Kresnawati Wahyu Setiono
Fakultas Kedokteran, Universitas Nusa Cendana

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

UBUNGAN INFEKSI STH DENGAN JUMLAH EOSINOFIL DALAM DARAH TEPI MURID SD INPRES BERTINGKAT OEBOBO 2 Nana Angelia Seran; Kresnawati Wahyu Setiono; Desi Indriarini
Cendana Medical Journal (CMJ) Vol 6 No 3 (2018): Desember (Terbitan 15 tahun 2018)
Publisher : Universitas Nusa Cendana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (685.802 KB) | DOI: 10.35508/cmj.v6i3.665

Abstract

Soil transmitted Helminth (STH) merupakan infeksi cacing usus yang disebarkan melalui tanah yang lembab dan hangat terutama di negara dengan iklim tropis dan subtropis. Respon imun manusia terhadap infeksi cacing diperankan oleh Th2 dengan mengeluarkan IL-4, IL-5 dan IL-13. Interleukin 5 akan merangsang pelepasan dan aktivasi eosinofil. Aktivasi eosinofil menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah eosinofil dalam darah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Bukidnon, Mindano Utara, Filipina dan di kecamatan Jebres Kota Surakarta. Akan tetapi, tidak semua infeksi STH menampakkan eosinofilia. Soil transmitted helminth menginduksi eosinofilia hanya selama stadium invasi jaringan . Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan infeksi STH dengan jumlah eosinofil dalam darah tepi pada Murid SD Inpres Bertingkat Oebobo 2. Metode penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional dan dilakukan pada bulan Agustus 2017. Sampel penelitian sebanyak 118 siswa. Pemeriksaan sampel feses menggunakan metode Kato katz sedangkan pemeriksaan eosinofil menggunakan sediaan apusan darah tepi yang dipulas dengan Giemsa. Analisis data menggunakan uji Fisher. Hasil penelitian menunjukkan 3,4% (4/118) postif terinfeksi cacing dengan 1 di antaranya terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides dan 3 diantaranya terinfeksi cacing tambang (Hookworm). Responden penelitian dengan jumlah eosinofil yang meningkat adalah 1,7%(2/118). Hasil analisis Fisher didapatkan nilai p = 0,001. Kesimpulan dari penelitian ini terdapat hubungan yang bermakna antara infeksi STH dengan jumlah eosinofil dalam darah tepi pada murid SD Inpres Bertingkat Oebobo 2.
ANALISIS FAKTOR RISIKO RENDAHNYA CAKUPAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI) EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS OESAPA Diana Theresia Tangi Bupu; Kresnawati Wahyu Setiono; Irene K L A Davidz
Cendana Medical Journal (CMJ) Vol 7 No 2 (2019): Agustus (Terbitan 17 Tahun 2019)
Publisher : Universitas Nusa Cendana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (189.723 KB) | DOI: 10.35508/cmj.v7i2.1791

Abstract

Air Susu Ibu (ASI) eksklusif merupakan sumber nutrisi, vitamin dan mineral terbaik untuk pertumbuhan dan perkembangan pada enam bulan pertama kehidupan. ASI eksklusif dapat mengurangi risiko kematian pada bayi namun pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih sangat rendah, khusunya di Puskesmas Oesapa yaitu 12,43% pada 2016. Tujuan penelitian ini menganalisis faktor risiko rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Oesapa. Metode yang digunakan adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan case control study dengan teknik pengambilan sampel yaitu consecutive sampling untuk kelompok kasus yaitu 48 ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif dan kontrol yaitu 48 ibu yang memberikan ASI eksklusif. Analisis data yang dilakukan adalah univariat dan bivariat dengan uji chi square dan Odds Ratio. Hasil uji analisis faktor risiko dengan rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif yaitu nilai variabel dukungan suami (OR: 4,959; p: 0,001), ketertarikan terhadap susu formula (OR: 5,314; p: 0,000), tingkat pengetahuan ibu (OR: 2,143; p: 0,066), tingkat pendidikan terakhir ibu (OR: 1,187; p: 0,836), usia ibu (OR: 1,741; p: 0,433), pekerjaan ibu (OR: 1,000; p: 1,000), penghasilan ibu (OR: 1,533; p: 1,000), status pernikahan ibu (OR: 0,897; p: 1,000), urutan kelahiran anak (OR: 0,833; p: 0,831), dukungan petugas kesehatan (OR: 1,000; p: 1,000). Kesimpulan faktor risiko dari rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Oesapa adalah dukungan suami dan ketertarikan terhadap susu formula
ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS OEPOI President Venuz Venezea Lema; Kresnawati Wahyu Setiono; Regina Maya Manubulu
Cendana Medical Journal (CMJ) Vol 7 No 2 (2019): Agustus (Terbitan 17 Tahun 2019)
Publisher : Universitas Nusa Cendana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (184.507 KB) | DOI: 10.35508/cmj.v7i2.1797

Abstract

Stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama. Stunting sebagai akibat dari pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kejadian stunting, namun tiap daerah memiliki perbedaan yang dapat mempengaruhi terjadinya stunting. Tujuan penelitian ini menganalisis faktor risiko kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Oepoi. Metode yang digunakan penelitian observasional analitik dengan rancangan case control study dengan 114 sampel. Teknik pengambilan sampel yaitu consecutive sampling untuk kelompok kasus yaitu 57 balita stunting dan kelompok kontrol yang terdiri dari 57 balita normal. Analisis data yang dilakukan adalah univariat dan bivariat dengan uji chi square dan Odds Ratio. Hasil uji analisis faktor risiko dengan kejadian stunting yaitu nilai variabel asupan energi (OR: 6,143; p: 0,000), asupan protein (OR: 7,500; p: 0,000), status ekonomi keluarga (OR: 3,338; p: 0,004), jenis kelamin (OR: 0,513; p: 0,125), berat badan lahir balita (OR: 2,487; p: 0,178), status imunisasi (OR: 1,698; p: 0,556), pemberian ASI eksklusif (OR: 0,612; p: 0,546), riwayat penyakit infeksi (OR: 1,810; p: 0,334), pendidikan orang tua (OR: 1,950; p: 0,125), dan pekerjaan orang tua (OR: 0,525; p: 0,315). Kesimpulan penelitian ini faktor risiko dari kejadian stunting di wilayah kerja Puskesmas Oepoi adalah asupan energi, asupan protein, dan status ekonomi keluarga
HUBUNGAN LAMA MENDERITA DIABETES DENGAN DRY EYE PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II DI RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG Christalino Gabriel Fredrik Legoh; Kresnawati Wahyu Setiono; Eunike Cahyaningsih
Cendana Medical Journal (CMJ) Vol 8 No 1 (2020): Januari (Terbitan 18 tahun 2020)
Publisher : Universitas Nusa Cendana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (155.941 KB) | DOI: 10.35508/cmj.v8i1.2639

Abstract

Dry eye atau mata kering adalah kelainan dari film air mata yang terjadi akibat kekurangan air mata atau penguapan air mata yang berlebihan. Keluhan dari dry eye ini berupasensasi seperti adanya benda asing di mata, mata terasa kering, iritasi pada mata, gatal, hingga penglihatan kabur. Diabetes Melitus telah teridentifikasi sebagai salah satu faktor risiko sistemik yang terkemuka atas kejadian dry eye. Kejadian dry eye pada penderita diabetes disebabkan oleh berkurangnya produksi air mata karena neuropati. The Beaver Dam Eye Study melaporkan bahwa kurang lebih 20% dry eye terjadi pada individu dengan DM tipe 2 pada usia antara 43 sampai 86 tahun. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan lama menderita diabetes dengan dry eye pada penderita diabetes melitus tipe II di RSUD Prof. DR. W. Z. Johannes Kupang. Metode penelitian ini menggunakan observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling dengan jumlah sampel sebanyak 35 sampel atau 70 mata. Analisis data menggunakan uji spearman. Hasil dari penelitian ini menunjukkan kejadian dry eye lebih banyak terjadi pada sampel yang sudah menderita diabetes selama 5 – 10 tahun (17 mata). Analisis hubungan lama menderita diabetes dengan dry eye menggunakan uji spearman menunjukkan nilai p=0,421 pada mata kanan dan p=0,060 pada mata kiri. Dari hasil penelitian ini disimpulan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara lama menderita diabetes dengan dry eye pada penderita diabetes melitus tipe II di RSUD Prof. DR. W. Z. Johannes Kupang
HUBUNGAN KEPEMILIKAN DAN KONDISI JAMBAN TERHADAP KEJADIAN INFEKSI CACING USUS PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI DESA LIFULEO TAHUN 2019 Sofia Septria Nurdin; Kresnawati Wahyu Setiono; Idawati Trisno
Cendana Medical Journal (CMJ) Vol 8 No 2 (2020): April ( Terbitan 19 tahun 2020)
Publisher : Universitas Nusa Cendana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (169.466 KB) | DOI: 10.35508/cmj.v8i2.3334

Abstract

Infeksi cacing usus masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Penyakit ini terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia dan termasuk dalam neglected diseases. Secara global, tahun 2013 sekitar 2 miliar orang terinfeksi cacing usus. Di Negara berkembang 12% dari global burden disease disebabkan oleh infeksi cacing usus yang diestimasikan banyak terjadi pada anak usia 5-14 tahun. Di Indonesia prevalensi kecacingan sebesar 2,5-62%. Kecacingan dapat menghambat perkembangan fisik, kecerdasan, produktivitas kerja, dan menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya. Apabila terjadi pada anak dapat menurunkan performa akademis anak. Kepemilikan dan kondisi jamban merupakan salah satu faktor risiko kecacingan. Salah satu provinsi endemik kecacingan adalah NTT. Kepemilikan jamban pun masih sebesar 44% dengan akses jamban sehat sebesar 53,44%.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan kepemilikan dan kondisi jamban terhadap kejadian infeksi cacing usus pada anak usia sekolah dasar di Desa Lifuleo tahun 2019. Metode peneltitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan rancangan cross sectional dengan cara pengambilan sampel Purposive sampling. Sampel berjumlah 64 responden, dilakukan pada bulan Agustus-September 2019. Analisis data menggunakan uji fisher’s exact test. Hasil penelitian didapatkan prevalensi kecacingan sebesar 3,1%. Hasil uji fisher untuk hubungan kepemilikan jamban dengan kecacingan didapatkan nilai p = 0,908 (p > 0,05) dan hubungan kondisi jamban dengan kecacingan didapatkan nilai p = 0,151 (p > 0,05). Kesimpulan penelitian ini tidak terdapat hubungan kepemilikan dan kondisi jamban terhadap kejadian infeksi cacing usus pada anak usia sekolah dasar di Desa Lifuleo tahun 2019.
HUBUNGAN KEBIASAAN BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN DAN BERMAIN DI TANAH DENGAN KEJADIAN INFEKSI CACING USUS PADA ANAK DI DESA LIFULEO Ni Kadek A. V. Natalia; Kresnawati Wahyu Setiono; Sangguana M J Koamesah
Cendana Medical Journal (CMJ) Vol 8 No 2 (2020): April ( Terbitan 19 tahun 2020)
Publisher : Universitas Nusa Cendana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (154.545 KB) | DOI: 10.35508/cmj.v8i2.3350

Abstract

Infeksi cacing usus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masih tersebar luas di seluruh dunia terutama di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Cacingan dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan, dan produktivitas. Hygiene perorangan dipercaya sebagai salah satu faktor risiko cacingan.Tujuan penelitian ini bertujuan ntuk mengetahui hubungan kebiasaan buang air besar sembarangan dan bermain di tanah dengan kejadian infeksi cacing usus pada anak di Desa Lifuleo. Metode penelitian ini bersifat analitik observasional dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian ini berjumlah 61 orang dan pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Data kebiasaan buang air besar sembarangan dan kebiasaan bermain di tanah didapatkan melalui wawancara dan data infeksi cacingan diperoleh melalui pemeriksaan tinja. Hasil dari 61 sampel, didapatkan prevalensi infeksi kecacingan sebesar 3,3%. Hasil Uji Fisher untuk hubungan antara kebiasaan buang air besar sembarangan dan infeksi cacing didapatkan nilai p = 0,074. Sedangkan hubungan antara kebiasaan bermain di tanah dengan infeksi cacing didapatkan nilai p = 0,566 (p > 0,05). Kesimpulan dari penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan buang air besar sembarangan dan bermain di tanah dengan kejadian infeksi cacing usus pada anak di Desa Lifuleo
HUBUNGAN KEBIASAAN MENCUCI TANGAN DAN MENGGUNTING KUKU TERHADAP INFEKSI CACING USUS PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI DESA LIFULEO Eureka Y. Kause; Kresnawati Wahyu Setiono; Arley Sadra Telussa
Cendana Medical Journal (CMJ) Vol 8 No 2 (2020): April ( Terbitan 19 tahun 2020)
Publisher : Universitas Nusa Cendana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (134.826 KB) | DOI: 10.35508/cmj.v8i2.3357

Abstract

Infeksi cacing adalah penyakit infeksi yang paling umum diseluruh dunia dan terjadi di negara berkembang dan miskin. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang masih menghadapi masalah tinggi prevalensi penyakit infeksi terutama yang berkaitan dengan kondisi higiene dan sanitasi lingkungan yang belum baik. Mencuci tangan dan menggunting kuku merupakan bagian dari higiene personal yang turut menyumbang dalam infeksi cacing usus. Angka kejadian infeksi cacing 2,5-62% masih tergolong tinggi. Tingginya prevalensi infeksi cacing ini tergantung pada keberadaan telur cacing ditanah. Kesadaran yang rendah untuk mencuci tangan dengan air bersih dan sabun serta malasmenggunting kuku dapat menjadi faktor pendukung terjadinya infeksi cacing usus. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan kebiasaan mencuci tangan dan menggunting kuku yang mempengaruhi terjadinya infeksi cacing usus pada anak Sekolah Dasar di Desa Lifuleo. Metode penelitian ini merupakan penelitian analitikal observasional dengan rancangan cross sectional yang dilakukan pada seluruh siswa Sekolah Dasar di Desa Lifuleo dengan data diperoleh melaluiwawancara dan pemeriksaan telur cacing pada tinja. Sampel penelitiandiambil dari dua sekolah dasar yang berada di Desa Lifuleo menggunakan teknik sampling Probability sampling yaitu simple random sampling sejumlah 61 sampel. Analisisdata menggunakan uji Chi-Square. Hasil dari 61responden, didapatkan hasil 2 responden (3,3%) ditemukan terinfeksi telur cacing dan 59 responden (96,6%) tidak ditemukan terinfeksi telur cacing. Kemudian tidak terdapat hubungan signifikan dari kebiasaan mencuci tangan dan menggunting kuku yangmempengaruhi infeksi cacing pada siswa sekolah dasardi Desa Lifuleo dengan nilai p yaitu mencuci tangan (p=0,753),kebersihan kuku (p=0,483), Kesimpulan dari penelitian ini tidak terdapat hubungan signifikan dari kebiasaan mencuci tangan dan menggunting kuku yang mempengaruhi infeksi cacing pada siswa sekolah dasar di Desa Lifuleo yang diteliti.