p-Index From 2019 - 2024
0.444
P-Index
This Author published in this journals
All Journal SELONDING
Krismus Purba
Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

MERANTAU SEBAGAI INSPIRASI KARYA MANGARATTO Krismus Purba
SELONDING Vol 18, No 1 (2022): : Maret 2022
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/sl.v18i1.7024

Abstract

Penciptaan karya Mangaratto terinspirasi dari fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat Batak di perantauan. Merantau bagi masyarakat Batak tidak hanya  sekedar berpindah badan dari tempat asal ke tempat perantauan, tetapi di latar-belakangi oleh beberapa faktor seperti faktor geografis, sosial, dan ekonomi. Di perantauan spirit leluhur tetap dipegang teguh oleh masyarakat perantauan. Sebagai contoh masyarakat Batak yang ada di Yogyakarta yang beragam marga dan status sosial, tetap menjalin sistem kekerabatan yang memicu  semangat solidaritas di antara sesama. Hubungan tersebut pun berlanjut dengan menjalin hubungan baik dengan masyarakat Yogyakarta dan dengan sesama pendatang  seperti dengan pendatang berasal dari Minangkabau,  Kalimantan, Bali, dan lain sebagainya. Sekalipun demikian, sebagai masyarakat pendatang harus menyesuaikan diri dengan masyarakat yang didatanginya. Hal ini menjadikan inspirasi karya Mangaratto. Berdasar hal tersebut muncul ide untuk menciptakan karya dengan menggunakan idiom dan medium musikal yang berasal dari wilayah-wilayah tersebut. Tujuan dari penciptaan karya ini  adalah untuk mentransformasikan fenomena sosial ke dalam bentuk karya seni serta menawarkan implementasi baru sebagai hasil dari percampuran idiom musical yang berbeda
BORU SASADA SEBAGAI SUMBER IDE PENCIPTAAN MUSIK ETNIS "ARUNA" Yose Beby Ananda Hutahaean; Krismus Purba
SELONDING Vol 19, No 1 (2023): : Maret 2023
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/sl.v19i1.5873

Abstract

Anak perempuan Batak Toba memiliki ruang sempit dalam hak dan kewajiban untuk memiliki kebahagiaan dan karir. Boru Sasada  menjadi istilah bagi seorang anak perempuan tunggal keluarga Batak Toba. Reinterpretasi kesetaraan gender secara negatif dalam masyarakat Batak Toba sangat besar. Hal ini ditandai dengan keyakinan bahwa anak laki-laki adalah sebuah akar pohon dalam keluarga, sehingga mengkesampingkan bahwa seorang anak perempuan juga berharga. Globalisasi memberikan banyak perubahan terhadap reinterpretasi tersebut, ada positif, namun  ada yang negatif. Sebuah keluarga tentu mengasihi keturunan mereka, namun masyarakat banyak yang tidak sependapat dan memutuskan bahwa sebuah keluarga tanpa anak laki-laki adalah suatu hal yang hina. Sementara, seorang perempuan pada dasarnya akan selalu bermain perasaan dalam menanggapi cerita dalam hidupnya. Sangat menarik ketika adat dan istiadat menjunjung tinggi kehadiran seorang anak laki-laki, akan tetapi Tuhan memberikan karunia anak perempuan. Mengaplikasikan suasana hati dan perasaan puteri tunggal masyarakat Batak Toba ke dalam penciptaan musik etnis didahului dengan penelitian yang mencari tahu apa saja perasaan dari puteri tunggal  masyarakat Batak, kemudian penciptaan menggunakan ekplorasi, improvisasi, dan pembentukan. Hasil penelitian ketika anak perempuan dikesampingkan, berdasarkan bagaimana orangtua meyakinkan dan mendukungnya. Masyarakat yang hidup di era globalisasi akan mampu berpikir dengan lebih terbuka, dan tidak seenaknya menghina.  Putri tunggal Batak Toba dan perasaannya menjadi sebuah fokus pada karya musik etnis berjudul “Aruna”