p-Index From 2019 - 2024
1.037
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Jurnal Pahlawan
Fakhry Firmanto
Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

INVESTASI DI ERA OTONOMI DAERAH BERKAITAN DENGAN KEUANGAN DAERAH Fakhry Firmanto
Jurnal Pahlawan Vol. 1 No. 1 (2018): JURNAL PAHLAWAN
Publisher : Pahlawan Tuanku Tambusai University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (252.072 KB) | DOI: 10.31004/jp.v1i1.554

Abstract

Investasi atau penanaman modal berdasarkan UU No. 25 tahun 2007 Pasal 1 angka 1 adalah “segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha diwilayah Republik Indonesia“ sedangkan penanam modal dalam Pasal 1 angka 4 merupakan “perseorangan atau badan usaha, dapat berasal dari luar negeri atau dari dalam negeri.“ Istilah otonomi mempunyai arti kebebasan atau kemandirian, bukan kemerdekaan. Artinya daerah otonom memiliki kebebasan dan kemandirian dalam mengatur pemerintahan daerah yang telah diberikan oleh pemerintah pusat dalam hal-hal tertentu. Hal ini berarti bahwa daerah harus dipandang dalam dua kedudukan, yaitu sebagai organ daerah untuk melaksanakan tugas-tugas otonomi dan sebagai agen pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan pusat didaerah. Kata kunci: Investasi, Otonomi Daerah, Keuangan Daerah. Abstract Investment or investment based on UU No. 25 tahun 2007 Pasal 1 angka 1 is "any form of investment activity, either by domestic investors or foreign investors to conduct business in the territory of the Republic of Indonesia" while investors in Article 1 point 4 constitute "individuals or business entities, may come from abroad or from within the country. "The term autonomy means freedom or independence, not independence. This means that autonomous regions have the freedom and independence in regulating local government that has been granted by the central government in certain matters. This means that regions should be viewed in two positions, namely as local organs to perform autonomy tasks and as agents of the central government to organize central affairs in the region. Keywords: Investment, Regional Autonomy, Regional Finance.
KONTRIBUSI OTONOMI DAERAH TERHADAP EKSISTENSI DESENTRALISASI PAJAK DAERAH Fakhry Firmanto
Jurnal Pahlawan Vol. 1 No. 2 (2018): JURNAL PAHLAWAN
Publisher : Pahlawan Tuanku Tambusai University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (413.37 KB) | DOI: 10.31004/jp.v1i2.557

Abstract

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Desentralisasi menjadi titik terang pengakuan kewenangan daerah dalam mengelola dan mengurus pemerintahannya sendiri. Pengelolaan otonomi daerah tidak terlepas dari sumber pembiayaan untuk pendapatan daerah berupa pajak daerah. Pajak daerah merupakan pajak negara yang diserahkan pungutannya kepada daerah dan pajak daerah sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan sebuah otonomi daerah. Pembangunan sebagai indikator keberhasilan otonomi daerah sangat dipengaruhi oleh keuangan daerah yang salah satunya berasal dari pajak daerah. Semakin banyak penerimaan dari pajak maka diharapkan semakin baik pembangunan yang dihasilkan oleh daerah itu. Kontribusi pajak daerah terhadap pembangunan sangat besar. Sehingga pajak sebagai penerimaan terbesar daerah diharapkan dikelola secara benar oleh pemerintah. Kata kunci: Kontribusi, Otonomi Daerah, Eksistensi, Desentralisasi, Pajak Daerah Abstract Regional autonomy is the right, authority, and obligation of the autonomous region to regulate and manage government affairs and the interests of the local community in accordance with the laws and regulations. Decentralization is a bright spot for recognition of regional authority in managing and managing its own government. Management of regional autonomy is inseparable from funding sources for regional income in the form of regional taxes. Regional tax is the state tax that has been levied to the regions and regional taxes greatly influence the success rate of regional autonomy. Development as an indicator of the success of regional autonomy is strongly influenced by regional finance, one of which comes from regional taxes. The more revenue from the tax, the better development is expected to be generated by the area. The contribution of local taxes to development is very large. So that tax as the largest revenue area is expected to be managed properly by the government. Keywords: Contribution, Regional Autonomy, Existence, Decentralization, Regional Tax
PERANAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Fakhry Firmanto
Jurnal Pahlawan Vol. 2 No. 1 (2019): JURNAL PAHLAWAN
Publisher : Pahlawan Tuanku Tambusai University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (417.268 KB) | DOI: 10.31004/jp.v2i1.567

Abstract

Peranan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sangat besar terhadap pengelolaan pajak daerah oleh pemerintah daerah. Peran itu dapat dilihat didalam beberapa pasal yang mengatur tentang kewenangan kepala daerah dalam mengelola keuangan daerah. Selain itu adanya sanksi pidana yang dimuat dalam Perda juga di atur dalam undang-undang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Pajak daerah sebagai salah satu sumber keuangan daerah, dijadikan patokan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Semakin tinggi nilai pajak yang diterima semakin banyak pendapatan daerah. Hanya saja pajak daerah tidak lagi dapat diharapkan apabila potensi dan sumber daya yang ada di daerah tidak sesuai dengan besarnya pembiayaan penyelenggaraan otonomi daerah Kata kunci: Peranan, Pajak Daerah, Pendapatan Daerah, Pemerintahan Daerah Abstract The role of Law No. 32 of 2004 is very large on the management of local taxes by the regional government. This role can be seen in several articles that regulate the authority of regional heads in managing regional finances. In addition, the existence of criminal sanctions contained in the Regional Regulations is also regulated in Law No. 32 of 2004. Regional taxes as a source of regional finance are used as a benchmark in the implementation of regional autonomy. The higher the tax value received, the more regional income. It's just that regional taxes can no longer be expected if the potential and resources available in the regions are not in accordance with the amount of funding for the implementation of regional autonomy. Keywords: Role, Regional Tax, Revenue Area,Local Government
PENYELESAIAN KREDIT MACET DI INDONESIA Fakhry Firmanto
Jurnal Pahlawan Vol. 2 No. 2 (2019): JURNAL PAHLAWAN
Publisher : Pahlawan Tuanku Tambusai University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (442.346 KB) | DOI: 10.31004/jp.v2i2.577

Abstract

Adanya kredit bermasalah (Non Performing Loan) akan menyebabkan menurunnya pendapatan bank, selanjutnya memungkinkan terjadinya penurunan laba, yang pada akhirnya berindikasi pada sektor perekonomian secara makro. Penanganan kredit bermasalah sebelum diselesaikan secara yudisial dilakukan melalui penjadwalan (rescheduling), persyaratan (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring). Penanganan dapat melalui salah satu cara ataupun gabungan dari ketiga cara tersebut. Setelah ditempuh dengan cara tersebut dan tetap tidak ada kemajuan penanganan, selanjutnya diselesaikan secara yudisial melalui jalur pengadilan, pengadilan Niaga, melalui PUPN, dan melalui Lembaga Paksa Badan. Sarana hukum yang dapat dipergunakan untuk mempercepat penyelesaiaan masalah kredit macet perbankan melalui pelaksanaan pasal 1178 ayat (2) KUH Perdata Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Pertama dapat diberi kuasa untuk menjual barang agunan dimuka umum untuk melunasi hutang pokok atau bunga yang tidak dibayar oleh debitur sebagaimana mestinya, dan dengan cara pemegang grosse akte dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat. Kata kunci: Penyelesaian, Kredit Macet Abstract The existence of non-performing loans (Non-Performing Loans) will cause a decline in bank income, further enabling a decline in profits, which ultimately indicates the macroeconomic sector. Handling of problem loans before being settled judicially is done through scheduling (rescheduling), requirements (reconditioning), and restructuring. Treatment can be through one method or a combination of the three methods. After being pursued in this manner and still no progress in handling, it will then be settled judicially through the courts, the Commercial court, through the PUPN, and through the Forced Agency. Legal facilities that can be used to accelerate the resolution of the problem of bank bad loans through the implementation of Article 1178 paragraph (2) of the Civil Code for Creditors First Mortgage Rights Holders can be authorized to sell collateral in public to repay the principal debt or interest that is not paid by the debtor as it should, and by way of the gross certificate holder can submit an application to the local District Court Chair. Keywords: Settlement, Bad Credit
PENERAPAN HUKUM PIDANA DALAM SISTEM PEMERINTAH ISLAM Fakhry Firmanto
Jurnal Pahlawan Vol. 3 No. 1 (2020): JURNAL PAHLAWAN
Publisher : Pahlawan Tuanku Tambusai University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (555.01 KB) | DOI: 10.31004/jp.v3i1.594

Abstract

Pentingnya pemimpin adalah untuk mengajar, mendidik dan memimpin rakyat kepada jalan kebenaran, keadilan, keselamatan dan kebahagiaan hidup yang hakiki dunia dan Akhirat. Dengan kata lain, pemimpin bertanggung jawab untuk membuat rakyat dan negara aman, makmur dan mendapat keampunan Allah SWT. Untuk itu pemimpin bukanlah dari sembarang orang. Pemimpin Islam bukannya hasil dipilih, diperebutkan atau hasil menonjolkan diri. Pemimpin bukan juga dipilih karena tamatan dan gelar. Sebab memimpin bukan pekerjaan untuk mendapatkan rezeki dan tidak juga untuk mencari publisitas. Lebih-lebih lagi bukan ladang tempat mengeruk kekayaan. Selain itu pemerintah Islam dalam mencari pemimpin sangat teliti, tidak memakai politik uang, sehingga hasilnya akan maksimal dalam menjalankan roda pemerintahan. Pemerintahan yang masih dipengaruhi budaya barat dan system hokum barat tidak akan menghasilkan kesejahteraan untuk seluruh umat dan keadilan yang diinginkan tidak akan tercapai. Sesungguhnya Allah membuat suatu hukuman tidak memiliki sifat dendam karena setiap hukuman yang harus dikenakan kepada manusia tersebut diberikan sifat memaafkan. Nilai memaafkan pada qishash dengan tujuan terciptanya perdamaian antar umat manusia. Perdamaian adalah inti Syariat Islam, datangnya Islam dan cara menyebarkannya pun dengan damai, sehingga terdapat slogan mengenai Islam yaitu bahwa Islam adalah agama perdamaian. Dalil-dalil yang mengatur tentang qishash dan asas perdamaian didalamnya dengan keinginan untuk memaafkan adalah hal yang sesuai dengan hati nurani manusia dalam mempertimbangkan adil dan tidak adilnya suatu perkara. Qishas hukumnya wajib dilaksanakan dari Allah SWT untuk umatnya, akan tetapi Allah SWT juga memberikan alternative untuk memaafkan dengan penggantian denda. Denda atau diat mengacu kepada perdamaian. Kata kunci: Penerapan, Hukum Pidana, Sistem Pemerintah Islam Abstract The importance of leaders is to teach, educate and lead people to the path of truth, justice, safety and happiness that is essential to the world and the Hereafter. In other words, the leader is responsible for making the people and the country safe, prosperous and get Allah's forgiveness. For that the leader is not from just anyone. Islamic leaders are not the result of being chosen, contested or the result of self-assertion. Leaders are not also chosen because of graduates and titles. Because leading is not a job to get sustenance and also not to seek publicity. Moreover, it is not a field where we rake in wealth. In addition, the Islamic government in looking for leaders is very thorough, does not use money politics, so the results will be maximal in running the wheels of government. Government that is still influenced by western culture and western legal system will not produce prosperity for all people and the desired justice will not be achieved. Verily Allah makes a punishment does not have the nature of revenge because every punishment that must be imposed on humans is given the nature of forgiveness. The value of forgiving the qishash with the aim of creating peace between mankind. Peace is the core of Islamic Sharia, the coming of Islam and how to spread it peacefully, so that there is a slogan about Islam that is Islam is a religion of peace. The arguments governing qishash and the principle of peace in it with the desire to forgive is something that is in accordance with human conscience in considering the fair and unfair of a case. The legal qishas must be carried out from Allah SWT for his people, but Allah SWT also provides an alternative to forgive the compensation of fines. Fines or diat refer to peace. Keywords: Application, Criminal Law, Islamic Government System
TINJAUAN NORMATIF TERHADAP PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA OLEH KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Rian Prayudi Saputra; Fakhry Firmanto; Syahrial Syahrial
Jurnal Pahlawan Vol. 4 No. 1 (2021): JURNAL PAHLAWAN
Publisher : Pahlawan Tuanku Tambusai University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (240.247 KB) | DOI: 10.31004/jp.v4i1.2172

Abstract

Tujuan dari kajian ini adalah ingin menjelaskan dan menganalisis bagaimana pertanggungjawaban korporasi dalam hal tindak pidana korupsi dan mencari bentuk sanksi yang ideal untuk korporasi sebagai pelaku tindak pidana dengan memperhatikan ciri dan karakteristik korporasi sebagai subyek hukum pidana. Keberadaan korporasi sebagai salah satu subjek hukum memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu negara. Sehingga korporasi berpotensi melakukan perbuatan yang menyimpang dan berujung pada tindak pidana. Pemidanaan terhadap korporasi berbeda dengan pemidanaan terhadap orang, oleh karena korporasi mempunyai karakter yang berbeda secara prinsipil dengan subjek hukum pidana orang. Ada bentuk-bentuk pidana yang bisa diterapkan kepada orang tetapi tidak bisa diterapkan kepada korporasi. Misalnya Pidana penjara dan pidana mati. Oleh karena itu, maka diperlukan bentuk pidana (sanksi) yang cocok untuk bisa diterapkan kepada korporasi sehingga tujuan dari pemidanaan dapat tercapai. Bentuk-bentuk sanksi yang dijatuhkan kepada korporasi harus melihat kepada manfaat pemidanaan korporasi yang tidak hanya melihat kepada kepentingan korporasi itu sendiri tetapi lebih jauh harus melihat kepada kepentingan masyarakat luas. Berdasarkan hal tersebut, maka ada beberapa bentuk sanksi yang bisa diterapkan kepada korporasi yang melakukan tindak pidana, yaitu sanksi percobaan (Probation), denda equitas (Equity Fine), pengalihan menjadi sanksi individu, sanksi tambahan, sanksi pelayanan masyarakat (community service.
PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN PASAL 362 KUHP DI WILAYAH KEPOLISIAN RESOR KAMPAR Kharul Affan; Rian Prayudi Saputra; Fakhry Firmanto
Jurnal Pahlawan Vol. 5 No. 2 (2022): JURNAL PAHLAWAN
Publisher : Pahlawan Tuanku Tambusai University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jp.v5i2.12560

Abstract

Law enforcement is an attempt to express the moral image contained in the law. The rise of motor vehicle theft that is growing, strategic locations and the ease of committing the crime of motor vehicle theft, and the difficulty of finding evidence of perpetrators by investigators make the crime of motor vehicle theft increasingly attractive to criminals. The formulation of the problem in this study is how to enforce the law on the crime of motor vehicle theft and what are the obstacles and how to enforce the law on the crime of motor vehicle theft. The research used is empirical research. The results of the study found that law enforcement on the crime of motor vehicle theft was carried out by following up on reports from victims of theft through the SPKT which then made a BAP which then carried out an investigation and when it was complete the investigator handed over the suspect to the police and if it was not known or found, further investigation was carried out and a DPO letter was made . Internal constraints faced include inadequate facilities and infrastructure, disconnected information networks, inadequate police officers, and lack of budget support. Preventive efforts are urging the public to be more careful, giving advice not to park vehicles carelessly and giving double keys. His repressive efforts carried out further investigations to uncover other perpetrators of motor vehicle theft. Keywords: Crime, Theft, Motor Vehicles