaman namun tidak keluar dari ranah hukum al-Qur’an dan Sunnah.
MUNAWIR SYADZALI : BAGIAN WARIS ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN Putri eka Ramadhani; Dhiauddin Tanjung
TAQNIN: Jurnal Syariah dan Hukum Vol 4, No 02: Juli-Desember 2022
Publisher : Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30821/taqnin.v4i02.13533

Abstract

ABSTRAKArtikel ini membahas tentang sosok Munawir Syadzali dan kiprah pemikirannya dalam blantika pemikiran ajaran (hukum) Islam kontemporer di Indonesia. Ia menjadi demikian terkenal sebab beberapa pendapat dan tawaran pemikirannya menjadi sorotan publik. Bahkan, pro-kontra terhadap pemikirannya pun tak dapat terhindarkan. Namun demikian, bangunan konsep Reaktualisasi (Hukum) Islam yang merupakan “anak kandung” pemikirannya tetaplah merupakan lompatan ide besar demi membumikan nilai-nilai keislaman di bumi nusantara, sehingga Islam tidak hanya dikenal sebagai harus “Arab”. Lebih dari itu, Islam adalah agama universal yang tidak dimonopoli oleh satu kelompok umat (Arab) saja, namun setiap kaum (muslim) berhak dan sah untuk meyakini dan mempraktikkan apa yang ia yakini sebagai ajaran Islam sesungguhnya meski harus nampak berbeda dengan praktik hal serupa di belahan bumi lain. Oleh karena itu, reaktualisasi ajaran (hukum) Islam sesuai dengan latar sosiohistoris masyarakat merupakan sunnatullah. Narasi pokok dalam tulisan ini difokuskan dengan memperkenalkan sosok Munawir serta pemikirannya, kemudian pembicaraan diperluas dengan melihat latar sosial-politis di mana ia menelurkan pandangannya. Ulasan diakhiri dengan analisis historis dalam tinjauan tarikh tasyri‘ sebagai basis utama lahirnya pandangan Munawir.Kata Kunci: Munawir Syadzali, Waris laki-laki, dan Perempauan.Abstract: This article discusses the prominency of Munawir Sjadzali and his thoughts in the vast forest of Indonesia’s contemporary Islamic legal thoughts. He was widely famous for the opinion and thoughts he offered suddenly interested public spotlight. Indeed, controversies over his thoughts took places and inevitably came about. However, the building concept of the Re-actualization of (Law) of Islam which is geneanologically “derivative” of his thought remains a major leap forward ideas for grounding Islamic values of the archipelago on earth, so that Islam is not only known as “Arab”. Islam is a universal religion that is not monopolized by one group of people (Arabs), but each (Muslim) is entitled and has the legitimate right to believe and practice what one believed to be true despite the teachings of Islam they are believing and performing look different from a similar practice in the other hemisphere. Therefore, the reform of tenets (law) of Islam according to the socio-historical background is a sunnatullah. The main points of this paper is focused on introducing the prominency of Munawir Sjadzali and his thoughts, then the explanation expanded tolook at the socio-political background in which he gave rise his views. The study concludes with a historical analysis in the light of tarikh tasryri’ as the first base of Munawir Sjadzali’s full flaged views and thoughts.Keywords: Munawir Syadzali, male heir, and woman