Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

KEWENANGAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENGURANGAN KANTONG PLASTIK DI WILAYAH KOTA BOGOR Nazaruddin Lathif
Jurnal Gagasan Hukum Vol. 1 No. 01 (2019): JURNAL GAGASAN HUKUM
Publisher : Magister Ilmu Hukum Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1545.031 KB) | DOI: 10.31849/jgh.v1i01.2902

Abstract

Sampah menjadi masalah pencemaran lingkungan di Indonesia. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Bogor menekankan pentingnya penggunaan kantong plastik saat berbelanja. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait terbitnya Peraturan Walikota Bogor Nomor 61 Tahun 2018 tentang Penggurangan Penggunaan Kantong Plastik. Metode penelitian yang digunakan, yaitu yuridis normatif dan yuridis empiris. Kewenangan Pemerintah Kota Bogor menyelenggarakan program pengurangan kantong plastik, yaitu Peraturan Walikota Bogor Nomor 61 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik dan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengolaan Sampah, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam menyelenggarakan program pengurangan kantong plastik, Pemerintah Daerah Kota Bogor mempunyai kewenangan, yaitu menetapkan kebijakan dan strategis partisipasi masyarakat dalam pengurangan penggunaan kantong plastik, pembinaan, pengawaasan, dan evaluasi secara periodik terhadap penggunaan kantong plastik oleh pelaku usaha, pusat perbelanjaan, toko modern, dan/atau masyarakat yang menjadi konsumen.
TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI DALAM PENERBITAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN BATUBARA Nazaruddin Lathif
Jurnal Panorama Hukum Vol 2 No 2 (2017): Desember
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Kanjuruhan Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (440.81 KB) | DOI: 10.21067/jph.v2i2.2076

Abstract

The issuance of licences and nonmetallic minerals and rocks is a form of implementation of the Division of authority between the Government, the Government of the province that is contained in the provisions of article 37 (a) Law No. 4 of the year 2009 Mineral and coal mining.The issuance of licences and nonmetallic minerals and rocks by the Governor also pointed out the existence of a connection between a Government with its citizens in the context of the public service. Before discharge Act No. 4 of the year 2009 about Mineral and Coal Mining permissions settings using the coal law number 11 Year 1967 concerning the provisions of principal mining and also use Regulations The Government's number 32 year 1969 about the Regulations Implementing the provisions of principal mining. The basis of the authority of the provincial government in the coal-mining permit issuance can be outlined as follows: after discharge of Act No. 4 of the year 2009 about Mineral and coal mining permits against providing minerals and coal in the District/City, however, since the publication of the Act No. 23-year 2014 about local governance 2 October 2014 the entire mining activities move from District/City Government to the provincial governments except Coal mining concessions of the Works agreement (PKP2B), Foreign Investment (PMA) and the permissions that are bordered in two or more provinces.
AKIBAT HUKUM DARI PEMBATALAN PERKAWINAN SUAMI ISTRI YANG MEMILIKI HUBUNGAN KELUARGA SEDARAH Nazaruddin Lathif
PALAR (Pakuan Law review) Vol 6, No 2 (2020): Volume 6, Nomor 2 Juli-Desember 2020
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (976.522 KB) | DOI: 10.33751/palar.v6i2.2125

Abstract

 Abstrak               Perkawinan dalam Islam diatur sedemikian rupa, oleh karena itu perkawinan sering disebut sebagai perjanjian suci antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk membentuk keluarga bahagia. Perkawinan juga merupakan suatu ikatan, akad yang sangat kuat untuk mentaati perintah Allah SWT sehingga melaksanakannya merupakan ibadah. Seiring perkembangan peradaban manusia yang semakin maju, masalah yang timbul dalam bidang hukum keluarga pun ikut berkembang, tidak terkecuali masalah perkawinan. Meskipun hukum agama dan perundang-undangan yang ada di Indonesia telah mengatur sedemikian rupa tentang tata cara perkawinan sehingga akibat-akibat yang timbul dari ikatan perkawinan dapat diakui di hadapan hukum. Salah satunya adalah perkawinan sedarah atau dikenal dengan perkawinan incest atau ada pula yang menyebut perkawinan dengan wanita yang tergolong muhrim dan dilarang untuk dinikahi. Di dalam aturan agama Islam, misalnya, dikenal konsep mahram yang mengatur hubungan sosial di antara individu-individu yang masih sekerabat.Kata Kunci: Perkawinan, Hukum Islam, Sedarah, Pembatalan   AbstractMarriage in Islam is arranged in such a way, therefore marriage is often referred to as a sacred agreement between a man and a woman to form a happy family. Marriage is also a bond, a very strong contract to obey the commands of Allah SWT so that carrying out it is worship. As the development of human civilization is increasingly advanced, problems that arise in the field of family law also develops, including marriages. Although religious law and legislation in Indonesia has set such a way regarding marriage procedures so that the consequences arising from marriage ties can be recognized before the law. One of them is incest marriage or known as incest marriage or there is also a mention of marriage with women who are classified as mahrim and forbidden to be married. In the rules of the Islamic religion, for example, the concept of mahram is known to regulate social relations among individuals who are still related.Keywords: Marriage, Islamic law, blood, annulment
IMPLEMENTASI PROGRAM KEBIJAKAN MBKM UNTUK MENCIPTAKAN KARAKTER MAHASISWA FAKULTAS HUKUM YANG PROFESIONAL Nazaruddin Lathif; Yenti Garnasih; Yennie K Milono; Farahdinny Siswajanthy; Sapto Handoyo; Mustika Mega Wijaya
PALAR (Pakuan Law review) Vol 8, No 1 (2022): Volume 8, Nomor 1 Januari-Maret 2022
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1127.764 KB) | DOI: 10.33751/palar.v8i1.4805

Abstract

Abstrak Kampus Merdeka memberikan kebijakan Perguruan Tinggi yang bertujuan untuk memberikan hak belajar selama 3 (tiga) semester di luar program studi, adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat kesiapan MBKM di Fakultas Hukum Universitas Pakuan. Mahasiswa memperoleh suatu kemerdekaan belajar di sebuah perguruan tinggi. untuk menganalisis perspektif mahasiswa terhadap MBKM, dampak MBKM terhadap keterampilan abad 21 mahasiswa, serta revelansi program MBKM dengan SDGs. Penelitian ini dilakukan di Universitas Pakuan yaitu tepatnya di Fakultas Hukum, Program Studi Ilmu Hukum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey dengan menggunakan data kuantitatif. Secara umum, fakultas perlu memahami kesiapan mahasiswa untuk terjun langsung ke lapangan kerja. Mahasiswa sendiri pun dapat menentukan kesiapan diri mereka untuk mengimplementasikan ke dunia kerja sebagai bentuk mewujudkan salah satu tujuan dari MBKM ini. Saran yang disampaikan dalam penulisan ini adalah fakultas dapat lebih mensosialisasikan program ini sehingga lebih banyak pula mahasiswa yang sadar tentang penerapan MBKM. Kata Kunci: Keterampilan Abad 21, Merdeka Belajar, SDGs, Perguruan Tinggi  Abstract Freedom to learn provides a university policy that aims to provide the right to study for 3 (three) semesters outside the study program, while the purpose of this research is to see the readiness of MBKM at the Faculty of Law, Pakuan University. Students gain an independence to study in a college. to analyze students' perspectives on MBKM, the impact of MBKM on students' 21st century skills, and the relevance of the MBKM program to the SDGs. This research was conducted at Pakuan University, namely the Faculty of Law, Legal Studies Program. The method used in this research is a survey using quantitative data. In general, faculties need to understand the readiness of students to go directly into the workforce. Students themselves can determine their readiness to implement it into the world of work as a form of realizing one of the goals of this MBKM. The suggestion given in this paper is that the faculty can socialize this program more so that more students are aware of the implementation of MBKM. Keywords: 21st Century Skills, Free Learning, SDGs, Higher Education
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENYIDIK POLRI DALAM KASUS SALAH TANGKAP Nazaruddin Lathif
PALAR (Pakuan Law review) Vol 4, No 2 (2018): Volume 4 Nomor 2 Juli - Desember 2018
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (620.358 KB) | DOI: 10.33751/palar.v4i2.887

Abstract

ABSTRAKPenangkapan adalah suatu tindakan yang mengurangi atau membatasi kemerdekaan seseorang, maka penangkapan terhadap seseorang harus menjunjung tinggi HAM. HAM yang menjadi dasar setiap orang untuk mendapat perlakuan wajar walaupun seseorang telah melakukan perbuatan tindak pidana, ia harus diperlakukan sebagai pribadi yang tidak bersalah meskipun berdasarkan bukti-bukti yang ada ia bersalah, selama belum ada keputusan pengadilan (Presumption of innocent). Faktor yang mempengaruhi polisi terjebak dalam suatu kesalahan dalam melakukan penangkapan, yaitu dinamika kerja yang begitu kompleks, kurangnya sumber daya manusia Polri dalam menentukan tingkat pelayanan dan penanganan kasus-kasus kejahatan, proses penyidikan yang sangat sulit, target atasan untuk segera menyelesaikan kasus tertentu dalam waktu cepat. Terhadap kekeliruan menangkap orang, polisi harus melakukan pertanggungjawaban yaitu, pertanggungjawaban pidana, perdata, dan administrasi serta disiplin. Upaya penanggulangan agar kasus salah tangkap tidak terjadi lagi yaitu, mengedepankan prinsip demokrasi dan HAM, mengembangkan budaya sipil di Polri, mengefektifkan komisi etika dan disiplin di Polri, mengedepankan fungsi kontrol dari Mabes Polri, peningkatan sumber daya manusia Polri, dan penerapan sanksi pidana yang tegas dalam peraturan perundang-undangan bagi anggota Polri yang melakukan pelanggaran.Kata Kunci: Penangkapan, Penyidik Polri, Pertanggungjawaban Pidana.ABSTRACTArrest is an action that reduces or limits someone's independence, so arresting someone must uphold human rights. Human rights are the basis for everyone to get fair treatment even if someone has committed a crime, he must be treated as an innocent person even though based on the evidence he is guilty, as long as there is no court decision (Presumption of innocent). Factors affecting the police are trapped in an error in making arrests, namely the dynamics of work that are so complex, the lack of human resources of the National Police in determining the level of service and handling of crime cases, the investigation process is very difficult, the target of superiors to immediately resolve certain cases in time fast. In the case of arresting people, the police must take responsibility, that is, criminal, civil and administrative liability and discipline. Countermeasures to prevent the case of wrongful arrests from happening again, namely, prioritizing the principles of democracy and human rights, developing civil culture in the National Police, streamlining the ethics and discipline commission in the National Police, prioritizing the control functions of the National Police Headquarters, enhancing Polri's human resources, and applying strict criminal sanctions in the legislation for members of the National Police who committed violations.Keywords: Arrest, Police Investigator, Criminal Liability.
TEORI HUKUM SEBAGAI SARANA ALAT UNTUK MEMPERBAHARUI ATAU MEREKAYASA MASYARAKAT Nazaruddin Lathif
PALAR (Pakuan Law review) Vol 3, No 1 (2017): Volume 3, Nomor 1, Januari-Juni 2017
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (855.278 KB) | DOI: 10.33751/palar.v3i1.402

Abstract

ABSTRAKMenurut teori hukum, bahwasanya hukum memainkan peranan yang penting dalam suatu masyarakat, dan bahkan mempunyai multifungsi untuk kebaikan masyarakat, demi mencapai keadilan, kepastian hukum, ketertiban, kemanfaatan, dan lain-lain tujuan hukum. Akan tetapi, keadaaan sebaliknya dapat terjadi bahkan sering terjadi, dimana penguasa negara menggunakan hukum sebagai alat untuk menekan masyarakat, agar masyarakat dapat dihalau ketempat yang diinginkan oleh penguasa negara. Law as a tool of sosial engineering merupakan teori yang dikemukakan oleh Roscoe Pound, yang berarti hukum sebagai alat pembaharuan dalam masyarakat, dalam istilah ini hukum diharapkan dapat berperan merubah nilai-nilai sosial dalam masyarakat. Adapun yang menjadi penunjang atau pendukung atas teori hukum yang dapat merekayasa masyarakat (law as a tool social engineering) yang dikemukakan oleh Rouscou Pound adalah teori tentang efektivitas dan validitas hukum.ABSTRACTAccording to legal theory, that law plays an important role in a society, and even has a multifunction for the good of the community, in order to achieve justice, legal certainty, order, expediency, and other purposes of law. However, the opposite situation can occur even often, where the state authorities use the law as a tool to suppress society, so that people can be driven to the place desired by the state authorities. Law as a tool of social engineering is a theory put forward by Roscoe Pound, which means the law as a tool for renewal in society, in this term the law is expected to play a role in changing social values in society. As for being a supporter or supporter of legal theory that can engineer society (law as a social engineering tool) put forward by Rouscou Pound is a theory of the effectiveness and validity of law.