Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Penafsiran Politik Kolonel Bakri Syahid dalam "Al-Huda: Tafsir Qur'an Basa Jawi" Nurul Huda Maarif
ISLAM NUSANTARA:Journal for the Study of Islamic History and Culture Vol 2 No 2 (2021): Islam Nusantara Journal for the Study of Islamic History and Culture
Publisher : Faculty of Islam Nusantara University of Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47776/islamnusantara.v3i1.64

Abstract

Alquran itu kitab terbuka, yang bisa didekati oleh siapapun dengan latar belakang apapun dan untuk kepentingan apapun. Sisi sosial-kemasyarakatan dan aktivitas pembaca akan mewarnai tafsirannya. Kian dekat seorang mufassir dengan lingkaran kekuasaan misalnya, maka karya tafsirnya (dipastikan) kian pro status quo. Tafsir karya Kolonel Bakri Syahid berjudul "al-Huda: Tafsir Qur'an Basa Jawi", seorang mufassir militer, apresiatif terhadap kebijakan Orba; menyokong Negara Demokrasi Pancasila, BIN/BAKIN, UUD 1945, Pelita 1 s.d. V, ABRI/TNI, negara relijius yang “bukan negara agama dan bukan negara sekuler”, pembangunan dan ketahanan nasional, juga ibadah politik, ibadah ideologi dan ibadah militer. Ini menguatkan tesis political reading of scripture-nya Tim Gorringe, abuse of quranic verses-nya Azyumardi Azra, juga political interpretation of the qur’a>n-nya Stefan Wild. Inilah corak baru dalam penafsiran: al-lawn al-siyasi (corak politik).
Kaidah Dan Faidah Al-Qasam (Sumpah) Dalam Al-Qur’an Nurul Huda
E-JURNAL AKSIOMA AL-ASAS Vol 3, No 1 (2022)
Publisher : LPPM STAI La Tansa Mashiro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55171/jaa.v3i1.669

Abstract

Manna’ Khalil al-Qatthan membagi faidah qasam berdasarkan mukhathab-nya menjadi tiga kategori; mukhathab khali al-dhihn, mukhathab mutaraddid, dan mukhathab munkir. Bagi mukhathab jenis pertama (khali al-dhihn), yaitu orang yang hatinya masih netral (tidak yakin dan tidak mengingkari), maka al-qasam tidak terlalu dibutuhkan, karena padanya cukup diajukan kalam ibtida’i (berita tanpa taukid atau sumpah). Untuk mukhathab kategori kedua (mutaraddid), yang hatinya diselimuti keragu-raguan terhadap ada tidaknya kebenaran, maka padanya perlu diajukan penguat (taukid atau sumpah) yang biasa disebut thalabi (kalimat bertaukid) untuk mensirnakan keragu-raguannya. Dan mukhathab kategori ketiga (munkir), yang menolak berita kebenaran, maka padanya wajib diberi penguat atau sumpah, supaya keingkarannya lenyap. Penguat ini disesuaikan dengan kadar keingkarannya, baik lemah maupun kuat. Biasanya, model penguat seperti ini disebut inkari (berita yang diperkuat sesuai kadar keingkarannya). Kata kunci: al-qasam, fi’l al-qasam, muqsam ‘alaih, muqsam bih, adawat al-qasam. 
Konsep “La Ikraha Fi Al-Din” Dalam Islam Nurul Huda
E-Jurnal Aksioma Ad-Diniyyah : The Indonesian Journal of Islamic Studies Vol 10, No 2 (2022)
Publisher : LPPM STAI La Tansa Mashiro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55171/jad.v10i2.748

Abstract

Islam adalah agama rahmat bagi semesta. Pelindung bagi semua makhluk hidup. Muhammad Saw, selaku utusan-Nya, dititah untuk mendakwahkan Islam sebagai kasih sayang (rahmah), bukan sebagai bencana (la’nah). Karena itu, sesuai petunjuk al-Qur’an dan Sunnah, kaum muslim, di manapun dan kapanpun, semestinya senantiasa mengedepankan sikap saling menghargai dalam perbedaan. Apalagi dalam konteks Indonesia. Keragaman, baik bahasa, suku, ras maupun agama, sengaja diciptakan oleh Allah Swt di Negeri Zamrud Katulistiwa, yang menjadikan kehidupan berbangsa di negeri ini kian indah. Keragaman yang diciptakan-Nya itu bukan tanpa alasan. Sebab jika ingin, dengan kekuasaan-Nya yang mutlak, Allah Swt sangat mudah menyeragamkan semuanya. Menjadikan semuanya beriman atau menjadi umat yang tunggal, itu pekerjaan sepele bagi-Nya. Tapi Allah Swt lebih mengedepankan konsep “la ikraha fi al-din” dalam kehidupan berbangsa dan bernegera. Tidak saling membenci atau memusuhi, hanya karena ketidaksamaan. Islam hadir untuk merangkul, bukan memukul. Untuk menyangi, bukan membenci.
Konsep Iman, Islam, Kufr, Dan Ahli Kitab Dalam Qur’an, Liberation & Pluralism Nurul Huda
E-Jurnal Aksioma Ad Diniyyah : The Indonesian Journal of Islamic Studies Vol 11, No 1 (2023)
Publisher : LPPM STAI La Tansa Mashiro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55171/jad.v11i1.916

Abstract

Banyak istilah dalam al-Quran yang maknanya terus berkembang. Pengkaji al-Quran yang baru, akan menemukan dan memaknai ayat-ayatnya secara berbeda dengan pengkaji al-Quran sebelumnya. Ibarat mutiara, cahaya al-Quran bisa dilihat secara berbeda oleh orang yang berbeda latar belakangnya dan dilihat dari sudut pandang yang berbeda-beda pula. Demikian juga terma iman, islam, kufr dan ahli kitab, bisa dimaknai secara dinamis dari zaman ke zaman, sesuai konteks situasinya. Adalah Farid Esack, aktivis-penafsir dari Afrika Selatan yang memaknainya secara lebih baru dan modern, sehingga tidak lagi terjadi pembakuan dan pembekuan pemaknaan, melalui karyanya Qur’an, Liberation Pluralism. Tentu saja, siapapun boleh bersepakat dengannya dan atau boleh juga tidak bersepakat dengannya. Tapi itulah realitas al-Quran, yang selalu shalih li kulli zaman wa makan; sejalan dengan perkembangan situasi dan kondisi.