I Gede Putu Surya
Bagian Obstetri Dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Malondialdehyde (MDA) Serum Level In Incomplete Abortion Is Higher Than Normal Pregnancies Putu Surya, I Gede
E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana Vol 1, No 3 (2013)
Publisher : E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Miscarriageor spontaneous abortion is one of the most frequent obstetric complications encountered during the first trimester of pregnancies. More than 80% occur in less than 14 weeks of pregnancy. Clinically, the most common miscarriage in hospitals is incomplete abortion. On of the cause of miscarriage is oxidative stress due tounbalance between prooxidants (free radical) and antioxidants. Malondialdehyde (MDA) is compound which is the end product of lipid peroxidants in the body.MDA showedsaturated fatty acid oxidation products from free radicals. Increased free radicals will caused oxidative stress. An increase in oxidative stress in accordance with increased MDA formation. Oxidative stress will cause breakage and damage tothetrofoblast cells that continued to be miscarriage. The purpose of this research was to provethat the MDA levels in incomplete abortionishigher than normalpregnancies. The design on this research used a cross-sectional study involving 72 women, grouped into 36 women with incomplete abortions and 36 womenwith normal pregnancy less than 14 weeks which meet the criteria of inclusion and exclusion that came to the Sanglah HospitalDenpasar. Blood serum were checked to determine serum MDA levels in both groups byElisa method. Based on t-independent test, therewereno significance differences in terms of age mother, the age of pregnancy and the parity between groups were gestational age less than 14 weeks(p > 0.05). There were significant differences (p < 0.05) between MDA serum levels in incomplete abortion(2.50+ 1.38) andnormal pregnancy less than 14 weeks (1.78 + 0.38).From chi-square test, prevalence ratio is(RP = 1.98, IK 95 % = 1.20-3.26 p = 0.005). Based on ROC curve, cut off point of mda serum levels was1.836 pmol/mg. MDA serum level in incomplete abortion is higher thannormal pregnancies. Keyword : incomplete abortion, MDA serum level
PERBEDAAN KADAR GLUTATHION PEROXIDASESERUM (GPx) PADA ABORTUS IMINENS DANKEHAMILAN NORMAL Putu Surya, I Gede
E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana Vol 3, No 3 (2015)
Publisher : E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui perbedaan kadar Serum GPx pada abortusiminens dan kehamilan normal.   Metode penelitian: Cross sectional. Jumlah sampel adalah sebesar 42 sampel,dimana 21 kasus abortus iminens dengan umur kehamilan < 20 minggu dan 21 kasus dengan kehamilan normal < 20 minggu. Pengambilan darah pada vena cubiti sebanyak 3cc kemudian dimasukkan kedalam tabung EDTA, lalu diperiksa kadar GPx pada Laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar. Dari data yang terkumpul dilakukan pengujian normalitas data dengan Shapiro-Wilk Test, kemudian dilakukan analisa data dengan t-independent sample test dengan tingkat kemaknaan p< 0,05   Hasil: Dari penelitian ini didapatkan kadar rerata GPx pada abortus iminens 49,92   ± 14,17 U/g Hb lebih rendah dari kehamilan normal dengan kadar rerata 88,94 ± 30,11 U/g Hb dengan perbedaan rerata GPx pada abortus iminens dan hamil normal sebesar 39,01 U/g Hb.   Simpulan: Perbedaan kadar GPx antara abortus iminens dan kehamilan normalberbeda bermakna secara statistik. Hal ini berarti bahwa kadar GPx pada abortus iminens lebih rendah dibandingkan kehamilan normal.   Kata kunci :abortus iminens, GPx, hamil normal  
KADAR MALONDIALDEHID YANG TINGGI MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA PREEKLAMPSIA Putu Surya, I Gede
E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana Vol 3, No 5 (2015)
Publisher : E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Sampai saat ini etiologi dan patogenesis preeklampsia masih belum diketahui dengan pasti, dimana ketidakseimbangan radikal bebas dan antioksidan yang mengakibatkan peroksidasi lipid diduga berperan penting. Malondialdehid merupakan penanda laboratoris peroksidasi lipid yang berperan terhadap terjadinya kerusakan endotel serta manifestasi klinis preeklapmsia. Tujuan: untuk mengetahui apakah kadar serum malondialdehid yang tinggi meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia pada kehamilan. Rancangan penelitian: penelitian ini merupakan studi kasus-kontrol berpasangan. Sejumlah 76 orang ibu hamil diteliti, 38 ibu hamil dengan preeklampsia sebagai kelompok kasus dan 38 ibu dengan kehamilan normal sebagai kelompok kontrol. Pemeriksaan kadar serum malondialdehid dikerjakan di Laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar. Data yang terkumpul dilakukan pengujian normalitas data dengan Kolmogorov-Smirnov, kemudian dilakukan analisa data dengan independent sampel test. Untuk mengetahui kadar malondialdehid terhadap  preeklapmsia dipakai uji Chi-Square. Hasil: pada penelitian ini didapatkan rerata kadar  malondialdehid pada preeklampsia 1,59+0,38 hmol/ml dan pada kehamilan normal 1,11+0,18 hmol/ml. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t = 7,05 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata kadar MDA pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p<0,05). Berdasarkan nilai titik potong 1,27 hmol/ml, didapatkan bahwa risiko relatif terjadinya preeklampsia adalah sebesar 7 kali (RO=1,27;  IK 95% = 2,58-20,16; p = 0,001). Simpulan: kadar malondialdehid pada preeklampsia berbeda secara bermakna dibandingkan dengan kadar malondialdehid pada kehamilan normal. Tingginya kadar serum malondialdehid  pada kehamilan meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia. Kata kunci: preeklampsia, malondialdehid
Kadar serum superoksida dismutase pada persalinan kurang bulan lebih rendah dari pada kehamilan kurang bulan Manuaba, IB Gde Udyoga; Surya, I Gede Putu; Suwardewa, Tjok Gde Agung
Medicina Vol 47 No 2 (2016): Mei 2016
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (504.061 KB)

Abstract

Persalinan kurang bulan merupakan masalah kesehatan yang serius di bidang Obstetrik dan Perintalogi. Hal ini terkait dengan risiko peningkatan morbiditas dan mortalitas bayi baru lahir. Kira-kira 75% dari kematian bayi baru lahir disebabkan oleh bayi kurang bulan. Beberapa faktor yang berpengaruh terjadinya persalinan kurang bulan antara lain aktivasi poros hypothalamic-pituitary-adrenal fetus maternal, infeksi dan inflamasi, perdarahan desidua dan peregangan uterus yang berlebihan. Kontraksi otot polos miometrium juga dapat dipicu oleh ketidakseimbangan reactive oxygen species (ROS) dengan antioksidan dalam tubuh yang bergeser ke arah peningkatan ROS. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kadar serum superoksida dismutase pada persalinan kurang bulan dengan kehamilan kurang bulan. Penelitian ini menggunakan rancangan studi cross-sectional analitik di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar yang dilakukan pada tanggal 1 Maret 2012 sampai 1 Maret 2015. Sampel penelitian adalah ibu hamil normal 28-36 minggu yang datang berkunjung ke Kamar Bersalin IRD dan Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar, sampel diambil secara consecutive sampling. Pada sampel dilakukan pengambilan sampel darah untuk diperiksa kadar SOD. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji t-independen. Hasil penelitian ini mendapatkan rerata umur ibu, usia kehamilan, dan paritas pada kedua kelompok adalah homogen. Rerata kadar SOD pada kelompok persalinan kurang bulan lebih rendah dibanding kelompok hamil kurang bulan (144,80 vs 214,07, t=3,22, P=0,004). Disimpulkan bahwa kadar SOD serum maternal pada persalinan kurang bulan lebih rendah dari pada kehamilan kurang bulan. Preterm labor is a serious health problem in Obstetrics and Perinatalogy. It is associated with increased morbidity and mortality risk among newborns baby. Approximately 75% of neonatal deaths are caused by babies that was born preterm. Some factors that influence the occurrence of preterm labor include activation of the fetal maternal hypothalamic pituitary adrenal axis, infection and inflammation, bleeding uterine decidua and excessive stretching of uterus. Myometrium smooth muscle contraction can also be triggered by an imbalance of reactive oxygen species (ROS) and antioxidants in the body that are shifting toward an increase in ROS. The aim of this study was to determine differences in superoxide dismutase (SOD) serum levels in preterm labor compared to preterm pregnancies. This study used an analytic cross-sectional design and conducted in Obstetrics and Gynecology Departement of Sanglah General Hospital on March 1st 2012 to March 1st 2015. The samples included in this study were normal 28-36 weeks pregnasubndant women who came to visit the Emergency Room and Obstetrics and Gynecological Clinic of Sanglah General Hospital. Samples were recruited by consecutive sampling. Blood sample were taken to investigated SOD levels and then analyzed by independent t-test. This study found no difference in mean of age of mother, gestational age, and parity in both groups. There was statistically significant difference in mean levels of SOD between preterm labor compared to preterm pregnant groups (144.80 vs 214.07, t=3.22, P=0.004). It was concluded that SOD serum levels in preterm labor is lower than in preterm pregnancies.
KADAR SERUM 8-HIDROKSI-2’-DEOKSIGUANOSIN LEBIH TINGGI PADA ABORTUS INKOMPLIT DIBANDINGKAN DENGAN KEHAMILAN NORMAL TRIMESTER I Suciani, Ni Made; Surya, I Gede Putu; Suwiyoga, Ketut
Medicina Vol 46 No 2 (2015): Mei 2015
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (179.571 KB)

Abstract

Abortus merupakan salah satu penyumbang kematian ibu akibat perdarahan yang ditimbulkan sertakomplikasi lain yang bisa muncul adalah infeksi, infertilitas dan abortus berulang. Penanganan abortussebagian besar terhadap komplikasi yang ditimbulkan bukan terhadap penyebabnya. Di Indonesiasampai saat ini belum pernah ditemukan penelitian tentang 8-hidroksi-2’-deoksiguanosin (8-OHdG).Tingginya kadar 8-OHdG berhubungan dengan tingginya agresi radikal hidroksil dan atau rendahnyakecukupan antioksidan yang bisa menyebabkan kerusakan DNA atau kelainan kromosom. Kelainankromosom merupakan salah satu penyebab terbesar abortus pada trimester I. Tujuan penelitian iniadalah untuk membuktikan bahwa kadar serum 8-OHdG pada abortus inkomplit lebih tinggidibandingkan dengan kehamilan normal trimester I. Desain pada penelitian ini adalah studi crosssectionalanalytic yang melibatkan 68 orang wanita yang dikelompokkan menjadi 34 orang denganabortus inkomplit dan 34 orang wanita hamil normal umur kehamilan < 14 minggu yang memenuhikriteria inklusi dan eksklusi yang datang ke Rumah Sakit Umum Sanglah Denpasar. Dilakukanpemeriksaan kadar 8-OHdG serum pada kedua kelompok dengan metode ELISA. Berdasarkan uji tindependentdidapatkan perbedaan yang signifikan (P=0,001) antara kadar 8-OHdG serum antarakelompok abortus inkomplit (5,00 ng/ml) dengan kelompok hamil normal (3,03 ng/ml). Beda reratakedua kelompok adalah 1,97 (IK95% 1,38 sampai 2,56). Dalam hal umur ibu, umur kehamilan danparitas tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok. Berdasarkan kurva ROCdiperoleh nilai cut of point 3,73 ng/ml. Dengan uji Chi-Square rasio prevalensi adalah 8,66 (RP=8,66IK95%=2,93 sampai 25,62 P=0,001). Kadar serum 8-OHdG secara bermakna lebih tinggi pada kelompokabortus inkomplit dibandingkan dengan kelompok hamil normal. Pada kadar 8-OHdG yang tinggikejadian abortus inkomplit adalah 8,7 kali lebih banyak dibandingkan hamil normal. [MEDICINA2015;46:99-103].Miscarriage or abortion is one contributor to maternal mortality due to bleeding caused as well asother complications can arise are infection, infertility and recurrent miscarriage. Handling most of thecomplications is not against the cause. In Indonesia until now has not been found research on eighthydroxy-2’-deoxyguanosine (8-OHdG). High level of this compounds is associated with high aggressionof hydroxyl radicals or low of antioxidant adequacy can cause DNA damage or chromosomalabnormalities. Chromosomal abnormalities arte the biggest cause of abortion in the first trimester.The purpose of this research was to prove that 8-OHdG serum level in incompete abortion was higherthan first trimester normal pregnancy. The design of this research was cross-sectional analytic studyinvolving 68 women, grouped into 34 women with Incomplete Abortion and 34 women with normalpregnancy less or equal than 14 weeks which meet the criteria of inclusion and exclusion that came tothe Sanglah Hospital Denpasar. Blood serum examination was conducted to know the 8-OHdG levelson both groups by the method of ELISA. Based on t-independent test, there were significant differences(P=0.001) between 8-OHdG serum level in incomplete abortion (5.00 ng/ml) and normal pregnancy(3.03 ng/mL) with mean difference was 1.97 (CI95% 1.38 to 2.56). In terms of mother’s age, pregnancy’sage and the parity, there were no significant differences between groups. Based on ROC curve, cut ofpoint of 8-OHdG serum level was 3.73 ng/ml. From Chi-Square test, prevalence ratio was 8.66 (RP=8.66CI95%=2.93 to 25.62 P=0.001). The serum level of 8-OHdG was significantly higher in incompleteabortion group compared to normal pregnancy. In the 8-OHdG serum levels were high, the incidence ofincomplete abortion was 8.7 times larger compared to normal pregnancy. [MEDICINA 2015;46:99-103].