Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

CADANGAN SUMBERDAYA AIR UNTUK MENUNJANG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN TASIKMALAYA Hartanto, Priyo; Suriadarma, Ade; -, Saifudin
JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA Technoscientia Vol 3 No 1 Agustus 2010
Publisher : Lembaga Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), IST AKPRIND Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (886.181 KB) | DOI: 10.34151/technoscientia.v3i1.440

Abstract

Tasikmalaya District occupied the area of 2.680,47 km2 and located on the elevation between 0 to 3,000 m above sea level with hilly, highland, and slopy morphology. Dry month occurred on August, while wet months occurred on the period of September to July. The average monthly precipitation is ranged between 92 – 320 mm with total of yearly precipitation 2,532 mm. The monthly precipitation is ranged between 96 – 116 mm, with total of yearly evapotranspiration about 1,307 mm. Water reserves in Tasikmalaya District is ranged between 23 to 207 mm, covering in the area of 2,680.5 km2, then total of reserved water is 1,306,515 m3 to 11,758,655 m3. Water for domestic needs is 222.150 m3/day. 169.805 m3/day excess water can be used for approximately 117.920 hectares agriculture or approximately 393.067 hectares of land crops.
CADANGAN SUMBERDAYA AIR UNTUK MENUNJANG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN TASIKMALAYA Hartanto, Priyo; Suriadarma, Ade; -, Saifudin
JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA Technoscientia Vol 3 No 1 Agustus 2010
Publisher : Lembaga Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), IST AKPRIND Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34151/technoscientia.v3i1.440

Abstract

Tasikmalaya District occupied the area of 2.680,47 km2 and located on the elevation between 0 to 3,000 m above sea level with hilly, highland, and slopy morphology. Dry month occurred on August, while wet months occurred on the period of September to July. The average monthly precipitation is ranged between 92 – 320 mm with total of yearly precipitation 2,532 mm. The monthly precipitation is ranged between 96 – 116 mm, with total of yearly evapotranspiration about 1,307 mm. Water reserves in Tasikmalaya District is ranged between 23 to 207 mm, covering in the area of 2,680.5 km2, then total of reserved water is 1,306,515 m3 to 11,758,655 m3. Water for domestic needs is 222.150 m3/day. 169.805 m3/day excess water can be used for approximately 117.920 hectares agriculture or approximately 393.067 hectares of land crops.
SUBMARINE GROUNDWATER DISCHARGE (SGD) IN INDONESIA Rachmat Fajar Lubis; Hendra Bakti; Ade Suriadarma
JURNAL RISET GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Vol 21, No 1 (2011)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (597.46 KB) | DOI: 10.14203/risetgeotam2011.v21.46

Abstract

ABSTRAK Mengikuti kontrol gayaMengikuti kontrol gaya gravitasi, airtanah akan mengalir menuju titik terendah dan pada beberapa lokasi akan mengalami kontak dengan air laut pada akhir sistem luaran aliran. Pada penelitian terdahulu, bentuk kontak ini telah seringkali dibahas berdasarkan hukum Ghyben-Herzberg. Mengikuti hukum fisika, airtanah dapat keluar di tepi pantai, lepas pantai atau didasar laut. Keluaran inilah yang secara terminologi dapat disebut sebagai keluaran airtanah di lepas pantai (SGD). Dari analisis keluaran airtanah di lepas pantai ini, terlihat bahwa keluaran ini memiliki beberapa bentuk seperti rembesan dekat pantai, rembesan aliran airtanah dan mataair lepas pantai. Keluaran inipun merupakan jalur penghubung yang penting antara interaksi airtanah dan air laut. Pemahaman keluaran airtanah di lepas pantai ini akan sangat membantu untuk permasalahan potensi pencemaran pantai, sumber nutrisi untuk wilayah lepas pantai dan alternatif kebutuhan akan air bersih. Makalah ini membahas tentang bukti ilmiah keberadaan keluaran airtanah di lepas pantai Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses keluaran airtanah dilepas pantai tersebar di berbagai wilayah pesisir Indonesia. Penilaian karakteristik dan besarannya di masing-masing lokasi memerlukan berbagai teknik yang berbeda tergantung pada kondisi geologi dan hidrogeologi keluaran tersebut. Pengamatan secara detail telah dilakukan di 6 lokasi, dimana penelitian ini adalah pertama kalinya dilakukan di Indonesia.
DAMPAK BEBERAPA PARAMETER FAKTOR FISIK KIMIA TERHADAP KUALITAS LINGKUNGAN PERAIRAN WILAYAH PESISIR KARAWANG - JAWA BARAT Ade Suriadarma
JURNAL RISET GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Vol 21, No 1 (2011)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2321.811 KB) | DOI: 10.14203/risetgeotam2011.v21.43

Abstract

ABSTRAK Evaluasi dampak terhadap beberapa parameter fisika-kimia perairan di wilayah pesisir Utara Karawang dilakukan untuk mengetahui kondisi kualitas lingkungan perairan yang berfungsi sebagai habitat biota perairan. Hasil analisa menunjukkan bahwa status kualitas perairan di wilayah pesisir Utara Karawang berdasarkan hasil hitungan Indeks Mutu Lingkungan Perairan (IMLP) secara umum berada dalam kualifikasi sedang mendekati kurang baik berkisar antara 58,71 – 67,78 untuk memelihara organisma perairan seperti ikan atau udang. Penurunan atau rendahnya nilai guna perairan ini diduga karena rendahnya tingkat kecerahan perairan akibat tingginya kadar partikel tersuspensi  hasil pengamatan antara 40 mg/L – 1225 mg/L, disamping telah terjadinya akumulasi limbah organik baik yang terbawa sungai dari aliran sungai bagian hulu maupun buangan dari areal persawahan dan pertambakan yang banyak terdapat di wilayah pesisir. Untuk memperbaiki kondisi ekosistem di wilayah pesisir Utara Karawang dan menekan penurunan nilai gunanya, perlu dilakukan pembatasan, pengendalian dan perbaikan dalam sistem pembuangan bahan organik dari sungai bagian hulu, persawahan dan pertambakan.
GROUNDWATER FLOW SYSTEM OF BANDUNG BASIN BASED ON HYDRAULIC HEAD, SUBSURFACE TEMPERATURE, AND STABLE ISOTOPES Robert M. Delinom; Ade Suriadarma
JURNAL RISET GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Vol 20, No 1 (2010)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3909.532 KB) | DOI: 10.14203/risetgeotam2010.v20.34

Abstract

ABSTRACT To recognize the groundwater flow system in the Bandung Basin, two main methods of regional groundwater flow delineation were employed: hydraulic heads and tracers. Two different environmental tracers, i.e. subsurface temperature and stable isotope were applied. The measured temperatures and stable isotope compositions from 19 observation wells lead  to the recognition of three types of flow systems within the Bandung Basin i.e., shallow, intermediate and deep groundwater flow system. The recharge area is located in the hills and upland which form the periphery of the plain. The summit area of the southern mountainous complex might have represented the highest recharge area No indication was found for water being recharged at higher elevation in the northern part of the basin which means the recharged water in the Mount Tangkuban Parahu area did not reach the Bandung Plain. This study clearly demonstrates the usefulness of these environmental tracers and hydraulic head measurement in identification of the groundwater flow system of a certain area.
PENCEMARAN AIR PERMUKAAN DAN AIRTANAH DANGKAL DI HILIR KOTA CIANJUR M. Rachman Djuwansah; Ade Suriadarma; Dadan Suherman; Anna Fadliah Rusydi; Wilda Naily
JURNAL RISET GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Vol 19, No 2 (2009)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1066.195 KB) | DOI: 10.14203/risetgeotam2009.v19.27

Abstract

ABSTRAK Air permukaan dan airtanah dangkal pada sumur-sumur gali di sepanjang ruas-ruas sungai yang melintasi kota Cianjur ke arah hilir telah dianalisis untuk mengetahui tingkat pencemarannya.  Air Permukaan dan Airtanah dangkal di Hilir kota Cianjur telah mengalami pencemaran pada tingkat yang berbeda. Pada air permukaan pencemaran ditandai dengan kandungan BOD tinggi sehingga  air tidak dapat langsung dimanfaatkan sebagai bahan baku air minum, tetapi masih dapat dimanfaatkan sebagai air irigasi dan perikanan. Proses pemurnian kembali air di daerah studi tampaknya tidak akan terjadi karena jumlah rata-rata limbah yang masuk secara acak lebih besar daripada daya pulih aliran di daerah tersebut.  Gejala pencemaran Nitrogen telah tampak pada air tanah dangkal, tetapi air masih dapat digunakan sebagai sumber air minum. Untuk mengantisipasi memburuknya keadaan di masa mendatang, perlu mulai difikirkan untuk mengelola sumberdaya air daerah ini dengan pendekatan hidrologi urban.