Robert Setio
Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Perbudakan dalam Perjanjian Lama: Sebuah Kajian Tekstual dan Intertekstual atas Teks-teks Perbudakan dalam Perjanjian Lama Yohanes Rahdianto Suprandono; Robert Setio
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 6, No 1 (2021): Oktober 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v6i1.609

Abstract

Abstract. By not explicitly prohibiting slavery has created the impression that the Bible does accept slavery. This paper intended to examine the biblical texts that raise the idea of slavery. Its main focus was texts in the Old Testament. These texts would be examined by considering the ancient Middle Eastern cultural setting. This paper would also bring together the pro and anti-slavery texts in a tensional relationship. This way distinguishes this writing from other writings which tend to take only one position, either pro or anti-slavery. The idea of seeing texts in a tensional relationship implies a postmodern thinking. The benefit of this paper is to build awareness that slavery is a practice that needs to be opposed but at the same time difficult to abolish. Therefore, a struggle against slavery still needs to be launched even though slavery has been formally and legally abolished.Abstrak. Dengan tidak tegasnya larangan terhadap perbudakan dalam Alkitab telah menimbulkan pemahaman bahwa Alkitab memang menerima perbudakan. Tulisan ini bermaksud memeriksa teks-teks Alkitab yang mengangkat gagasan perbudakan. Fokus utamanya adalah teks-teks dalam Perjanjian Lama. Teks-teks tersebut akan diperiksa dengan mempertimbangkan latar budaya Timur Tengah Kuno. Kemudian beberapa teks yang sering digunakan untuk mendukung dan menetang perbudakan akan dipahami kembali dalam sebuah ketegangan. Pilihan ini sekaligus membedakan tulisan ini dengan tulisan-tulisan lain yang cenderung mengambil salah satu posisi saja, entah pro atau anti perbudakan. Gagasan untuk melihat teks-teks dalam sebuah ketegangan ini secara implisit menyiratkan pemikiran posmodern. Manfaat tulisan ini adalah untuk membangun kesadaran bahwa perbudakan merupakan praktek yang perlu ditentang namun sekaligus sulit dihapuskan.
Pembacaan Eco Hermeneutic terhadap Narasi Air dalam Kejadian 26:12-33 Nelci Nafalia Ndolu; Robert Setio; Daniel Kurniawan Listijabudi
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 6, No 2 (2022): April 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v6i2.569

Abstract

Abstract. Natural restoration poses a current theological challenge. Readings that support adaptation, mitigation and recovery efforts are the purpose of writing articles to respond to these challenges. The method used in reading the selected text, namely Genesis 26:12-33, is eco hermeneutic as proposed by Norman Charles Habel. The results showed that Gerar water was compassionate toward Isaac, his family and animals as refugee in the Philistines during that time of famine. However, water stopped serving Isaac because Isaac became unfriendly to him by exploiting him when he was starving. From there Isaac was aware of Water's sovereignty in his encounter with the wells of Sitnah, Esek and Rehoboth. At the same time, Isaac realized that God as the source of Water defends Water in an effort to maintain its intrinsic value for all people fairly.Abstrak. Pemulihan alam menjadi tantangan berteologi saat ini. Pembacaan yang mendukung upaya adaptasi, mitigasi dan pemulihan komunitas alam menjadi tujuan dari penulisan dari artikel untuk merespon tantangan tersebut. Metode yang digunakan dalam pembacaan teks terpilih adalah eco hermeneutic sebagaimana yang digagas oleh Norman Charles Habel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Air Gerar berbela rasa dengan Ishak, keluarga dan hewan-hewannya sebagai pengungsi di Filistin selama masa kelaparan saat itu. Namun Air berhenti melayani Ishak karena Ishak menjadi tidak ramah kepadanya dengan mengeksploitasi dirinya saat kelaparan. Dari situ Ishak sadar akan kedaulatan Air dalam perjumpaan dengan sumur Sitnah, Esek dan Rehobot, sekaligus menyadari Tuhan sebagai sumber Air membela Air dalam upayanya mempertahankan nilai intrinsiknya bagi semua orang secara adil.
Mencari Eklesiologi yang Hidup Robert Setio
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 7, No 1 (2022): Oktober 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v7i1.732

Abstract

Abstract. As a theological reflection on the church, ecclesiology cannot escape the reality of the complexity of the church. In order to understand the complexity of the church properly, as this study does, ecclesiology needs to be based on a living religion, namely religion as practiced by the people. To understand living religion, this study will use theories and research results from the sociology of religion. Furthermore, this study will use theological-phenomenological thinking to understand how God manifests Himself as the other. As a given, God cannot be equated with anything that already exists. Therefore, theology needs to be open to new possibilities. Such a theology is in harmony with ecclesiology which is based on the life of the people. Life must move and the movement involves various parties.Abstrak. Tulisan ini berangkat dari kesadaran akan kompleksitas gereja di masa kini. Sebagai refleksi teologis atas gereja, eklesiologi tidak dapat menghindar dari kenyataan akan kompleksitas gereja itu. Agar kompleksitas gereja itu dapat ditangkap dengan baik, maka sebagaimana dilakukan oleh studi ini, eklesiologi perlu didasarkan pada agama yang hidup, yaitu agama sebagaimana dipraktekkan oleh umat. Untuk memahami agama yang hidup, studi ini akan menggunakan teori dan hasil penelitian sosiologi agama. Selanjutnya, studi ini akan menggunakan pemikiran teologi-fenomenologi untuk memahami bagaimana Tuhan memanifestasikan diri-Nya sebagai yang lain (the other). Sebagai yang terberi (given), Tuhan tidak dapat dipersamakan dengan apa saja yang sudah ada. Karena itu teologi perlu terbuka terhadap berbagai kemungkinan yang baru. Teologi yang demikian selaras dengan eklesiologi yang didasarkan pada kehidupan umat. Hidup pasti bergerak dan gerakan itu melibatkan berbagai pihak.