Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

STRATEGI PENGUATAN IDENTITAS KULTURAL MELALUI PENGGUNAAN SELENDANG LURIK OLEH INSTANSI PEMERINTAHAN SEBAGAI IMPELEMENTASI KEARIFAN LOKAL DI KABUPATEN KLATEN Riska Aryani Damayanti; Supriyadi Supriyadi; Ahmad Zuber
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 9 (2020): Edisi Khusus Implementasi Inovasi di Era Disrupsi
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v9i0.43175

Abstract

This research aims to examine deeply the meaning of the use of lurik shawls as obligatory attribute for government officials in Klaten Regency, as the implementation of local wisdom. Lurik shawls as attributes of official clothing which must be worn every Wednesday by employees of government agencies in Klaten Regency. So that, the use of lurik shawls become a cultural identity in Klaten Regency. This research was examined using qualitative research methods with descriptive research type, then supported by a phenomenological approach strategy. The selection of informants uses purposive sampling technique. In this study 10 informants were selected, consisting of key informants, secondary informants and supporting informants, then interviewed. Methods of data collection include steps of observation, interviews, and documentation. Techniques of data analysis, as proposed by Glaser and Strauss, consist of data reduction, data categorization, researcher synthesis, data validity, and conclusions and suggestions. Data verification uses triangulation, with source triangulation techniques. The result showed that the use of local wisdom-based lurik shawls must be worn by employees of government agencies, encouraging efforts to strengthen cultural identity strategies in Klaten Regency. In addition, there is the concept of embeddedness between the economy of lurik Micro small and Medium Enterprises (UMKM) and the socio-cultural aspects.Keywords: Lurik, Cultural Identity, Local wisdom, Government Agency, Embeddedness. AbstrakStudi ini bertujuan mengkaji pemaknaan penggunaan selendang lurik yang wajib dikenakan oleh pegawai instansi pemerintahan di Kabupaten Klaten, sebagai implementasi kearifan lokal, yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Sekretaris Daerah (Sekda) Klaten tentang Pemakaian Atribut Pakaian Dinas pada tanggal 21 Oktober 2019. Penggunaan selendang lurik sebagai kearifan lokal merupakan kebijakan baru yang mulai resmi diberlakukan tanggal 6 November 2019. Selendang lurik sebagai atribut pakaian dinas wajib dikenakan pada setiap hari Rabu oleh pegawai instansi pemerintahan di Kabupaten Klaten. Penelitian ini dikaji dengan metode penelitian kualitatif jenis penelitian deskriptif, serta didukung dengan strategi pendekatan fenomenologi. Pemilihan informan menggunakan teknik purposive sampling. Dalam penelitian ini 10 informan terpilih, yang meliputi kategorisasi informan kunci, informan sekunder dan informan pendukung, kemudian keseluruhan informan diwawancarai secara mendalam. Teknik pengumpulan data melalui kegiatan observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Teknik analisa data, berdasarkan konsep yang disampaikan oleh Glaser dan Strauss, terdiri dari reduksi data, kategorisasi data, sintesisasi peneliti, keabsahan data, serta kesimpulan dan saran. Verifikasi data menggunakan teknik triangulasi sumber. Temuan menunjukkan penggunaan selendang lurik berbasis kearifan lokal yang wajib dikenakan oleh pegawai instansi pemerintahan, mendorong upaya strategi penguatan identitas kultural di Kabupaten Klaten. Selain itu, adanya konsep ketertambatan antara perekonomian UMKM lurik dengan aspek sosial budaya.Kata kunci: Selendang lurik, Kearifan Lokal, Identitas Kultural, Strategi penguatan, Ketertambatan.
PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER DI HOMESCHOOLING MELALUI PEMBELAJARAN REFLEKTIF Irfan Fatkhurrahman; Ahmad Zuber; Supriyadi Supriyadi; Afif Muchlisin
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 9 (2020): Edisi Khusus Implementasi Inovasi di Era Disrupsi
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v9i0.43174

Abstract

This study aimed to analyze 1) Homeschooling as an Alternative to Non-Formal Education with the support of Paulo Freire’s educational theory for freedom, 2) The Implementation of Character Education through Reflective Learning at PKBM Homeschooling Primagama Solo. The study used qualitative research methods with case study strategy. The determination of informants used purposive sampling techniques. The informants consisted of one key informant, 4 main informants, and 7 supporting informants. The data collection was carried out using a participant observation technique in the field, in-depth interviews, and documentation studies. The data were analyzed in three stages, including data reduction, data display, and drawing conclusions. The data were verified by source triangulation. The results showed that 1) Primagama could be an alternative to non-formal education with the facilities and services provided. However, referring to Freire’s educational theory for freedom which revealed 4 important points: the relationship between teacher and student, educational methods, educational curriculum, and educational goals, it obtained that education in homeschooling had not been fully liberated because the curriculum was still followed the rules and due to problems of education costs which caused not all people could experience this type of education, 2) The implementation of the four levels of reflective learning hierarchy: habitual action, understanding, reflection, and critical reflection had an impact on the self-development and critical thinking of homeschooling students. The more students move to the right and have broader critical thinking in the continuum of the hierarchy, the learning outcomes in homeschooling are expected to be of higher quality. Keywords: Character Education, Freedom Education, Homeschooling, Reflective learning.  AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis 1) Homeschooling Sebagai Alternatif Pendidikan Nonformal dengan didukung teori pendidikan untuk pembebasan dari Paulo Freire, 2) Penerapan Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Reflektif di PKBM Homeschooling Primagama Solo. Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif  dengan strategi studi kasus. Penentuan informan menggunakan teknik purposive sampling. Informan terdiri dari satu informan kunci, 4 informan utama, dan 7 informan pendukung. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi partisipan di lapangan, wawancara (in-depth interview), dan studi dokumentasi. Data dianalisis dalam tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan diakhiri dengan penarikan kesimpulan. Data diverifikasi dengan triangulasi sumber. Hasil penelitian menunjukkan 1) Primagama bisa menjadi salah satu alternatif pendidikan nonformal dengan fasilitas dan pelayanan yang diberikan. Namun mengacu pada teori pendidikan untuk pembebasan dari Freire yang mengungkap 4 poin penting : hubungan guru dan murid, metode pendidikan, kurikulum pendidikan, dan tujuan pendidikan, ternyata ditemukan bahwa pendidikan dalam homeschooling belum sepenuhnya membebaskan dikarenakan kurikulum yang masih mengikuti aturan dan masalah biaya pendidikan sehingga tidak semua masyarakat bisa untuk menikmati pendidikan jenis ini, 2) Penerapan empat hierarki pembelajaran reflektif : tindakan rutin, pengertian, refleksi, dan refleksi kritis berdampak bagi pengembangan diri dan pemikiran kritis siswa homeschooling. Semakin siswa bergerak ke kanan dan mempunyai pemikiran kritis yang lebih luas dalam kontinum hierarki, maka hasil belajar dalam homeschooling diharapkan menjadi lebih bermutu.Kata kunci: Pendidikan karakter, Pendidikan Pembebasan, Homeschooling, Pembelajaran reflektif.
Kemandirian Benih Padi Unggul Lokal Sebagai Kunci Keberhasilan Membangun Pertanian Organik Supriyadi Supriyadi; Mustofa Mustofa; Purwanto Purwanto; Joko Winarno; Sumani Sumani
Prosiding Konferensi Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat dan Corporate Social Responsibility (PKM-CSR) Vol 1 (2018): Prosiding PKM-CSR Konferensi Nasional Pengabdian kepada Masyarakat dan Corporate Socia
Publisher : Asosiasi Sinergi Pengabdi dan Pemberdaya Indonesia (ASPPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (507.621 KB)

Abstract

Benih adalah kehidupan, siapa menguasai benih dialah yang menguasai kehidupan. Sebuah kalimat yang memiliki makna membangun motifasi petani untuk menjaga kedaulatan atas benih (lokal) yang kita miliki, sehingga tidak lagi ketergantungan, selalu inovatif, kreatif dan selalu menjaga kearifan lokal. Hingga kini permasalahan mendasar petani adalah masalah ketersediaan benih, pupuk, lahan semakin kritis, dan nilai jual produk hasil pertanian masih stagnan tidak sebanding dengan beaya produksinya. Desa Ketapang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Jawa Tengah merupakan desa yang masih aktif menjaga kearifan lokal dengan membumikan pertanian organik sejak tahun 1998. Paguyuban Petani Al-Barokah merupakan motor penggerak pertanian organik di Desa Ketapang dan desa-desa sekitarnya. Organisasi tani tersebut memiliki 16 kelompok tani dengan 152,69 ha lahan pertanian padi yang sudah tersertifikasi organik oleh Lembaga Sertifikasi Organik (LSO). Dengan pelatihan-pelatihan dan penerapan teknologi pertanian organik yang dikembangkan cukup dinamis, baik dalam pengadaan benih, pemenuhan pupuk, inspeksi lahan dan pengolahan pasca panen hingga pemasaran produknya. Dengan rutinitas kelompok khusus penangkar benih padi lokal sebagai ungulan produk beras organik Paguyuban Petani Al-Barokah. Tujuan dibentuknya kelompok penangkar benih padi lokal adalah untuk memenuhi kebutuhan internal anggota Paguyuban Petani Al-Barokah, selebihnya dijual kepada petani diluar anggota / kelompok yang membutuhkan/ memulai bertani padi organik. Ketercukupan akan benih padi lokal memberi manfaat kepada 417 petani organik, dari 579 petani anggota, dengan luasan 152,69 yang tersertifikasi organik dari total luasan 297,76 ha lahan milik anggota Al-Barokah. bahkan kelompok penangkar padi lokal mampu menjual kepada petani / kelompok lain diluar Al-Barokah bahkan sampai antar kabupaten dan antar provinsi sehingga dapat menambah pendapatan petani dan organisasinya. Dari luasan lahan organik Al-Barokah rata-rata membutuhkan benih 25-30 kg per ha, sedang kelompok penangkar benih ada tiga kelompok rata-rata 4-5 ha per kelompok, dan mampu menghasilkan benih padi lokal 20-23 ton per panen. Sedangkan kebutuhan benih anggota per musim tanam 14 – 17 ton. System distribusi yang di terapkan di internal Al-Barokah adalah disamping jual beli juga dengan sistem pinjam dibayar pada saat panen (system pinjam yarnen) dengan kesepakatan 1:2. Kelebihan benih per musim tanam sebagai stok musim tanam berikutnya, juga didistribusikan ke beberapa kelompok tani sekitar yang membutuhkan dan berbagai daerah lain seperti ke Provinsi Lampung 1,46 ton Kab. Bloro 0,94 ton, Jepara 0,61 ton, Kab. Kendal 0,73 ton, dan beberapa kecamatan /gapoktan dengan hitungan puluhan kg. Dengan demikian gerakan Al-Barokah dalam membumikan pertanian organik mampu memotifasi petani yang berdaulat akan benih, pupuk, lahan yang sehat dan harga yang layak