Made Kusuma Wijaya
Universitas Pendidikan Ganesha

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

ASMA DAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN (PENJASORKES) DI SEKOLAH I Made Kusuma Wijaya
JURNAL PENJAKORA Vol. 3 No. 2 (2016): September 2016
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/penjakora.v3i2.11737

Abstract

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis pada saluran pernafasan, yang ditandai mengi episodik, sesak nafas, batuk dan dada terasa berat. Populasi asma terus meningkat dan menduduki urutan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia. Peningkatan terutama terjadi pada anak-anak yang sedang berada pada usia sekolah. Siswa ataupun orang tua sering menganggap asma sebagai penghalang dalam melakukan aktivitas fisik sehingga mereka sering melarang anaknya untuk bermain ataupun berolahraga pada saat mereka mendapatkan mata pelajaran penjasorkes di sekolah. Hal tersebut sebenarnya tidak perlu, apabila asma tersebut dikelola dengan baik dan terkontrol. Untuk itu diperlukan strategi praktis untuk mengatasinya agar penyakit asma pada siswa dapat terkontrol dengan baik. Strategi yang dapat dilakukan oleh seorang guru penjasorkes adalah dengan melakukan pengelolaan yang baik terhadap latihan dan penyakit asma pada siswa. Guru penjasorkes diharapkan dapat memperhatikan jenis olahraga dan dosis yang tepat yang dapat diberikan pada siswa penderita asma. Dalam pengelolaan penyakit asma guru diharapkan dapat menjalin kemitraan dengan siswa, keluarga, dan petugas kesehatan. Guru penjasorkes dapat membuat catatan yang berisikan tentang nama obat dan dosisnya, mengenali faktor pencetus, serta tanda-tanda memburuknya penyakit asma pada siswa berdasarkan atas koordinasi dengan keluarga dan petugas kesehatan yang merawatnya. Berdasarkan atas pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa guru penjasorkes harus memandang sama terhadap siswa yang sehat ataupun yang menderita asma sehingga mereka harus mampu memberikan pembelajaran penjasorkes yang tepat dan rencana pengelolaan penyakit asma yang jelas pada siswa. Dengan demikian siswa penderita asma tidak perlu merasa takut dan dapat berpartisipasi secara penuh dan aman dalam melakukan aktivitas fisik/olahraga di sekolah.
Kecemasan, Percaya Diri dan Motivasi Berprestasi Atlet UKM Bulutangkis I Made Kusuma Wijaya
JURNAL PENJAKORA Vol. 5 No. 1 (2018): April 2018
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/penjakora.v5i1.14499

Abstract

Bulutangkis merupakan salah satu cabang olahraga yang sangat digemari dan menjadi andalan masyarakat Indonesia, namun saat ini prestasi atlet bulutangkis Indonesia mengalami penurunan yang drastis. Bulutangkis merupakan salah satu cabang olahraga yang bersifat multi dimensional, disamping faktor fisik, faktor mental pun memiliki peran yang sangat menentukan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat kecemasan dan rasa percaya diri atlet dengan motivasi berprestasi pada atlet UKM Bulutangkis UNDIKSHA. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan potong lintang (cross-sectional). Dimana subjek dalam penelitian ini adalah atlet UKM Bulutangkis Undiksha, yaitu sebanyak 60 orang. Data penelitian dikumpulkan dengan kuesioner dan dianalisis dengan metode regresi logistik ganda. Dari hasil analisis data penelitian didapatkan terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara tingkat kecemasan dengan motivasi berprestasi atlet (OR= 0,198; p= 0,023) dan antara rasa percaya diri dengan motivasi berprestasi atlet (OR= 5,87; p= 0,009). Simpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara tingkat kecemasan dan rasa percaya diri atlet dengan motivasi berprestasi atlet.Kata-kata kunci: kecemasan, percaya diri, motivasi berprestasi, bulutangkis
DIABETES MELITUS TIPE 2: FAKTOR RISIKO, DIAGNOSIS, DAN TATALAKSANA Kadek Resa Widiasari; I Made Kusuma Wijaya; Putu Adi Suputra
Ganesha Medicina Vol. 1 No. 2 (2021)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (164.605 KB) | DOI: 10.23887/gm.v1i2.40006

Abstract

AbstrakDiabetes melitus menggambarkan sekelompok penyakit metabolik yang temuan umumnya adalah kadar glukosa darah yang meningkat. Pada usia 20-79 tahun, terdapat 463 juta atau setara 9,3% orang di dunia menderita diabetes pada tahun 2019. Diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan defisiensi insulin relatif yang disebabkan oleh disfungsi sel pankreas dan resistensi insulin. Faktor risiko penyebabnya dibagi menjadi dua yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Gejala klasik diabetes seperti poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Empat tes diagnostik untuk diabetes yaitu pengukuran glukosa plasma puasa, glukosa plasma 2 jam setelah TTGO 75 g, HbA1c, dan glukosa darah acak dengan adanya tanda dan gejala klasik diabetes. Tatalaksana dibagi menjadi dua, yaitu farmakologi dan non farmakologi. Tatalaksana non farmakologis terdiri atas edukasi, nutrisi medis, dan latihan fisik. Terapi farmakologis terdiri atas obat oral dan bentuk suntikan dalam bentu obat anti hiperglikemik dan insulin. Terapi farmakologi dan non farmakologi ini berjalan beriringan. Penulisan artikel ini menggunakan metode literature review dan diharapkan dapat dijadikan acuan kedepan dalam melakukan tindakan pencegahan dan pengobatan pasien diabetes melitus sehingga prevalensi berkurang dan komplikasi dapat dihindari.   AbstractDiabetes mellitus describes a group of metabolic diseases whose common finding is elevated blood glucose levels. At the age of 20-79 years, there were 463 million or 9.3% of people in the world suffer from diabetes in 2019. Type 2 diabetes mellitus is characterized by relative insulin deficiency caused by pancreatic cell dysfunction and insulin resistance. The risk factors that cause it are divided into two, namely modifiable and non-modifiable risk factors. The classic symptoms of diabetes include polyuria, polydipsia, polyphagia and unexplained weight loss. The four diagnostic tests for diabetes are measurement of fasting plasma glucose, plasma glucose 2 hours after OGTT 75 g, HbA1c, and randomized blood glucose in the presence of classic signs and symptoms of diabetes. Treatment is divided into two, namely pharmacological and non-pharmacological. Non-pharmacological management consists of education, medical nutrition, and physical exercise. Pharmacological therapy consists of oral drugs and injections in the form of anti-hyperglycemic drugs and insulin. Pharmacological and non-pharmacological therapy goes hand in hand. The writing of this article uses the literature review method and is expected to be used as a future reference in carrying out prevention and treatment of diabetes mellitus patients so that prevalence is reduced and complications can be avoided.