Hengky Manoppo
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi. Jl. Kampus Unsrat Bahu, Manado 95115, Sulawesi Utara, Indonesia.

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

The role of Bakasang as immunostimulant on non-specific immune response in Nile Tilapia (Oreochromis niloticus) Pangaribuan, Rosa D; Tumbol, Reiny A; Manoppo, Hengky; Sampekalo, Julius
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Vol 1, No 2 (2013): Oktober
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.1.2.2013.7280

Abstract

Bakasang produced from fermented fish’s offals contains some type of Lactic Acid Bacteria (LAB) and have potential as imunostimulant. LAB that can live and grow in the digestive tract of fish serve to suppress the growth of pathogenic bacteria, and produce metabolites that can stimulate the activity of the immune system. The purpose of this study was to examine the effect of bakasang as imunostimulant and to determine the optimal dose of bakasang for increasing non-specific immune response and growth in tilapia (Oreochronomis niloticus). This research was conducted using completely randomized design with four treatments and three replicates: B0 (0 ml/kg feed), B1 (50 ml/kg feed), B2 (100 ml/kg feed), and B3 (150 ml/kg feed). The treatment feed was given for 4 weeks at a dose of 3% /body weight/day with a frequency of twice a day (08:00 and 17:00). The data taken were immune parameters (total leukocytes and phagocytic activity) and growth. To evaluate the effect of bakasang, the observed parameters were subjected to analysis of variance performed to evaluate differences between the treatments. The results show that after 4 weeks of feeding, the total leukocyte of tilapia treated with bakasang B2 (100 ml/kg feed) on week three was significantly different compared to the total leukocytes in the other treatments with total leukocytes of 68% more than the control. Phagocytic activity in treated fish with 100 and 150 ml/kg (Treatment B2 and B3) were significantly different (p<0.05) from the other treatments. Nevertheless, the phagocytic activity in treatment B2 (100 ml/kg) was higher than B3 (150 ml/kg). Bakasang has an influence on growth during 4 weeks treatment in B1 and B2 which were significantly different to other treatments, but the difference between B1 and B2 treatment was not significantly different. The weight gain of tilapia in treatment B1 was 17.06 ± 3.17 g or 34.75% more than the control treatment, while the B2 body weight reached 17.72 ± 2.63 g or 39.96% greater than the control. In conclusion, the inclusion of bakasang in fish feed by using oral technique with a dose of 100 ml/kg could increase the nonspecific immune response and growth of tilapia. Bakasang yang dihasilkan dari fermentasi jeroan ikan mengandung beberapa jenis Bakteri Asam Laktat (BAL) dan mempunyai potensi sebagai immunostimulan. BAL, yang dapat hidup dan tumbuh di dalam saluran pencernaan, berfungsi menekan pertumbuhan bakteri patogen dan menghasilkan produk metabolit yang dapat merangsang aktivitas sistem kekebalan tubuh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh bakasang sebagai imunostimulan serta menentukan  dosis yang optimal  dalam meningkatkan respon imun non spesifik dan pertumbuhan pada ikan nila (Oreochronomis niloticus). Penelitian dilaksanakan menggunakan  Rancangan Acak Lengkap dengan empat perlakuan B0 (0 ml/kg pakan), B1 (50 ml/kg pakan), B2 (100 ml/kg pakan), dan B3 (150 ml/kg pakan); masing-masing dengan tiga ulangan.  Pakan perlakuan diberikan selama 4 minggu dengan dosis sebanyak 3%/bb/hari dengan frekwensi pemberian 2x sehari pagi (08.00), dan sore (17.00). Data yang diamati terdiri dari parameter imun (total leukosit dan aktivitas fagositik) dan pertumbuhan. Untuk mengevaluasi pengaruh bakasang terhadap parameter yang diamati dilakukan analisis ragam, sedangkan untuk mengevaluasi perbedaan pengaruh antar perlakuan dilakukan Uji Duncan. Setelah diberikan selama  4 minggu, total leukosit ikan nila yang diberi perlakuan bakasang  B2 (100 ml/kg pakan) minggu ke-3 berbeda sangat nyata dibandingkan dengan total leukosit pada perlakuan lainnya dengan total leukosit mencapai 68% lebih banyak dari kontrol. Aktivitas fagositosis pada ikan yang diberi perlakuan 100 ml/kg dan 150 ml/kg (Perlakuan B2 dan B3 ) berbeda nyata (p< 0.05) dengan perlakuan lainnya. Meskipun demikian aktivitas fagositosis pada perlakuan B2 (100 ml/kg) lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan B3 (150 ml/kg). Pengaruh bakasang  terhadap pertumbuhan selama minggu ke 4 perlakuan B1 dan B2 berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya, namun antar perlakuan B1 dan B2 tidak berbeda nyata. Perolehan berat ikan nila pada perlakuan  B1 sebesar 17,06 ± 3,17 g atau 34,75% lebih berat dari kontrol, sedangkan pada perlakuan B2 berat tubuh mencapai  17,72 ± 2,63 g atau 39,96% lebih besar dari kontrol. Sebagai kesimpulan, pemberian bakasang secara oral pada pakan ikan dapat menjadi imunostimulan dan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ikan dengan dosis 100 ml/ kg pakan.
THE EFFECT OF VACCINATION IN CONTROLING BACTERIAL DISEASE CAUSED BY AEROMONAS HYDROPHILA IN NILE TILAPIA (OREOCHROMIS NILOTICUS) Ratulangi, Arne A; Tumbol, Reiny; Manoppo, Hengky; Pangkey, Henneke
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Edisi Khusus 2 (2014): Oktober
Publisher : Graduate Program of Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.0.0.2014.7302

Abstract

This study aims to apply vaccination against bacterial disease. The purpose of vaccination is to trigger the immune respone both non-specific and specific of fish against bacteria Motile Aeromonas Septicaemia (MAS) caused by Aeromonas hydrophila. The vaccination for fish with different ages: 2-3 weeks and 5 weeks were done using immersion method. The fish were re-vaccinated (booster) after two weeks of the first vaccination. The survival rate was < 50 % for juveniles 2-3 weeks and > 50% for juveniles 5 weeks. Survival rate for juveniles 5 weeks was higher than juveniles of 2-3 weeks. This shows that organs of juveniles of 5 weeks were more complete than the 2-3 weeks juveniles. The age of fish is one of the important factors for successfully vaccination. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penerapan vaksinasi terhadap penyakit bakterial. Vaksinasi ditujukan untuk merangsang respon kekebalan non- spesifik dan spesifik pada tubuh ikan terhadap penyakit Motile Aeromonas Septicaemia (MAS) yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila. Vaksin diberikan pada benih ikan nila yang berbeda umur yaitu 2-3 minggu dan 5 minggu dengan menggunakan metode perendaman. Ikan divaksinasi ulang (booster) setelah 2 (dua) minggu dari vaksinasi yang pertama. Prosentase kelangsungan hidup < 50 % untuk benih umur 2-3 minggu dan > 50% untuk benih umur 5 minggu. Jumlah kematian benih umur 2-3 minggu lebih tinggi dari 5 minggu. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi organ benih umur 5 minggu telah lebih lengkap dari pada benih umur 2-3 minggu. Umur ikan merupakan salah satu faktor penting penentu keberhasilan suatu kegiatan vaksinasi.
PEMISAHAN JENIS PIGMEN KAROTENOID DARI KEPITING Grapsus sp JANTAN MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI KOLOM Silaa, Anisa ET; Paransa, Darus SJ; Rumengan, Anton P; Kemer, Kurniati; Rumampuk, Natalie DC; Manoppo, Hengky
JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS Vol 7, No 2 (2019): JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jplt.7.2.2019.24247

Abstract

Grapsus sp crab has a greenish black body color and also known as stone crab. Crabs in the genus Grapsus sp have a swift movement, long legs, they do not have swimming legs and have small reddish purple or purple-orange color, claws on the body of this crab indicated the presence of pigments such as carotenoid pigments. Carotenoid pigments are one form of secondary metabolites which consist of carotene and xanthophyll groups. Carotenoid pigments are present in yellow, orange or orange red which are also found in crabs. Separation of carotenoid pigments can be done using the TLC method, High Performance Liquid Chromatography (HPLC) and Column Chromatography (CC). The purpose of this study was to determine the type of carotenoid pigment from male Grapsus sp crab extract using the Column Chromatography separation method. From the results of this study, the carotenoid pigment content in the 1,2 and 3 carapace was 46,85 μg, 39 µg, and 33,14 µg. The carotenoid pigment concentrations in carapace extracts 1,2 and 3 are 25,38 µg/g, 23,4 µg/g and 5,11 µg/g. From the results of the separation using the column chromatography method, the type of carotenoid pigment identified from the carapace extract of Grapsus sp male is β-Carotene, Ekinenon, Astaxantine, Kantaxantine and Astacen.Keywords: Grapsus sp, Carotenoid, Column ChromatographyKepiting Grapsus sp memiliki warna tubuh hitam kehijauan dan dikenal dengan nama kepiting batu. Kepiting dalam genus Grapsus sp memiliki gerakkan yang cekatan, mempunyai kaki yang panjang, tidak memiliki kaki renang dan memiliki capit berukuran kecil yang berwarna ungu kemerahan atau ungu-oranye warna pada tubuh kepiting ini mengindikasikan adanya kandungan pigmen seperti pigmen karotenoid. Pigmen karotenoid merupakan salah satu bentuk metabolit sekunder yang yang terdiri dari golongan karoten dan xantofil. Pigmen karotenoid  hadir dalam warna kuning, oranye, atau merah oranye, yang juga ditemukan pada kepiting. Pemisahan pigmen karotenoid dapat dilakukan dengan menggunakan metode KLT, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan Kromatografi Kolom (KK). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis pigmen karotenoid dari ekstrak kepiting Grapsus sp Jantan dengan menggunakan metode pemisahan Kromatografi Kolom. Dari hasil penelitian ini, didapatkan kandungan pigmen karotenoid pada karapas 1,2 dan 3 adalah 46,85 µg 39 µg, dan 33,14 µg. Konsentrasi pigmen karotenoid pada ekstrak karapas 1,2 dan 3 adalah 25,38 µg/g, 23,4 µg/g dan 5,11 µg/g. Hasil pemisahan menggunakan metode pemisahan kromatografi kolom didapatkan ekstrak karapas kepiting Grapsus sp jantan memiliki jenis pigmen β-Karoten, Ekinenon, Astaxantin, Kantaxantin dan Astasen.Kata kunci: Grapsus sp, Karotenoid, Kromatografi Kolom, 
Identifikasi Senyawa Bioaktif Alga Merah Halymenia durvillei (Identification Bioactive Compounds of Algae Halymenia durvillei) Singkoh, Marina; Mantiri, Desy; Lumenta, Cyska; Manoppo, Hengky
JURNAL BIOS LOGOS Vol 9, No 1 (2019): JURNAL BIOSLOGOS
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35799/jbl.9.1.2019.23419

Abstract

Identifikasi Senyawa Bioaktif  Alga Merah Halymenia durvillei(Identification Bioactive Compounds of Algae Halymenia durvillei) Marina Flora Oktavine Singkohˡ)*, Desy Maria Helena  Mantiri ²) Cyska Lumenta²), Henky Manoppo²)1) Program Studi Biologi FMIPA Universitas Sam Ratulangi, Manado 951152) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi, Manado *Email korespondensi: marinasingkoh16@gmail.com  Diterima 17 Februari  2019, diterima untuk dipublikasikan 28 Februari  2019  Abstrak Alga merah memiliki kemampuan untuk memproduksi metabolit sekunder yang bersifat sebagai senyawa bioaktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa bioaktif pada alga merah Halymenia durvillaei. yang diambil dari pesisir Pantai Desa Rendingan, Kecamatan Tabukan Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara dengan metode skrining Fitokimia. Hasil penelitian  menunjukan bahwa alga merah  Halymenia durvillaei mengandung senyawa-senyawa  bioaktif. Berdasarkan hasil penelitian skrining fitokimia dapat disimpulkan bahwa  ekstrak etanol Halymenia durvillaei  mengandung senyawa bioaktif alkaloid, fenol, saponin, tanin, dan steroid.Kata Kunci: Halymenia durvillaei,  senyawa bioaktif,  fitokimia  Abstract Red algae have the ability to produce secondary metabolites that are bioactive compounds. This study aims to identify bioactive compounds in Halymenia durvillaei red algae taken from the coast of Rendingan Village Beach, Tabukan District, Sangihe Islands, North Sulawesi with the phytochemical screening method. The results showed that Halymenia durvillaei red algae contained bioactive alkaloid compounds. Based on the results of the phytochemical screening study it can be concluded that the Halymenia durvillaei ethanol extract contains bioactive alkaloid compounds, phenols, saponins, tannins, and steroids.Keywords: Halymenia durvillaei, bioactive compounds,  phytochemicals