Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

EVALUASI MODEL PROGRAM KELAS INTERNASIONAL DI PERGURUAN TINGGI DALAM PERSPEKTIF KELEMBAGAAN Esti Junining; Sigit Prawoto; Sahiruddin Sahiruddin
Hasta Wiyata Vol 3, No 2 (2020)
Publisher : University of Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.hastawiyata.2020.003.02.06

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengkaji proses internasionalisasi pendidikan tinggi khususnya pada program kelas internasional di Universitas Brawijaya. Titik fokus penelitian ini adalah mengkaji aspek kelembagaan di kelas internasional Universitas Brawijaya. Metode pengumpulan data yang dipakai adalah wawancara dengan perwakilan pengelola dan mahasiswa. Analisis penelitian ini adalah deskriptif kualtitatif guna mengetahui profil kelas internasional di universitas Brawijaya ditinjau dari aspek konteks input, proses dan produk menggunakan teori CIPP oleh Daniel Stufflebeam. Kelas internasional di FEB telah  memenuhi standard evaluasi CIPP oleh Daniel Stufflebeam. Penelitian ini menunjukkan bahwa kelas internasional di FEB masih konsisten menggunakan konteks CIPP, tetapi ada dua hal yang belum dilakukan oleh kelas internasional ini yaitu; (1) Program Double Degree yang ada belum terdaftar di Kemenristekdikti. Hal ini disebabkan karena ketentuan terdaftarnya kelas internasional di Kemenristekdikti harus menjadi program studi sendiri yang terpisah dari program studi regular. Sedangkan kelas internasional yang ada di FEB ini masih terintegrasi dengan kelas regular, dan (2) Kurangnya program kompetensi Bahasa Inggris yang dibutuhkan sebagai penunjang kelas internasional di FEB. Program kursus Bahasa Inggris yang tersedia hanya TOEFL, tidak mencakup TOEIC dan IELTS.
Reading the Struggle of Moral Values in the Glamour Life of Batu City Tourism Society Hipolitus Kristoforus Kewuel; Sigit Prawoto
Jurnal Moral Kemasyarakatan Vol 6 No 1 (2021): Volume 4, Nomor 1J - uni 2021
Publisher : Universitas PGRI Kanjuruhan Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21067/jmk.v6i1.5529

Abstract

Kota Wisata Batu telah terkenal di tingkat nasional dan internasional. Berbagai tempat wisata ada di sana dengan berbagai fasilitas pendukung seperti hotel, kehidupan malam, dan lainnya. Situasi ini, dapat dipahami sebagai konsekuensi dari predikat Batu sebagai kota wisata. Namun, masyarakat Kota Batu juga merupakan masyarakat yang religius yang kuat dengan nilai-nilai kehidupan beragama dan norma-norma tata kelola sosial. Masyarakat harus mengalami gejolak yang datang mewarnai kehidupan sosial keagamaan mereka. Penelitian ini mengungkapkan sejauh mana hal-hal ini telah diproses oleh masyarakat dan lembaga-lembaga penanggungjawab terkait. Dengan menggunakan metode etnografis kualitatif, hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga seperti Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Dinas Pariwisata, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan lembaga keagamaan lainnya telah menerapkan prinsip moral dalam proses pariwisata di Kota Batu. Namun, dampak kehidupan glamour di dunia modern rupanya telah menjadi pengalaman pariwisata yang tidak terelakkan di luar kendali dan kerja keras mereka dan itu akan terus menjadi bagian perjuangan mereka dalam menghidupi pariwisata di Kota Batu.
IMAJINASI DALAM RUANG POLITIK NASIONAL Sigit Prawoto
Studi Budaya Nusantara Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Studi Budaya Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (350.03 KB) | DOI: 10.21776/ub.sbn.2018.002.02.05

Abstract

AbstrakKampanye politik menawarkan banyak kemungkinan untuk menampilkan imaji atas pribadi seseorang. Penyampaian pesan kepada publik secara tersurat maupun simbolis dapat berlangsung pada saat yang bersamaan sehingga menghasilkan wacana-wacana politik yang saling tumpang tindih. Partai-partai politik yang besar menyelenggarakan parade keliling kota yang gaduh dan mencolok sedangkan partai-partai kecil melakukannya dengan lebih sepi, bahkan terkadang mereka tidak melakukan pengumpulan massa. Besarnya jumlah peserta pawai menunjukkan besarnya sebuah partai selain memperlihatkan kemampuan finansial dari partai dan politisi yang menyelenggarakan kegiatan itu. Namun demikian, kampanye yang sama-sama masif mereka lakukan di media massa dan di media sosial. Kampanye melalui Twitter dan Facebook menjadi strategi baru dalam menarik dukungan masyarakat meskipun dalam kenyataannya kampanye politik melalui media sosial ini begitu liar karena akun Twitter dan Facebook partai politik dan para politisi bercampur dengan milik masyarakat kebanyakan. Bebasnya penggunaan kedua media sosial ini memberikan kebebasan pula dalam menampilkan sisi positif dan sisi negatif seorang politisi dan sejumlah cara penampilan itu menjadikan pemilihan umum 2014 memendam banyak kontroversi yang hingga beberapa tahun kemudian masih menjadi bahan perbincangan di dunia maya maupun di dunia nyata.AbstractThe political campaign has so many possibilities to generate an impressive personal image of a politician. The way to communicate a message to the public can be driven directly or using some symbolics peculiarity in a time so that it stimulate some overlying political discourses. The powerful political partis will animate some massif and noisy mass parades in downtown in many different places while the small ones will do it in a calme and small procession and in some cases the do not even organise a single mass parade. The number of people in these carnivals shows the potential power of the partis in the field and in the financial support from the partis and their politicians. In actual tendance the partis politics do the same massif campaign in Medias and social Medias. The mass campaign on facebook and twitter become new approaches in the way to attract the attention of the people even if the campaign in theses socials Medias turn out to be free and wild because the facebook and twitter official’s accounts of the partis politics intermingle to those of the publics. The free of the use of those Medias gives a freedom to promote the positive and negative sides of a politician and the so many ways of presentations makes the general election of 2014 hide many controversies that for some years latter on still become a topic of debate in the real and virtual realm.
Isu Multikulturalisme Dalam Transisi Perubahan Dunia Sigit Prawoto
Studi Budaya Nusantara Vol 5, No 2 (2021)
Publisher : Studi Budaya Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstrakMultikulturalisme semakin menjadi wacana penting dalam pergaulan dunia seiring dengan meningkatnya penampilan identitas lokal dan klaim teritorial di berbagai negara. Kemunculan beberapa calon pemimpin di banyak negara dan para pemenang kontestasi politik di negara-negara itu dapat dimaknai sebagai reaksi atas persoalan multikulturalisme yang sedang berlangsung. Pengamatan yang dilakukan terhadap wacana politic di beberapa negara Eropa dan Indonesia memperlihatkan bahwa persoalan identitas sedang berhadapan dengan multikulturalisme hari ini. Persoalan pergesekan klaim identitas yang telah berlangsung bertahun-tahun terakumulasi dan mendapatkan tambahan ketika gelombang migrasi besar muncul dari negara lain. Permasalahan multikulturalisme di Indonesia sebagai sisa-sisa pemilihan presiden tahun 2014 masih terlihat jelas hingga saat ini. Persoalan identitas sering muncul dalam wacana publik hingga jargon-jargon nasionalisme dan tindakan tegas dari negara muncul untuk mengimbangi. Abstract Multiculturalism is increasingly becoming an important discourse in the global community, that along with the increasing appearance of local identities and territorial claims. The rise of several candidates for national leaders in many countries and the winners of political contestations in those countries can be interpreted as a reaction to the ongoing multiculturalism problem. Observations made on political discourse in several European countries and Indonesia show that the issue of identity is facing multiculturalism today. The problems of conflicting identity claims that have been going on for years are accumulating and earn reinforcement when large waves of migration occur from other countries. The problems of multiculturalism in Indonesia as a residue of general election of 2014 are still clear to this day. The issue of identity continues to enliven public discourse until the jargons of nationalism and decisive action from the state emerge to compensate.