Tasmin Tangngareng
Program Studi Ilmu Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

KEADILAN SAHABAT (Telaah Historis dalam Perspektif Metodologis) Tasmin Tangngareng
Tahdis: Jurnal Kajian Ilmu Al-Hadis Vol 6 No 2 (2015)
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (776.769 KB) | DOI: 10.24252/tahdis.v6i2.7178

Abstract

This article examines the equitableness of the Prophet’s companion (‘adalah al-sahabah) through historical and methodological perspective. The term of ‘adl means ‘straight’, ‘balance’,  ‘impartial’ or ‘put something on the right place’. In the Hadith perspective, ‘adl (equitably) is a man who constantly commands the right and forbids the wrong. Thus, its clear that ‘adl is a nature or a character of somebody which lead him to the right action. The term of ‘sahabah’ rooted from sa-hi-ba means ‘owner’ or ‘accompany’. In Hadith perspective, sahabah is a man who had been living along with The Prophet Muhammad for a or several years or involved once or several times in a war together with The Prophet Muhammad. Sahabah also means a man who met The Prophet Muhammad in the belief circumstances. Majority of ulamas (muslim scholar) said that the ‘adalah al-sahabah is guaranteed, so that they do not have to be criticized. However, the debate of ‘adalah al-sahabah among ulamas can be deal with redefinition of ‘adl as this article aims.
KEHUJJAHAN HADIS AHAD DALAM MASALAH AQIDAH Tasmin Tangngareng
Tahdis: Jurnal Kajian Ilmu Al-Hadis Vol 7 No 1 (2016)
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (789.038 KB) | DOI: 10.24252/tahdis.v7i1.7185

Abstract

Artikel ini membahas tentang kehujjahan hadis-hadis ahad, khususnya, dalam masalah aqidah. Menurut sebagian ulama walaupun hadis ahad tidak memenuhi kriteria mutawatir, tetapi boleh dijadikan hujjah dalam segala bidang. Sedangkan sebagian ulama lainnya menetapkan bahwa hadis ahad wajib diamalkan dalam urusan amaliyah, ibadah, kaffarat, dan hudud, tetapi tidak boleh dijadikan hujjah dalam urusan aqidah. Alasannya, bahwa hadis ahad adalah berstatus zanniy al-wurud, dan yang zanniy al-wurud tidak dapat dijadikan dalil untuk yang berkaitan dengan keyakinan. Soal keyakinan harus berdasarkan dalil yang qath`iy, baik wurudnya maupun dalalahnya. Sebagian pendapat lagi menyatakan bahwa hadis ahad yang sahih dapat dijadikan hujjah dalam masalah aqidah. Mereka menyatakan bahwa hadis ahad yang sahih berstatus qath`iy al-wurud. Oleh karena itu, Ibn Hazm menyatakan bahwa tidak ada alasan mengatakan bahwa hadis ahad itu zanniy setelah ditetapkan kesahihannya, sebab yang disyaratkan diterimanya hadis ahad itu adalah menghilangkan segala pengertian zanniy dan memastikan ilmu yaqin. Itu berarti, hadis ahad yang sahih dapat dijadikan hujjah dalam masalah aqidah