Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

LIDOCAINE IN VENTRICULAR TACHYCARDIA WITH HEMODYNAMICALLY UNSTABLE WHO REFUSE CARDIOVERSION, IS IT THE FIRST CHOICE OR NOT? Yuri Savitri; Ayu Permata Sari; Dio Gusfanny; Gisca Chairiyah Ami; Isra Namira
AVERROUS: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh Averrous, Vol.8 : No.1 (Mei 2022)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/averrous.v8i1.7092

Abstract

Sudden cardiac death (SCD) is a vital public health issue, accountable for almost 50% of all cardiovascular deaths. In the last three decades, SCD was the leading cause for almost 230000 to 350000 deaths per annum in the United States. Ventricular arrhythmias account for 25% to 36% of witnessed sudden cardiac arrests (SCA) at home and 38% to 79% of witnessed SCA in public. The goals of ventricular arrhythmia management include symptom relief, improving quality of life, reducing implantable cardioverter defibrillator shocks, preventing deterioration of left ventricular function, reducing risk of arrhythmic death, and potentially improving overall survival. Based on the ACLS guideline, each tachyarrythmia with a pulse should be given synchronized cardioversion, however, when such action could not be performed for various reasons, and showed wide QRS 0,12, intravenous or antiarrthytmia might serve as a possible treatment. If intravena antiarrhytmics are given, amiodarone may be considered. Amiodarone is also effective in preventing recurrence of monomorphic VT. Lidocaine is less effective in terminating VT than procainamide, sotalol and amiodarone. Lidocaine may be considered second-line antiarrthythmic therapy for monomorphic VT.
KEJANG DEMAM KOMPLEKS Maghfirah Maghfirah; Isra Namira
AVERROUS: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh Averrous, Vol.8 : No.1 (Mei 2022)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/averrous.v8i1.7947

Abstract

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Bangkitan kejang demam banyak terjadi pada anak berusia antara usia 6 bulan sampai dengan 22 bulan. Insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan. Kejang demam dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat akademik. Sebesar 4% penderita kejang demam secara bermakna mengalami gangguan tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi. Kejang demam merupakan suatu kondisi yang patut diperhatikan, dan tatalaksana yang tepat dapat mengatasi kondisi kejang dan mengatasi kausanya. Sebagian besar kejang demam tidak menyebabkan penurunan IQ, epilepsi, ataupun kematian. Kejang demam dapat berulang yang kadang menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada keluarga. Diperlukan pemeriksaan sesuai indikasi dan tatalaksana menyeluruh. Edukasi orang tua penting karena merupakan pilar pertama penanganan kejang demam sebelum dirujuk ke rumah sakit.