Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Sistem Pendidikan dan Pemikiran Filsafat Prancis Kontemporer Martin Suryajaya
Jurnal Kajian Wilayah Vol 2, No 2 (2011): Jurnal Kajian Wilayah
Publisher : Research Center for Regional Resources-Indonesian Institute of Sciences (P2SDR-LIPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (409.18 KB) | DOI: 10.14203/jkw.v2i2.329

Abstract

Prancis dikenal sebagai negeri yang memberikan sumbangsih besar terhadap perkembangan filsafat kontemporer. Melalui tulisan ini penulis akan menganalisis prakondisi institusional dari sumbangsih tersebut. Penulis akan menunjukkan bahwa kekayaan wacana filsafat Prancis kontemporer mensyaratkan institusionalisasi filsafat baik secara formal (dalam wujud kurikulum dan institusi pendidikan) maupun informal (dalam ranah kebudayaan). Pada gilirannya, institusionalisasi ini dimungkinkan karena ada keperluan dari masyarakat itu sendiri, sebagaimana tercermin dalam kebijakan negara Prancis modern, akan filsafat sebagai basis universal bagi seluruh pendidikan. Dalam artikel ini, kita akan juga akan melihat bagaimana institusionalisasi tersebut berperan besar dalam mewujudkan kekayaan khazanah pemikiran Prancis pasca-Perang Dunia kedua.Kata kunci: institusi formal filsafat, institusi informal filsafat, paradigma pendidikan filsafat, konsep, eksistensi
Asal-Usul Pemikiran tentang Sekularisme di Abad Pertengahan Martin Suryajaya
Jurnal Filsafat "WISDOM" Vol 32, No 1 (2022)
Publisher : Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jf.73767

Abstract

Artikel ini melacak asal-usul wacana sekularisme dalam filsafat politik Abad Pertengahan, khususnya dalam pemikiran Dante Alighieri, Marsilius Padua dan William Ockham. Pertanyaan pokok yang membimbing kajian ini adalah: sejauh mana benih pemikiran mengenai sekularisme sudah muncul pada masa Abad Pertengahan? Metode yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah telaah filosofis atas konflik antara kuasa temporal dan spiritual yang menjadi konteks perdebatan mengenai kedudukan penguasa sekuler dalam hubungannya dengan otoritas keagamaan tertinggi. Dengan memeriksa respons terhadap kekuasaan mutlak gereja, terlihat adanya sejumlah alternatif berbeda yang salah satunya adalah sekularisme. Melalui penelusuran itu ditemukan bahwa sekalipun terdapat benih-benih sekularisme dalam pemikiran William Ockham, ia tetap mengandaikan paradigma religius tentang dunia yang mengasalkan sumber pembagian kewenangan temporal dan spiritual pada Tuhan, sedangkan Dante dan Marsilius Padua justru mengklaim otoritas religius dikandung dalam otoritas sekuler. Pemisahan gereja dari negara masih dilakukan dalam pengandaian penyelenggaraan ilahi di dunia. Pengandaian inilah yang membedakannya dari sekularisme modern.
Nasib Seniman Di Kota Masa Depan: Antara Keruwetan, Penghayatan Dan Berkah Martin Suryajaya
Jurnal Seni Nasional Cikini Vol 5 No 1 (2019): Jurnal Seni Nasional Cikini Vol. 5 No. 1
Publisher : Riset, inovasi dan PKM - Institut Kesenian Jakarta, DKI Jakarta.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (330.928 KB) | DOI: 10.52969/jsnc.v5i1.77

Abstract

Nasib Seniman Di Kota Masa Depan: Antara Keruwetan, Penghayatan Dan Berkah
Disposisi Dan Keniscayaan Sebagai Modalitas Hukum Alam Martin Suryajaya
DISKURSUS - JURNAL FILSAFAT DAN TEOLOGI STF DRIYARKARA Vol. 12 No. 1 (2013): Diskursus - Jurnal Filsafat dan Teologi STF Driyarkara
Publisher : STF Driyarkara - Diskursus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (192.016 KB) | DOI: 10.36383/diskursus.v12i1.115

Abstract

Abstract: A debate is growing today about the ontological status of disposition in relation to the modality of natural law. This debate arose after the failure of Humean actualism to explain the basis of causality. Categoricalism tries to overcome the weaknesses of actualism by restoring the concept of disposition that is reduced to a set of categorical properties. Through such a move, categoricalism hopes to explain the basis of the disposition and yet fails to guarantee the necessity of natural law. Another alternative is to formulate a variant of dispositionalism in which dispositions are regarded as fundamental properties that are irreducible to categorical properties. Dispositionalists attempt to set up a concept of disposition which acknowledges the existence of unactualized disposition and guarantees the necessity of natural law. This essay, however, will demonstrate that dispositionalists’ solution is not free from the similar dilemma which haunts categoricalism. Keywords: Actuality, categorical property, dispositional property, supervenience, causality, finkish disposition, antidote, necessity. Abstrak: Dewasa ini berkembang perdebatan tentang status ontologis disposisi dalam kaitannya dengan modalitas hukum alam. Perdebatan ini mengemuka selepas kegagalan aktualisme Humean dalam menjelaskan landasan kausalitas. Kategorialisme mencoba mengatasi kelemahan aktualisme dengan mengembalikan konsep disposisi yang direduksi pada sekumpulan sifat kategoris. Melalui langkah ini, kategorialisme berharap dapat menerangkan landasan dari disposisi, tetapi sesungguhnya gagal mengajukan suatu konsepsi tentang hukum alam yang niscaya. Alternatifnya adalah merumuskan suatu varian dari disposisionalisme di mana disposisi adalah sifat fundamental benda yang tidak tereduksikan pada sifat kategoris. Kaum disposisionalis berupaya membangun konsepsi tentang disposisi yang, di satu sisi, mengakui adanya disposisi yang tidak teraktualisasi dan, di sisi lain, menjamin keniscayaan hukum alam. Akan tetapi, melalui artikel ini akan ditunjukkan juga bahwa solusi disposisionalis tersebut tidak lepas dari dilema serupa yang menghantui kategorialisme. Kata-kata Kunci: Aktualitas, sifat kategoris, sifat disposisional, kebertopangan, kausalitas, disposisi-pelenyapan, penawar, keniscayaan.
KOLEKTIF DAN MENJADI-KOLEKTIF: Evolusi Wacana Kolektif Seni Rupa di Jakarta, 2000 – 2022 Martin Suryajaya; Nyak Ina Raseuk; Amy Zahrawaan
Jurnal Masyarakat dan Budaya Vol. 25 No. 1 (2023): Jurnal Masyarakat dan Budaya
Publisher : LIPI Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55981/jmb.2023.2005

Abstract

Art collective is a form of artistic subjectivity that has become increasingly common in Indonesian urbanlandscape in the last two decades. By focusing on seven collectives (Gudskul, ruangrupa, Forum Lenteng, Serrum,Graphic Huru Hara, Gardu House and Cut and Rescue), this article is a mapping of the discursive evolution onart collectives in Jakarta during 2000 – 2022. The method used were distant reading and social network analysisof the interactions of these art collectives on social media (Twitter and Instagram) as well as a number of journalsand books they publish. Social network analysis were applied to examine the pattern of mentions between socialmedia accounts in discussing art collective issues. Distant reading were also applied to the posts of these accounts,the various journals, and books published collectively. Through these method, three main things were found: 1)the emergence of art collectives in Jakarta in the early 2000s was not accompanied by a conscious consolidationof collectivities based on multiplicities, but rather on individuality, 2) the shift of focus from “alternative spaces”to “ collective” and “lumbung” (the commons) emerged from the need for network consolidation and communalresource management, and 3) the focus on “lumbung” led to a return to a number of traditional features of sanggarand a more programmatic conception of art
Towards a Morphology of Critique: An Attempt to Classify Approaches to Literary Criticism Martin Suryajaya
POETIKA Vol 11, No 1 (2023): Issue 1
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/poetika.v11i1.79438

Abstract

This study examines the possibility of classifying approaches to literary criticism so that each critical position can be mapped to other critical positions. This article is not an application of a literary criticism approach to reading a particular literary work but an attempt to map the relationships between approaches to literary criticism so that the issues raised here are theoretical and methodological rather than practical. This research offers another alternative: a comprehensive and valuable classification can be obtained by classifying the formal elements of reading practice rather than the theme. The method used here is a morphological study in the spirit of Vladimir Propp (2009) applied to the modality of reading to overcome the limitations of thematic classification offered by M.H. Abrams (1971), Northrop Frye (2007), Yoseph Yapi Taum (2017), and Vincent B. Leitch (Veeser, 2021). Through a formal study of reading modalities (coverage, access relation, and semantic modality), a classification of critical approaches is obtained, modelled in the axis of reading: the axis of depth, width, and distance by which the critics approach the literary phenomena. Based on that model, the entire approach to literary criticism can be classified into eight octants of the cube of reading: narrow–close–surface reading, narrow–close–deep reading, narrow–distant–deep reading, narrow–distant–surface reading, wide–close–surface reading, wide–close–deep reading, wide–distant–deep reading, and wide–distant–surface reading. Each approach is positioned relationally with other approaches in the cube of reading, so the space for dialogue and comparison is always wide open. By demonstrating the morphological relationships between critical approaches, this research opens new possibilities for interpreting each critical position as a liminal one so that each position is always related to and transformed into another.
Seni sebagai Pelarian ke dalam Kepribadian Lain: Sebuah Eksperimen Pembacaan Jauh atas Dua Marga Suryajaya, Martin
Urban: Jurnal Seni Urban Vol 6, No.1: April 2022
Publisher : Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsu.v6i1.73

Abstract

In his recent poetry book, Dua Marga (2022), Nirwan Dewanto experimented with writing poetry through two heteronyms as an attempt to escape from his personality. This article is an experiment on distant reading of that book with the aim of testing the extent to which the voice separation between the two heteronyms is realized. The distant reading method used here focuses on analyzing the frequency and co-occurrence of words and interpreting words as vectors so that the degree of similarity of a set of words can be calculated as the distance between vectors. Based on this analysis, it is found that Dua Marga’s poems do not show any grouping into the two heteronyms; there is a significant confounding between the two. In addition, anomalies were also found in a number of poems indicating the existence of a ‘third voice’ in the Dua Marga. On that basis, a new interpretation will be explored regarding the escape from personality as an artistic project.Dalam buku puisi, Dua Marga (2022), Nirwan Dewanto bereksperimen menulis puisi melalui dua heteronim sebagai amalan dari upaya pelarian diri dari kepribadian. Artikel ini merupakan sebuah eksperimen pembacaan jauh atas buku puisi tersebut dengan tujuan menguji sejauh mana terwujud separasi suara antara kedua heteronim tersebut. Metode pembacaan jauh yang digunakan di sini berfokus pada analisis frekuensi dan ko-okurensi kata serta dengan mengartikan kata sebagai vektor sehingga tingkat kemiripan sebuah himpunan kata dapat dihitung sebagai jarak antarvektor. Berdasarkan analisis ini ditemukan bahwa puisi- puisi Dua Marga tidak menunjukkan pengelompokan ke dalam kedua heteronim; terdapat pembauran yang cukup signifikan antara keduanya. Selain itu, ditemukan pula anomali pada sejumlah puisi yang mengindikasikan keberadaan ‘suara ketiga’ dalam Dua Marga. Atas dasar itu, sebuah pemaknaan baru akan dijajaki mengenai pelarian dari kepribadian sebagai proyek artistik.