Siti Merida Hutagalung
Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Kristen Indonesia

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PENETAPAN ALUR LAUT KEPULAUAN INDONESIA (ALKI): MANFAATNYA DAN ANCAMAN BAGI KEAMANAN PELAYARAN DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA Siti Merida Hutagalung
Kajian Asia Pasifik Vol 1 No 1 (2017): Januari - Juni 2017
Publisher : International Relations Study Program of Universitas Kristen Indonesia (UKI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (705.938 KB) | DOI: 10.33541/japs.v1i1.502

Abstract

Indonesia is the largest archipelago after the United States with 13,465 islands, total land area 1.922.570 km² and total water area 3,257,483 km2. As a country that has ratified the International Sea Law Convention, there are legal obligations and responsibilities to grant the rights of innocent, archipelagic sea lanes and transit passages for foreign ships and foreign aircrafts to sail and fly in the territory of Indonesian sovereignty as stipulated in Article 51 of the International Sea Law Convention 1982. Foreign ships and aircraft may pass through the territorial and waters of the Indonesian archipelago through specific sections and routes undertaken by determining archipelagic sea lanes. In 2002, through a long process, the concept of ALKI proposed by Indonesia finally got approval from Malaysia, Singapore, Philippines, including Organization Maritime International. The three Archipelagic Sea Lanes of ​​Indonesia (ALKI) is called ALKI I, ALKI II and ALKI III. The determination of this archipelago path provides benefits and threats to the safety of shipping along the territorial waters of Indonesia. Therefore, the government set various conditions to cross the ALKI in order to provide a sense of security for foreign ships and foreign aircraft sailing along the archipelagic sea lanes. Each archipelagic sea lane has different benefits and challenges depending on the geopolitical and geographic conditions of them. The type of research used in this paper is qualitative research with descriptive analysis approach. Keywords: ALKI, Archipelago, Safety Abstrak Indonesia adalah negara kepulauan terbesar setelah Amerika Serikat dengan jumlah 13.465 pulau, luas daratan 1.922.570 km­2 dan luas perairan 3.257.483 km2. Sebagai negara yang telah meratifikasi Konvensi Hukum Laut Internasional ada kewajiban dan tanggung jawab hukum untuk memberikan hak lintas damai, hak lintas alur laut kepulauan dan hak lintas transit bagi kapal-kapal asing dan pesawat udara asing untuk berlayar dan terbang di wilayah kedaulatan Indonesia sebagaimana diatur dalam pasal 51 Konvensi Hukum Laut Internasional 1982. Kapal-kapal dan pesawat asing dapat melintasi wilayah teritorial dan perairan kepulauan Indonesia melalui bagian dan rute tertentu yang dilakukan dengan cara menentukan alur laut kepulauan. Pada tahun 2002 melalui proses yang panjang konsep ALKI yang diusulkan Indonesia akhirnya mendapat persetujuan dari negara-negara Malaysia, Singapura, Filipina termasuk Organization Maritime International. Ketiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) disebut dengan ALKI I, ALKI II dan ALKI III. Penentuan alur kepulauan ini memberikan manfaat dan ancaman bagi keamanan pelayaran di sepanjang wilayah perairan Indonesia. Oleh sebab itu, pemerintah menetapkan berbagai syarat untuk dapat melintasi ALKI agar memberikan rasa aman bagi kapal-kapal asing dan pesawat udara asing yang berlayar di sepanjang alur laut kepulauan. Setiap alur laut kepulauan mempunyai manfaat dan tantangan yang berbeda-beda tergantung kondisi geopolitik dan geografis dari setiap alur laut kepulauan. Jenis penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis deskriptif. Kata Kunci: ALKI, Negara Kepulauan, Keselamatan
KEBIJAKAN "OPEN SKY" BAGI PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN INDUSTRI PENERBANGAN DARI PERSPEKTIF HUKUM DAN KERJASAMA INTERNASIONAL KAJIAN: INDONESIA, MALAYSIA, DAN VIETNAM Siti Merida Hutagalung; Ruth Hanna Simatupang; Sinta Herindrasti
Kajian Asia Pasifik Vol 2 No 1 (2018): Januari-Juni 2018
Publisher : International Relations Study Program of Universitas Kristen Indonesia (UKI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (969.525 KB) | DOI: 10.33541/japs.v2i1.670

Abstract

Ruang udara nasional negara-negara anggota ASEAN telah ditetapkan menjadi langit terbuka bagi penerbangan diantara sejak tahun 2010. Penerapan kebijakan open sky tersebut tidak seluruhnya dapat dilakukan serempak karena terkait dengan masalah regulasi, penyiapan dan kesiapan infrastruktur karena terkait dengan kondisi ekonomi masing-masing negara dan teknis penerbangan. Kebijakan open sky walau sarat dengan masalah regulasi dan kerjasama internasional dalam bidang bisnis dan ekonomi tetap harus diterapkan. Hal tersebut terkait dengan globalisasi dan peningkatan kesejahteraan regional di Asia Tenggara. Saat ini masalah tersebut dilakukan melalui perjanjian bilateral dan multilateral diantara negara-diantara anggota, termasuk Indonesia, Malaysia dan Vietnam. Praktik penerapan kebijakan open sky terbukti dapat mengembangkan industri penerbangan. Permasalahan ini diteliti dengan menerapkan metodologi penelitian analisis deskriptif dan yuridis normatif. Untuk membahas permasalahan diterapkan teori kedaulatan, teori kebijakan publik dan teori kerjasama internasional agar permasalahan terungkap dengan tuntas. Kata kunci: ASEAN, open sky, industri penerbangan Abstract The national air space of the countries members of ASEAN had been set to be open skies for flights between them since the year 2010. The application of the open sky policy is not entirely can be performed synchronously because of regulatory issues, related to the preparation and readiness infrastructure because economic conditions associated with each country and technical flight. The open sky policy although laden with regulatory issues and international cooperation in the field of business and economy should still be applied. It is associated with globalization and increased regional prosperity in Southeast Asia. Currently the issue is done through bilateral and multilateral agreements between the countries among the members, including Indonesia, Malaysia and Viet Nam. Practice of application of the open sky policy proved to be able to develop the aviation industry. This issue was examined by applying research methodology descriptive and normative juridical analysis. The problem is discussed by implementing the theory of sovereignty, public policy and the theory of international cooperation so that the problems unfold completely. Keywords: ASEAN, open sky, aviation industry