Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

REVITALISASI SENI KRIYA INDONESIA Sumartono ABSTRACT Mr. Sumartono
Ars: Jurnal Seni Rupa dan Desain No. 5 / Mei - Agustus 2007
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/ars.v2i5.255

Abstract

"Craft" has a long history in Indonesia. The arrival o f religions (Hindu, Buddhism, and Islam) anddifferent groups (Chinese and westerners) to Indonesia influenced not only to the pattern but also lo theprocess o f creation o f this artwork. These influences provide a neio spirit/life to the Indonesian "craft".Hozoever, Indonesian artists still maintain the " traditional" forms and patterns. They only lake someaspects o f these other cultures and combine them with local culture. Because o f artists'creativity, Indonesian"craft" is able to exist fo r a longer time. Moreover, in order to maintain its existence, the Indonesian "craft~artists are expected to takepart in the discourse o f visual art in IndonesiaKeywords: craft (high art), revitalisation, theory o f change
Merenungkan Kembali Gerakan Anti-Desain Mr. Sumartono
Ars: Jurnal Seni Rupa dan Desain No.1 TH.1 April 2004
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/ars.v1i1.234

Abstract

Desain (design) adalah sebuah kata yang memiliki pengertian sangat longgar. Kataini bisa digunakan tidak hanya dalam kaitan dengan proses perancangan karya-karyadesain interior, desain komunikasi visual/desain grafis, dan desain produk industri,tetapi juga dengan perancangan produk-produk rekayasa teknik (engineering) danpenciptaan karya-karya seni kriya. Akibat dari pengertian desain yang sangat longgar initidaklah mungkin bagi bidang ini menggantungkan diri pada satu pendekatan dalamproses perancangan. Gerakan anti-desainyang menjadi inti judul tulisan inibukanlahsebuah gerakan desain yang negatif (karena menggunakan sebutan anti-desain), tetapiadalah sebuah gerakan desain pada masa setelah Perang Dunia II yang menentangkemapanan pendekatan desain Modern Amerika (Amerika Serikat) yang hanyaberorientasi pada keuntungan finansial dan kurang mengakomodasi keberagaman citarasa desain yang didasarkan pada kompleksitas psikologi manusia. Untuk menyebut'gerakan anti-desain' saya tidak menggunakan huruf besar karena gerakan ini tidakbersifat spesifik tetapi mewakili berbagai gerakan di sejumlah tempat di dunia yangditujukan untuk menentang pendekatan desain Amerika itu. Amerika menjadi sasarangerakan ini karena negara ini menjadi pelopor komersialisasi desain. Padatahun 1930-an,Amerika memelopori pendekatan desain Modern yang didasarkan pada formula “desainbagus « bisnis menguntungkan”. Pendekatan desain ini memang pernah populer, tetapikemudian mendapatkan tentangan hebat dari gerakan anti-desain. Karena dalampendekatan desain Amerika ini keuntungan finansial menjadi tujuan utama, makaproduk-produk industri dibuat dengan cepat dan seragam (massproduction). Akibatnyaproduk-produk itu cepai membosankan. Masyarakat kemudian digiring untuk membeliproduk-produk lebih baru, yang juga cepat membosankan. Akhirnya masyarakatmenjadi objek eksploitasi tanpa henti. Mereka yang secara ekonomi mampu maupunkurang mampu sama-sama merasakan eksploitasi ini, tetapi bagi yang secara ekonomikurang mampu eksploitasi ini terasa lebih menyakitkan.Meskipun gerakan anti-desain berkembang di Eropa tidak lama setelah selesainyaPerang Dunia II, pengaruhnya di duniatermasuk di negara-negara berkembang sepertiIndonesiatetap terasa hingga sekarang ini. Di dunia, termasuk di Indonesia, pengaruh inimuncul dalam bentuk karya-karya desain bergaya Posmodern. Gaya Modern memangmasih hidup, tetapi gaya Posmodern tampaknya menjadi pilihan penting di masasekarang, termasuk di Indonesia.
PENGALAMAN MAHASISWA DALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR DI DALAM RUANG: SEBUAH KAJIAN FENOMENOLOGIS Mr. Sumartono
LINTAS RUANG: Jurnal Pengetahuan dan Perancangan Desain Interior Vol 2, No 2 (2008): Lintas Ruang
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (98.739 KB) | DOI: 10.24821/lintas.v2i2.23

Abstract

eaching-learning process is not a linear sequence of events but a dynamic phenomenon. In a higher educational institution such as the Department of Art, Institut Seni Indonesia (Indonesia Institute of the Arts) Yogyakarta, lecturers deliver knowledge to students and at the same time the students get interesting, often unthinkable. experience unrealized by them. This research deals with such an issue. Analyzed phenomenologically, the experience of the students attending theoretical and practical classes at this institution will reveal a lot of often unthinkable meanings.Keywords: phenomenology, experience, geometric space, lived space.