Artaji Artaji
Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Praktik Pemeriksaan Saksi Dengan Menggunakan Teleconference Pada Pengadilan Agama Demi Mewujudkan Asas Sederhana Cepat Dan Biaya Ringan Vidya Khairina Utami; Artaji Artaji; Hazar Kusmayanti
Jurnal Sains Sosio Humaniora Vol. 6 No. 1 (2022): Volume 6, Nomor 1, Juni 2022
Publisher : LPPM Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/jssh.v6i1.19428

Abstract

Pengadilan Agama adalah pengadilan yang mengadili perkara privat antar individu yang beragama Islam dan menggunakan syariat hukum Islam dalam proses beracaranya. Ketentuan pada Pasal 54 Undang-Undang Peradilan Agama menyebutkan bahwa apabila terdapat suatu hal yang tidak diatur secara khusus pada Undang-Undang Peradilan Agama, maka akan tetap mengacu kepada hukum acara perdata yang berada di lingkungan Peradilan Umum, yaitu salah satunya HIR/Rbg. Perkembangan teknologi yang terjadi membuat munculnya PERMA No.1 Tahun 2019 dan membuat perubahan pada litigasi terutama pembuktian, yaitu pemeriksaan keterangan saksi menggunakan teleconference. Praktik ini menimbulkan perbedaan dan kendala dengan syarat formil dalam sahnya alat bukti saksi pada HIR/Rbg. Efektifitas dan efisiensi beracara dengan menggunakan teleconference dalam pemeriksaan saksi menggunakan teleconference agar dapat terwujudnya asas sederhana, cepat dan biaya ringan. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode yuridis normatif dengan metode analisis yuridis kualitatif, yaitu menggabungkan data primer yang didapatkan di Pengadilan Agama Jakarta Pusat dan Pengadilan Agama Jakarta Barat dengan data sekunder. Pemeriksaan saksi dengan menggunakan teleconference pada dasarnya tetap dilaksanakan secara langsung dan dalam waktu yang bersamaan pada saat persidangan, meskipun saksi hadir secara virtual. Praktik ini tidak bertentangan dengan HIR dan Rbg. PERMA No.1 Tahun 2019, HIR, dan Rbg dianggap kurang efektif dan efisien dalam membantu terwujudnya asas cepat, sederhana dan biaya ringan. Perwujudan asas sederhana, cepat dan biaya ringan tetap terpenuhi dalam praktik pemeriksaan saksi dengan menggunakan teleconference, baik dari segi prosedur administrasi, prosedur pemeriksaan, jangka waktu, dan biaya perkara. Kebutuhan dari seluruh Pengadilan Agama dalam melaksanakan pemeriksaan saksi dengan menggunakan teleconference perlu diperhatikan kembali oleh Mahkamah Agung.
Pelanggaran Kesepakatan Hak Asuh Anak Dihubungkan Dengan Asas Pacta Sunt Servanda Dan Peraturan Perundang-Undangan Terkait: Studi Kasus Putusan MA No. 2021k/Pdt/2020 Eurika Hasana Rohmah; Artaji Artaji
Jurnal Sains Sosio Humaniora Vol. 6 No. 1 (2022): Volume 6, Nomor 1, Juni 2022
Publisher : LPPM Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/jssh.v6i1.19494

Abstract

Asas pacta sunt servanda sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menegaskan bahwa para pihak dalam suatu perjanjian yang telah dibuat secara sah harus tunduk dan patuh melaksanakan isi dari perjanjian tersebut karena perjanjian mengikat seperti undang-undang bagi para pihaknya. Dengan adanya asas ini pula pihak ketiga atau hakim diharuskan menghormati perjanjian yang telah sah dibuat oleh para pihak dengan tidak melakukan intervensi terhadap substansi dari perjanjian tersebut. Namun, dalam praktiknya seperti yang termuat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2021 K/Pdt/2020 mengenai sengketa perebutan hak asuh anak, Majelis Hakim melakukan intervensi terhadap substansi dari perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak dengan memutuskan memberikan hak asuh anak hanya kepada salah satu pihak saja (sole custody) yang mana hal ini menyimpang dari kesepakatan hak asuh anak secara bersama (joint custody) yang telah dibuat oleh para pihak sebelumnya. Putusan Mahkamah Agung tersebut didasarkan atas dalil bahwa asas pacta sunt servanda yang terkandung dalam suatu perjanjian dapat disimpangi apabila ada kepentingan negara melindungi warganya dan melindungi kepentingan anak. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa putusan Mahkamah Agung Nomor 2021K/Pdt/2020 yang menetapkan hak asuh anak hanya diberikan kepada pihak Ibu saja telah sesuai dengan hukum positif di Indonesia didasarkan pada Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 serta beberapa yurisprudensi Mahkamah Agung terkait, yang mana di Indonesia lebih mengenal konsep pengasuhan anak secara tunggal (sole custody) sehingga khususnya untuk anak dibawah umur, pengasuhan anak diberikan kepada pihak Ibu atas dasar kepentingan terbaik bagi anak. Sementara itu, terkait perjanjian hak asuh anak dengan konsep pengasuhan bersama (joint custody) yang telah dibuat oleh para pihak sebelumnya di Amerika Serikat, berdasarkan Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata dan Pasal 436 Rv, asas pacta sunt servanda memang dapat dikesampingkan dan hakim memiliki diskresi untuk melakukan hal tersebut apabila bertentangan dengan keadilan atau kepatutan yang dalam kasus mengenai kepentingan anak.
Keabsahan Akta Otentik Yang Mengandung Penyalahgunaan Keadaan Sebagai Alat Bukti Acara Perdata Atika Nabila; Artaji Artaji; Rai Mantili
Jurnal Sains Sosio Humaniora Vol. 6 No. 1 (2022): Volume 6, Nomor 1, Juni 2022
Publisher : LPPM Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/jssh.v6i1.19729

Abstract

Akta otentik dalam hukum acara perdata merupakan alat bukti utama yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat di persidangan. Untuk dinyatakan sebagai bukti yang memiliki pembuktian sempurna dan mengikat maka akta otentik harus dibuat sebagaimana ketentuan yang diatur dalam undang-undang. Adapun dalam praktiknya masih ditemukan terdapat notaris sebagai pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik yang turut membantu terkait pembuatan akta yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan. Penelitian ini memuat dua permasalahan yakni, bagaimana keabsahan pada akta otentik yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan sebagai alat bukti dan pertimbangan hakim dalam pemeriksaan akta otentik yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan sebagai alat bukti. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis, dengan menggunakan perkara pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dikaitkan dengan asas-asas, norma hukum, dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyalahgunaan keadaan.