Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Pengaruh Sukrosa dan Fotoperiode terhadap Embriogenesis Somatik Jeruk Keprok Batu 55 (Citrus reticulata Blanco.) Wahyu Widoretno; C. Martasari; Nirmala FD
Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 4 No. 1 (2013): Jurnal Hortikultura Indonesia
Publisher : Indonesian Society for Horticulture / Department of Agronomy and Horticulture

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (544.809 KB) | DOI: 10.29244/jhi.4.1.44-53

Abstract

ABSTRACTThis  study  aimed  at  determining  the  effect  of  sucrose  and  photoperiod treatment  on  the  growth  and development of  somatic embryos   in citrus Keprok Batu 55.  Citrus somatic embryos were induced from  nusell us explants cultured on  MT  (Murashige and Tucker)  medium +  146 mM  sucrose  +  500 mg  L- 1malt extract. After 3 times subcultures, somatic embryos were cultured on medium with several concentrations of sucrose (146, 171, 196,  and  246 mM) or treated with different  photoperiod  (8, 12,   and 16 hours). Treated somatic embryos  were regenerated  into plantlets.  The research  results showed  that   the addition of sucrose on medium   did not affect on fresh weight  of  somatic  embryo  at  2  weeks  of  culture  but  decreased  the fresh weight  of  somatic  embryos  at 4 weeks of culture. The higher the sucrose added to the medium, the more  embryo somatic fresh weight decrease.Induction  and  growth  of  s omatic  embryo  was  also  influenced by culture  conditions.   Fresh  weight  of  somatic embryos  was  cultured with photoperiod  12  hours  day- 1for  2  and  4  weeks  higher  than  the fotoperiode 8  hours  day- 1.  However,  the  fresh  weight  of  somatic embryos  decreased  if  photoperiod  was  increased  to 16 hours day- 1. Induced somat ic embryos on medium containing high sucrose ( 246 mM) produced more plantlets with higher size than those with low sucrose.  Somatic embryos cultured with photoperiod 12 hours day-1produced more plantlets than those of   photoperiod  8 and 16 hours day-1. Nevertheless, the somatic embryos were cultured with  photoperiod  16  hours  day-1produced  plantlets with  higher  sizes  than  photoperiod  8  and 12 hours day- 1.Keywords: medium, Murashige and Tucker, nuselus, plantletABSTRAKPenelitian  ini  bertujuan  untuk  mengetahui  pengaruh  perlakuan  sukrosa  dan fotoperiode  terhadap pertumbuhan dan perkembangan embrio somatik jeruk Keprok Batu 55.  Embrio somatik diinduksi dari eksplan nuselus yang dikultur pada medium MT (Murashige dan Tucker) + sukrosa 146 mM  + ekstrak malt 500 mg  L-1. Setelah  3  kali  subkultur,  embrio  somatik  dikultur  pada media  MT  dengan  penambahan  beberapa  konsentrasi sukrosa  (146,  171, 196,  dan  246  mM)  atau  diperlakukan  dengan  fotoperiode  yang  berbeda (8,  12,  dan 16  jam  hari- 1).  Embrio  somatik  hasil  perlakuan  selanjutnya diregenerasikan  menjadi  planlet.  Hasil  penelitian menunjukkan penambahan sukrosa pada medium tidak berpengaruh terhadap bobot basah embrio somatik pada umur  kultur 2  minggu  tetapi  menurunkan bobot basah  embrio somatik pada  umur  kultur  4  minggu.  Semakin tinggi  sukrosa  yang  ditambahkan dalam  medium ,   penurunan  bobot  basah  embrio  somatik  juga semakin meningkat. Induksi dan pertumbuhan embrio somatik juga dipengaruhi oleh kondisi kultur. Bobot basah embrio somatik yang dikulturkan selama 2  dan 4 minggu dengan fotoperiode 12 jam  hari- 1lebih tinggi dibandingkan dengan fotoperiode 8 jam  hari-1. Namun demikian apabila fotoperio de ditingkatkan menjadi 16 jam  hari- 1, bobot basah embrio somatik mengalami penurunan. Embrio somatik yang diinduksi pada medium yang mengandung sukrosa  tinggi (246  mM)  mampu  beregenerasi  menjadi  planlet  lebih  banyak  dan berukuran  lebih  tinggi dibandingkan  dengan  sukrosa  rendah.  Embrio somatik  yang  dikultur  dibawah  fotoperiode  12  jam  hari- 1menghasilkan planlet  lebih  bany ak  dibandingkan  fotoperiode  8  dan  12  jam  hari-1. Namun  demikian,  embrio somatik yang dikultur dengan fotoperiode 16 jam hari- 1mampu menghasilkan planlet yang berukuran lebih tinggi dibandingkan dengan fotoperiode 8 dan 12 jam hari-1.Kata kunci: medium, Murashige dan Tucker, nuselus,   planlet
Regenerasi In Vitro Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Alfian Dwi Kurniawan; Wahyu Widoretno
Biotropika: Journal of Tropical Biology Vol 4, No 1 (2016)
Publisher : University of Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh yang ditambahkan pada media terhadap induksi kalus dan regenerasi tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) secara in vitro. Kalus diinduksi dari eksplan cakram /basal stem menggunakan media Murashige dan Skoog (MS) dengan penambahan 2,4-D konsentrasi 1, 2, 3 dan 4 mg/L. Kalus dikultur pada media MS dengan penambahan NAA 0,1 mg/L dan beberapa konsentrasi  kinetin (2, 3 dan 5 mg/L) untuk induksi tunas. Tunas disubkultur pada media MS + IBA 2 mg/L untuk membentuk plantlet. Penambahan 2,4-D pada media kultur mampu menginduksi pembentukan kalus pada eksplan, tetapi konsentrasi 2,4-D yang tinggi pada media menghambat pembentukan dan pertumbuhan kalus serta menyebabkan terjadi pencoklatan pada eksplan. Penambahan kinetin yang dikombinasikan dengan NAA pada medium mampu menginduksi tunas bawang merah dari eksplan kalus. Peningkatan konsentrasi kinetin berpengaruh terhadap jumlah tunas yang terbentuk pada kalus. Konsentrasi kinetin 2 mg/L mampu menghasilkan tunas lebih banyak dibandingkan dengan kinetin pada konsentrasi yang lebih tinggi (3 dan 5 mg/L). Plantlet bawang merah diperoleh setelah tunas disubkultur pada media yang mengandung IBA 2mg/L, akar mulai muncul setelah 6-8 minggu kultur.
Kultur Kalus Tanaman Obat Physalis angulata L. (Ciplukan) Retno Mastuti; Wahyu Widoretno; Nunung Harijati
Biotropika: Journal of Tropical Biology Vol 8, No 1 (2020)
Publisher : University of Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.biotropika.2020.008.01.05

Abstract

Ciplukan (Physalis angulata L.) merupakan anggota famili Solanaceae yang telah lama dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Penyediaan tanaman obat yang umumnya tumbuh liar dan belum banyak dibudidayakan ini telah diupayakan melalui propagasi tanaman secara in vitro. Kultur kalus banyak dilaporkan berpotensi sebagai alternatif sumber metabolit sekunder termasuk yang berkhasit obat. Penelitian ini bertujuan untuk optimasi inisiasi dan pemeliharaan kultur kalus P. angulata menggunakan eksplan kotiledon dan hipokotil kecambah in vitro. Kalus diinduksi pada medium MS ditambah Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) BAP 0,5 dan 2 mg/l yang masing-masing dikombinasikan dengan 2,4-D 1, 2, dan 4 mg/l dan IAA 0,05 , 0,5 dan 1,0 mg/l. Secara umum kedua eksplan kotiledon maupun hipokotil menunjukkan respon proliferasi yang baik terhadap kombinasi ZPT yang diujikan. Jenis eksplan tidak berpengaruh nyata pada kemampuan pembentukan kalus pada semua (100%) bagian jaringan eksplan dan berat basah (BB) kalus primer maupun sekunder. Berat basah kalus primer maupun sekunder lebih dipengaruhi oleh kombinasi ZPT. Subkultur kalus primer pada medium pemeliharaan dengan kombinasi BAP (0,5 dan 1 mg/l) + IAA / 2,4-D 0,2 mg/l tidak hanya menghasilkan kalus sekunder tetapi juga menghasilkan tunas dan akar. Kombinasi BAP 2 mg/l + 2,4-D (1, 2 dan 4 mg/l) dapat mempertahankan pertumbuhan kalus sekunder tanpa mengalami organogenesis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kultur kalus dapat dihasilkan secara optimal baik dengan eksplan hipokotil maupun kotiledon in vitro pada medium induksi dan pemeliharaan yang sama yaitu MS + BAP 2 mg/l + 2,4-D (1, 2 dan 4 mg/l).
Regenerasi Tanaman dari Eksplan Kalus Bawang Putih (Allium sativum L.) secara In Vitro Arbaul Fauziah; Wahyu Widoretno
Biotropika: Journal of Tropical Biology Vol 3, No 1 (2015)
Publisher : University of Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin terhadap induksi kalus dan regenerasi tanaman bawang putih (Allium sativum L.) secara in vitro. Medium Murashige and Skoog (MS) dengan penambahan kombinasi 2,4-D dan kinetin digunakan untuk induksi kalus dari eksplan meristem basal,  sedangkan NAA dan BAP digunakan untuk regenerasi planlet dari eksplan kalus. Pertumbuhan kalus pada medium kultur yang mengandung 2,4-D dan kinetin pada konsentrasi rendah lebih baik daripada konsentrasi tinggi. Kalus yang dikulturkan pada medium kultur yang mengandung NAA 0.1 ppm dikombinasikan dengan BAP 0.5-2 ppm mampu membentuk tunas. Jumlah tunas meningkat seiring dengan peningkatan konsentrai BAP. Di antara berbagai macam konsentrasi NAA dan BAP, jumlah tunas terbanyak diperoleh pada medium kultur yang mengandung NAA 0.1 ppm dan BAP 2 ppm. Tunas-tunas dipindahkan ke medium kultur dengan penambahan BAP 10 ppm untuk menginduksi pemanjangan tunas. Planlet bawang putih dihasilkan dari tunas yang dikulturkan pada medium kultur dengan penambahan IBA 2 ppm. Kata kunci: bawang putih, kalus, meristem basal, regenerasi in vitro