Kenanga M. Sikumbang
Faculty of Medicine Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Hubungan Skor GCS dengan Fungsi Kognitif pada Pasien Cedera Otak Traumatik di IGD RSUD Ulin Banjarmasin Apidha Kartinasari; Fakhrurrazy Fakhrurrazy; Kenanga M. Sikumbang
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 9, No 1 (2020)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (83.27 KB) | DOI: 10.24244/jni.v9i1.209

Abstract

Latar Belakang dan Tujuan: Cedera Otak Traumatik (COT) merupakan cedera yang mempengaruhi tingkat kesadaran serta fungsi neurologis. Pemeriksaan GCS dilakukan untuk mengkategorikan keparahan yang terjadi pada COT. Kondisi pasca COT dapat menyebabkan terjadinya penurunan fungsi kognitif karena terjadi kerusakan pada sel-sel otak serta vaskularisasinya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara skor GCS dengan pemeriksaan fungsi kognitif menggunakan Mini Mental State Examination (MMSE) dan Clock Drawing Test (CDT) pada pasien COT di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Ulin Banjarmasin.Subjek dan Metode: Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sebanyak 48 sampel didapatkan secara consecutive sampling.Hasil: Pada COT ringan terdapat 2 pasien (10%) mengalami penurunan fungsi kognitif, COT sedang 15 pasien (83,3%), dan COT berat 9 pasien (90%). Analisis data menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan penurunan fungsi kognitif seiring dengan semakin beratnya COT (p=0,000).Simpulan: Terdapat hubungan antara skor GCS dengan fungsi kognitif menggunakan MMSE dan CDT pada pasien COT. Relationship between Glasgow Coma Scale (GCS) Score with Cognitive Function in Traumatic Brain Injury Patient at Emergency Department of Ulin General Hospital BanjarmasinAbstractBackground and Objective: Traumatic Brain Injury (TBI) is an injury that affects the level of consciousness and neurological function. GCS examination is done to categorize the severity that occurs in TBI. Conditions after traumatic brain injury cause cognitive function impairment due to damage of brain cells and its vascularization. Analyze the relationship between GCS scores and cognitive function test using MMSE and CDT in TBI patients.Subject and Method: This study was observational analytic in design with a cross sectional approach. A total of 48 samples were obtained by consecutive sampling.Result: In mild TBI there were 2 patients (10%) experienced decrease in cognitive function, moderate TBI was 15 patients (83.3%), and 9 patients (90%) in severe TBI. Data analysis used Chi-Square test with 95% confidence level which showed a decrease in cognitive function along with the increasing severity of TBI (p=0.000). Conclusion: There was a relationship between GCS scores and cognitive function using MMSE and CDT in TBI patients. 
Durasi Operasi yang Memanjang pada Pasien dengan Tumor Cerebellopontine Angle (CPA) Harrison Harrison; Kenanga M. Sikumbang; Rapto Hardian
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 9, No 1 (2020)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (401.204 KB) | DOI: 10.24244/jni.v9i1.242

Abstract

Tumor Cerebellopontine angle (CPA) merupakan tumor fossa posterior terbanyak dan merupakan 5-10% dari tumor intrakranial. Penatalaksanaan anestesi pada kasus tumor CPA sangat menantang, dan memerlukan perhatian khusus terhadap disfungsi batang otak, posisi pasien, pemantauan neurofisiologi intraoperatif, dan adanya risiko venous air embolism (VAE). Pasien wanita, 16 tahun, 45 kg, suspek CPA tipe schwannoma akustik dengan keluhan sakit kepala selama 2 bulan. Tidak ada riwayat tinitus dan gangguan keseimbangan. CT-scan kepala memperlihatkan massa padat dengan bagian kistik di cerebellopontine angle kanan. Prosedur pembedahan dilakukan dalam posisi prone dan memanjang hingga 13 jam. Rumatan anestesi ditujukan untuk stabilisasi hemodinamik dan pencegahan hipotermia dengan penghangat blower dan infus hangat. Perdarahan selama pembedahan sekitar 1800 ml. Pasien diekstubasi setelah 3 hari di ICU. Prosedur bedah untuk tumor CPA memiliki risiko tinggi dan membutuhkan waktu lama, sehingga meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat risiko hipotermia dan ketidakstabilan hemodinamik yang lebih tinggi. Pada kasus ini dengan keterbatasan alat monitoring, dilakukan observasi ketat untuk kejadian VAE dan pencegahan komplikasi pascabedah dengan menjaga hemodinamik tetap stabil dengan pemberian cairan adekuat dan pencegahan hipotermia dengan penggunaan blower warmer dan infus hangat. Pada kasus ini, lama pembedahan selama 13 jam diantisipasi dengan monitoring yang ketat, pemberian volume adekuat dan pencegahan hipotermi. Prolonged Operation in Patient with Cerebellopontine Angle (CPA) TumorAbstractCerebellopontine angle (CPA) tumor is the most common neoplasms in the posterior fossa, accounting for 5-10% of intracranial tumors. Anesthetic management is very challenging and needs special attention due to brain dysfunction, patient position, neurophysiological monitoring intraoperative, and the risk of venous air embolism (VAE). Female patient, 16 years old, 45 kg, with a suspected CPA acoustic schwannoma presented headache for 2 months. No history of tinnitus and balance disorders. Head CT-scan showed solid mass with cystic sections at right cerebellopontine angle. During procedure patient was in prone position and the operation took 13 hours long. Maintenance anesthesia aims to stabilize hemodynamic with adequate fluid replacement and prevention hypothermia with blower warmer and fluid warmer. Blood loss during the operation about 1800 ml. The patient was extubated after 3 days in the ICU. Surgical procedure in cerebellopontine angle surgery has a high risk and requires a long time. Prolonged duration of surgery will increases mortality and morbidity, because of the higher risk of hypothermia and hemodynamic instability. With limited monitoring equipment, we stabilize hemodynamic and to prevent the risk of VAE by adequate volume replacement. Hypothermia prevention by blower and fluid warmer. In this case, 13 hours long the operation makes us should maintenance hemodynamic by given adequate volume replacement and prevention of hypothermia.