Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Jalan Garis Subroto SM Suwarno Wisetrotomo
Ars: Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol 1, No 14: September-Desember 2011
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/ars.v1i14.135

Abstract

Ini sekadar catatan pendek yang bermula dari pengamatan terhadap karya-karya Subroto Sm., berikut percakapan yang menyertainya. Subroto, seorang pelukis dan dosen di Fakultas Seni Rupa, almamater yang memiliki andil besar ‘membentuk’ eksistensinya, adalah sosok yang khas; baik penampilannya, cara berpikirnya, sikapnya, dan jalan keseniannya.
'Jalan Pembebasan' Edi Sunaryo Suwarno Wisetrotomo
Ars: Jurnal Seni Rupa dan Desain No.1 TH.1 April 2004
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/ars.v1i1.237

Abstract

Melacak jejak proses kreatif pelukisEdi Sunaryo (lahir di Banyuwangi, JawaTimur, 4 September 1951), sejak iamenapakkan pilihan profesinya menjadipelukis sekitar tahun 1970-an, akanditemukan fase-fase yang menarik. Di awaikarier, karya-karyanya bersandar padakekuatan dan kemampuannya menyusungaris, bidang, warna, dan tekstur, hinggamencapai kutuhan harmoni. Dalam fase itu,ia menggulirkan semacam tema yangdicitrakan sebagai 'citra primitif; yangmengisyaratkan bagaimana gubahan tatarupa itu berdasarkan atas spirit dari duniaseni (rupa) yang arkhaik. Fase ini dilaluicukup panjang (hingga akhir 1990-an). EdiSunaryo seperti terperangkap dalam jaringjaringtata rupa yang dibangunnya sendiri.
The Art Form of Wedha’s Pop Art Portrait (WPAP) Angga Kusuma Dawami; Martinus Dwi Marianto; Suwarno Wisetrotomo
IJCAS (International Journal of Creative and Arts Studies) Vol 8, No 1 (2021): June 2021
Publisher : Graduate School of Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/ijcas.v8i1.5375

Abstract

Wedha's Pop Art Portrait (WPAP) has become one of the most popular visual arts in Indonesia since Wedha Abdul Rasyid decided on this style in 2010. A decade later, WPAP became part of visual arts in Indonesia, used by many millennial designers, sheltered by the chapter community in regions; Jakarta chapter, Jogjakarta chapter, Surabaya chapter, etc. Visual arts-based on faces is a strong characteristic of WPAP. Only a few have achieved the WPAP form in accordance with the art form that Wedha first brought up. Economic motives became the biggest influence on the change in orientation from WPAP art to commodity. Therefore, the art form in WPAP tends to follow market trends. This paper tries to define the existing art in WPAP, with the formulation of the problem: what is the art form in WPAP in Indonesia? The formal approach to art is an important part of knowing art in WPAP. Through descriptive-analytic, an explanation of the art form in WPAP according to the Wedha’s experience is presented in this paper. The analysis is using an analysis of interactions between members of the WPAP community in several chapters which already have a "chapter" community. The art form in WPAP has almost the same characteristics as Wedha's work in the early appearance of WPAP. Wedha had a past that grapples with artwork; making illustrations, making magazine covers, making comics, and so on. The makers of WPAP in the WPAP community also have an art form in WPAP that is the same in pattern, because it is based on WPAP that was initiated by Wedha at the beginning of its appearance. The art form in WPAP has characteristics in color and line drawing. Bentuk Seni dari Wedha’s Pop Art Portrait (WPAP) Abstrak Wedha's Pop Art Portrait (WPAP) menjadi salah satu seni visual yang banyak digemari sejak Wedha Abdul Rasyid memutuskan gaya ini pada tahun 2010. Satu dekade berikutnya, WPAP menjadi bagian dari seni visual di Indonesia, digunakan oleh banyak desainer milenial, dinaungi oleh komunitas chapter yang ada di wilayah-wilayah; chapter Jakarta, chapter Jogjakarta, chapter Surabaya, dll. Seni visual berbasis pada wajah, menjadi ciri khas yang kuat pada WPAP. Hanya sedikit yang mencapai bentuk WPAP yang sesuai dengan bentuk seni yang Wedha munculkan pertama kali. Motif ekonomi menjadi pengaruh terbesar pada perubahan orientasi dari seni WPAP menjadi komoditi. Sehingga bentuk seni dalam WPAP cenderung untuk mengikuti tren pasar. Tulisan ini mencoba untuk mendefinisikan seni yang ada dalam WPAP, dengan rumusan masalah: Bagaimana bentuk seni dalam WPAP menurut komunitasnya di Indonesia? Pendekatan formal seni menjadi bagian penting untuk mengetahui seni dalam WPAP. Melalui diskriptif-analitik, penjelasan tentang bentuk seni dalam WPAP menurut komunitasnya disajikan dalam tulisan ini. Analisis yang digunakan adalah analisis interaksi antar anggota komunitas WPAP di beberapa chapter yang telah memiliki komunitas “chapter”. Bentuk seni dalam WPAP memiliki ciri khas yang hampir sama dengan karya Wedha pada awal-awal kemunculan WPAP pertama kali. Wedha memiliki masa lalu yang bergulat dengan pekerjaan seni; membuat ilustrasi, membuat cover majalah, membuat komik, dan lain sebagainya. Pembuat WPAP di komunitas WPAP juga memiliki bentuk seni dalam WPAP yang sama secara pola, karena memang berbasis pada WPAP yang dicetuskan oleh Wedha pada awal kemunculannya. Bentuk seni dalam WPAP memiliki ciri khas dalam warna, tarikan garis, pemilihan pallet, konstruksi wajah.
Tahap Inkubasi Desainer Dalam Proses Kreatif Pembuatan Desain Batik di Balai Besar Kerajinan dan Batik Kuncup Putih Kusumadhata; Timbul Haryono; Suwarno Wisetrotomo
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah Vol 38, No 1 (2021): DINAMIKA KERAJINAN DAN BATIK : MAJALAH ILMIAH
Publisher : Balai Besar Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v38i1.6675

Abstract

Teori-teori akademis tentang tahapan dalam proses kreatif memiliki banyak jenis dan alternatif, namun memiliki satu tahap yang cukup konsensual dan hampir selalu mempunyai tempat di dalam teori-teori yang bermacam-macam tadi. Tahap inkubasi dalam proses kreatif seorang desainer memberikan keluaran berupa gagasan yang dibutuhkan untuk mencipta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk aktivitas yang berlangsung dalam tahap inkubasi pada proses kreatif seorang desainer batik. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif studi kasus, menggunakan metode pengumpulan data dengan wawancara, serta pengamatan langsung dan partisipatoris. Penelitian ini menemukan dukungan data lapangan terhadap teori tentang tahap inkubasi dalam proses kreatif. Tahap inkubasi yang dialami desainer batik terbagi menjadi dua jenis, jenis pertama adalah inkubasi melalui aktivitas-aktivitas kontemplasi dan relaksasi, dan jenis kedua adalah inkubasi melalui aktivitas-aktivitas distraksi dari fokus permasalahan yang sedang dikerjakan.
Drama Politik dalam Ingatan dan Visualisasi Seorang Pelukis Kajian Kritis Terhadap Trilogi Lukisan Karya Djokopekik Suwarno Wisetrotomo; Pradani Ratna Pramastuti
PANGGUNG Vol 32, No 2 (2022): Ragam Fenomena Budaya dan Konsep Seni
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (688.208 KB) | DOI: 10.26742/panggung.v32i2.2118

Abstract

Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia 1965 merupakan tragedi politik sejarah gelap bangsa Indonesia, yang masih menyisakan pengalaman traumatis pada sebagian warga bangsa. Tak terkecuali, kalangan seniman, banyak yang terseret, karena keterlibatannya di sanggar seni atau Lembaga Kebudajaan Rakjat (LEKRA). Mereka yang terlibat diburu, ditangkap, dan dipenjara. Salah seorang di antaranya adalah Djokopekik, pernah aktif di Sanggar Bumi Tarung. Ia berupaya lari dari Yogyakarta ke Jakarta, dan akhirnya tertangkap, kemudian dipenjara di Benteng Vredeburgh dan Wirogunan. Djokopekik menuai sukses setelah karyanya dipamerkan pada Pameran Kebudayaan Indonesia di Amerika Serikat (KIAS, 1990/1991). Tema karyanya sekitar persoalan kemanusiaan dan keadilan. Tiga karya (trilogi) memiliki narasi panjang terkait dirinya adalah Lintang Kemukus (2003), Sirkus September (2016), dan Indonesia Berburu Celeng (2009) yang menjadi fokus penelitian ini. Metode menggunakan pendekatan kajian budaya dan media, utamanya kajian kritis ekonomi politik, serta bersifat deskriptif. Karya-karya Djokopekik dapat dimaknai sebagai penyembuhan (healing) dari trauma kekerasan politik.Kata kunci: drama politik, penyembuhan trauma, pameran KIAS, kajian budaya, Orde Baru