ABDURRAKHMAN ABDURRAKHMAN, ABDURRAKHMAN
Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Jalan Raya Karangploso Kotak Pos 199 Malang

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

SKRINING GALUR KAPAS (Gossypium hirsutum L.) TOLERAN TERHADAP KEKERINGAN DENGAN PEG-6000 PADA FASE KECAMBAH SUMARTINI, SIWI; SULISTYOWATI, EMY; MULYANI, SRI; ABDURRAKHMAN, ABDURRAKHMAN
853-8212
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKDaerah pengembangan kapas di Indonesia umumnya lahan keringdengan keterbatasan air. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan galur-galur kapas toleran kekeringan menggunakan PEG-6000 pada fasekecambah. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Benih BalaiPenelitian Tanaman Pemanis dan Serat, mulai bulan April sampai Juni2012. Perlakuan disusun dalam rancangan Petak Terbagi dan diulang duakali. Petak utama adalah perlakuan PEG-6000 (-3 bar) dan tanpa PEG-6000 (air), sedangkan anak petak adalah 13 galur kapas dan varietasKanesia 14. Setiap perlakuan terdiri dari lima pot masing-masing ditanamsepuluh biji. Benih kapas dicampur dengan fungisida Mancozeb 80% 2g/kg benih sebelum ditanam. Parameter pengamatan meliputi dayaberkecambah, panjang kecambah dan akar, bobot kecambah dan akar,rasio  panjang  akar/kecambah,  serta  indeks  kerentanan  terhadapkekeringan. Kecambah dihitung sebagai kecambah normal jika panjanglebih dari 0,5 cm. Perlakuan PEG-6000 berpengaruh sangat nyata terhadappenurunan daya berkecambah, panjang kecambah dan akar, serta bobotkecambah dan akar. Sebaliknya, rasio panjang akar/kecambah lebih tinggipada perlakuan PEG-6000 dibandingkan dengan perlakuan tanpa PEG-6000. Respon ketahanan galur kapas yang dihitung dengan indekskerentanan kekeringan berbeda pada masing-masing parameter yangdiamati. Dari nilai rata-rata indeks kerentanan kekeringan semuaparameter, tidak ada galur yang tahan terhadap kekeringan (S<0,50).Terdapat delapan galur yang agak tahan kekeringan (0,50<S<1,0) danlebih tahan dibandingkan dengan Kanesia 14, yaitu 03002/12, 03006/1,03008/7, 03008/24, 03012/17, 03014/12, 03017/13, dan 03017/15.Kata kunci: Gossypium hirsutum L., tahan kekeringan, PEG-6000,perkecambahan, galurABSTRACTCotton production areas in Indonesia are arable land with lack of wateravailability. The aim of this study was to obtain cotton lines tolerant todrought using PEG-6000 at germination stage. The experiment wasconducted at the Seed Testing Laboratory in Indonesian Sweetener andFiber Crops Research Institute, from April to June 2012. Treatments werearranged in a Split Plots design with two replications. The main plot wasPEG-6000 (-3 bar) and without PEG-6000 (water), while the subplot was13 cotton lines and Kanesia 14 variety. Seed cotton was treated with 80%Mancozeb fungicide dose of 2g/kg seed before sowing. Parametersobserved were germination percentage, shoot and root length, shoot androot weight, ratio of root/shoot length, and drought susceptibility index.Seedling was counted as normal if its length more than 0.5 cm. PEG-6000treatment gives very significant effect on the decline on seed germination,shoot and root length, shoot and root weight. Otherwise, ratio of root/shootlength was higher in the PEG-6000 than without PEG-6000 treatment.Response of cotton lines to drought which calculated with a droughtsusceptibility index were different among parameter observed. Meandrought susceptibility index of all parameters showed that none of cottonline tolerant to drought (S < 0,50) was achieved from the study. Therewere eight moderately drought-resistant lines (0, 50 < S < 1,0) achievednamely 03002/12, 03006/1, 03008/7, 03008/24, 03012/17, 03014/12,03017/13, and 03017/15 which more resistance than Kanesia 14.Key words: Gossypium hirsutum L., drought tolerant, PEG-6000,germination, lines
RATIO OPTIMUM GALUR MANDUL JANTAN (A line) DAN GALUR PEMULIH KESUBURAN (R line) PADA PRODUKSI BENIH HIBRIDA KAPAS SUMARTINI, SIWI; ABDURRAKHMAN, ABDURRAKHMAN; MACHFUD, M.; SULISTYOWATI, E.
853-8212
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKTeknologi kapas hibrida merupakan salah satu upaya untukmeningkatkan produksi kapas nasional. Sampai saat ini belum tersediavarietas kapas hibrida nasional untuk program pengembangan kapasnasional. Penelitian ini bertujuan mengetahui ratio galur (A line) manduljantan dan galur pemulih kesuburan (R line) yang optimum untukmenghasilkan benih hibrida kapas paling tinggi dengan cara persilanganalami. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Pasirian-Lumajang,Jawa Timur mulai Januari sampai Desember 2011. Percobaan ini terdiridari satu pembanding T1 dengan penyerbukan manual dan 5 perbandinganratio (A line : R line) yang berbeda, yaitu T2 (3:2), T3 (4:2), T4 (5:2), T5(6:2), dan T6 (7:2) dengan penyerbukan alami. Perlakuan disusun dalamRancangan Acak Kelompok (RAK) diulang 3 kali dengan luas petakmasing-masing perlakuan 25 m x 5 m. Benih kapas ditanam dengan jarak125 cm x 25 cm. Pupuk yang diberikan sebanyak 300 kg pupuk majemuk(15 N:15 P 2 O 5 :15 K 2 O) dan 100 kg pupuk Urea/ha. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa perlakuan penyerbukan manual (T1) menghasilkankapas berbiji sebanyak 1023 kg/ha, nyata paling tinggi dibandingkanperlakuan dengan penyerbukan alami. Terdapat korelasi positif yangsangat nyata antara hasil kapas berbiji dengan jumlah populasi (r =0.75967). Hasil kapas berbiji tidak berbeda pada perlakuan T2 sampai T6yang bervariasi antara 377- 452 kg kapas berbiji/ha, dengan efisiensipenyerbukan alami sebesar 37–45%. Untuk produksi benih hibrida denganpersilangan alami dapat digunakan ratio 7 baris tetua betina dan 2 baristetua jantan (perlakuan T6). Harga benih hibrida kapas yang dihasilkandengan cara penyerbukan alami sebesar Rp. 98.571,-/kg sedangkan dengancara penyerbukan manual sebesar Rp. 101.826,-/kg.Kata kunci: Gossypium hirsutum, mandul jantan, pemulih kesuburan,penyerbukan manual, penyerbukan alamiABSTRACTHybrid cotton technology is an attempt to increase the nationalcotton production. Hybrid cotton varieties is not yet available for thenational cotton development program. This study was aimed atdetermining optimum ratio of male sterile lines (A line) and restorers (Rline) lines for producing high hybrid cotton seed yield. The experimentwas conducted in the Experimental Garden Pasirian-Lumajang, East Javafrom January to December 2011. This experiment consisted of T1 withmanual pollination (control), and 5 different ratios (A line : R line) withnatural pollination namely T2 (3:2), T3 (4:2), T4 (5:2 ), T5 (6:2) and T6(7:2). Treatments were arranged in a randomized block design (RBD) with3 replications, plot size was 25 m x 5 m of each. Seeds were sown witha distance of 125 cm x 25 cm. Fertilizers given were 300 kg of compoundfertilizer (15 N: 15 P 2 O 5 : 15 K 2 O) and 100 kg Urea /ha. From this researchit was found out that the T1 treatment by manual pollination produced asmuch 1023 kg seed cotton yield / ha, was the highest compared to naturalpollination treatments. There was high correlation between seed cottonyield and plant population (r = 0.75967). Seed cotton yield of T2 to T6treatments was not significantly different, which varies between 377-452kg/ha, with natural pollination efficiency of 37-45%. Therefore, for cottonhybrid seed production based male sterility by natural crossing, 7 rows offemale lines and 2 rows of male lines ratio (treatment T6) can be used.Price of cotton hybrid seed by natural pollination as much as Rp. 98,571, -/kg while by manual pollination as much as Rp. 101, 826, - /kg.Key words: Gossypium hirsutum, male sterile, restorer, manual pollination,natural pollination
GAMBARAN INDEKS LARVA AEDES AEGYPTI DI BUFFER WILAYAH KERJA BANDARA SEPINGGAN BALIKPAPAN Abdurrakhman, Abdurrakhman
Jurnal Ilmu Kesehatan dan Kesehatan Vol 3 No 1 (2019): February
Publisher : UNUSA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The House index and Container Index in the buffer area of the working area of Balikpapan Sepinggan Airport is still above 1%, so the potential for the spread of dengue disease. Mobilization of people, goods and transportation equipment will increasingly affect the transmission of disease in ports and airports, especially for vector-borne diseases. This study aims to analyze the risk factors associated with larvae density of Aedes aegypti and describe the larvae index in the buffer zone of the Sepinggan Balikpapan Airport This study was a descriptive study with a cross sectional design. The sample in this study was 121 houses with a proportionate stratified random sampling, the research location was in the buffer zone of Sepinggan Balikpapan Airport in November 2018. The variables studied were houses with positive larvae containers, breeding sites and PSN behavior and larvasidation. The data was analyzed using the chi square test. There was a relationship between houses with larvae positive Aedes aegypti, behavior of Mosquito Nest Eradication (PSN) and larvasidation with larvae density of Aedes aegypti but not for breeding sites (p =0.00and95%CI=0.64),and (p=0.00and95%CI=0.34).Thedescription of several Aedes aegypti larvae index, namely House Index (HI) = 57.02%, Container Index (CI) = 24.36%, Bruteau Index (BI) = 148.76, and Flick Free Numbers (ABJ) = 42.98 %. Houses with larvae of Aedes aegypti larvae and PSN and larvasidation behavior were associated with larvae density of Aedes aegypti. The index of HI, CI and BI larvae is of high value so there is a risk of DBD transmission
PENGARUH SUATU DATA OBSERVASI DALAM MENGESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI Utami, Herni; I, Ruri; abdurrakhman, abdurrakhman
MATEMATIKA Vol 5, No 3 (2002): Jurnal Matematika
Publisher : MATEMATIKA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (54.254 KB)

Abstract

Observasi yang mempengaruhi model regresi sedemikian hingga elipsoid konfidensi untuk estimasi parameter regresinya menjadi kecil apabila observasi tersebut “dihilangkan” adalah observasi penting.  Sehingga observasi penting tersebut bisa merupakan observasi berpengaruh sesungguhnya atau bisa juga sebagai outlier. Salah satu cara menentukan observasi ke-i penting atau tidak, melihat  elipsoid konfidensi parameter model regresi linear dengan “menghilangkan”  observasi tersebut.
POTENSI HASIL GALUR-GALUR F1 MANDUL JANTAN KAPAS PADA PERSILANGAN ALAMI SUMARTINI, SIWI; SULISTYOWATI, EMY; RUSTINI, SRI; ABDURRAKHMAN, ABDURRAKHMAN
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 14, No 2 (2008): Juni 2008
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jlittri.v14n2.2008.67-71

Abstract

ABSTRAKProduksi benih varietas kapas hibrida dapat ditempuh dengan duacara, yaitu dengan persilangan manual dan dengan memanfaatkan galurmandul jantan (male-sterile line). Memproduksi benih kapas secarapersilangan manual memerlukan tenaga dan biaya yang tinggi, dan biayatersebut dapat dikurangi dengan menggunakan galur male steril. Penelitiandilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Tembakaudan Serat, di Karangploso, Malang, Jawa Timur, dari bulan April sampaiOktober 2007. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi hasilgalur-galur mandul jantan kapas untuk memproduksi benih hibrida. Tigaaksesi kapas yaitu KI 487, KI 489, dan KI 494 yang memiliki persentasetanaman mandul jantan masing-masing 60,8%, 57,5%, dan 65% telahdigunakan sebagai donor sifat mandul jantan dan telah dilakukan introgresisifat mandul jantan dari ketiga aksesi tersebut ke varietas komersialKanesia 7, Kanesia 8, dan Kanesia 9 melalui persilangan pada tahun 2006dan diperoleh 9 set kombinasi persilangan. Pada tahun 2007, evaluasipotensi galur dilakukan terhadap 8 galur F1 mandul jantan, 3 tetua jantanyaitu varietas Kanesia 7, Kanesia 8, dan Kanesia 9, serta satu varietas baruyaitu Kanesia 12 sebagai pembanding yang disusun dalam rancangan acakkelompok yang diulang 3 kali. Plot percobaan berukuran 3 x 10 m 2dengan jarak tanam 100 cm x 25 cm; satu tanaman per lubang. Dosispupuk yang digunakan adalah 100 kg urea + 100kg ZA + 100kg SP 36 +100kg KCL per ha. Tidak dilakukan pengendalian hama denganinsektisida kimia selama penelitian. Pengamatan yang dilakukan adalahkemandulan benangsari secara visual dan mikroskopis, jumlah buah pertanaman, bobot buah, dan hasil kapas berbiji. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa pengamatan secara visual dan mikroskopis terhadapstruktur bunga menunjukkan bahwa semua individu tanaman dari 8 galurF1 yang diuji adalah mandul jantan. Jumlah buah galur mandul jantan 7 –96% lebih banyak tetapi ukuran buahnya lebih kecil dibandingkan denganKanesia. Galur-galur mandul jantan KI 494 x Kanesia 7 dan KI 494 xKanesia 8 memberikan hasil kapas berbiji paling tinggi masing-masing2.609kg dan 2.153kg per hektar dibandingkan dengan galur-galur lain,atau sebesar 94 % dan 95% dibandingkan dengan Kanesia 7 dan Kanesia8. Persilangan alami galur-galur tersebut bervariasi sebesar 51 – 95%.Kata kunci : Kapas, Gossypium hirsutum. L., mandul jantan, benih hibridaABSTRACTCotton yield potential of F1 male sterile lines undernatural crossingCotton hybrid seed production can be done by manual crossing andby using male steril line methods. The manual crossing technique ishowever labor dan cost intensive, and the cost can only be reduced byusing male sterile lines. The experiment was conducted in KarangplosoExperimental Station of Indonesian Tobacco and Fiber Crops ResearchInstitute (IToFCRI), Malang, East Java, from April to Oktober 2007aiming to evaluate the yield potential of cotton male sterile lines. Threecotton accessions e.i KI 487, KI 489, and KI 494 which have male sterilitypercentage of 60.8%, 57.5%, and 65%, respectively, were used as donorfor male sterility and were then introgressed to three commercial cottonvariety, Kanesia 7, Kanesia 8, and Kanesia 9 through manual crossing, andthat resulted in nine sets of crossing combinations. In 2007, yield potentialwere studied including 8 F1 male sterile lines, 3 male parent lines (Kanesia7, Kanesia 8, and Kanesia 9), and one new cotton variety, Kanesia 12, ascontrol in a randomized block design with 3 replications. Plot size was 3 x10 m 2 with 100 cm x 25 cm plant spacing; one plant per hill. Fertilizerdosage was 100kg urea + 100kg ZA + 100kg SP 36 + 100kg KCl per ha.Chemical insecticide was not used for insect protection during theresearch. Parameters observed were plants male sterility, number of bollsper plant, boll weight, and seed cotton yield. The experimental resultshowed that both visual and microscopic observation of male sterility onindividual plants confirmed that the eight F1 lines tested were male sterile.Number of bolls per plant of male sterile lines were 7 – 96% higher thanthat of Kanesia’s, but boll size was smaller. Lines KI 494 x Kanesia 7 andKI 494 x Kanesia 8 produced highest cotton seed yield of 2609 kg and2153 kg per hectar, respectively, which were 94% and 95% of that of theirmale parents, Kanesia 7 and Kanesia 8, respectively. Natural crossing ofthose lines varied around 51 – 95%.Key words : Cotton, Gossypium hirsutum. L., male sterile, hybrid seed
GALUR-GALUR HARAPAN KAPAS DI LAHAN TADAH HUJAN SUMARTINI, SIWI; ABDURRAKHMAN, ABDURRAKHMAN; SULISTYOWATI, EMY
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 14, No 3 (2008): September 2008
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jlittri.v14n3.2008.87-94

Abstract

ABSTRAKAreal pertanaman kapas di Indonesia tersebar di enam propinsi yaituJawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa TenggaraTimur, dan Sulawesi Selatan. Pengembangan kapas 70% berada di lahantadah hujan dan 30% di lahan sawah sesudah tanaman padi. Di lahan tadahhujan biasanya kapas ditanam setelah jagung, kedelai atau kacang hijaudan selalu mengalami kendala kekurangan air selama pertumbuhannya.Karena kendala tersebut, produksi kapas berbiji ditingkat petani umumnyahanya mencapai 200 – 500 kg per hektar. Penelitian uji multilokasidilaksanakan di Asembagus dan Wongsorejo (Jawa Timur), Bayan (NusaTenggara Barat), dan Bantaeng serta Bulukumba (Sulawesi Selatan), dilahan tadah hujan pada tahun 2004 – 2006. Sebanyak 9 galur dan varietasKanesia 8 disusun dalam rancangan acak kelompok yang diulang 4 kali(tiga ulangan tidak mendapatkan tambahan pengairan setelah tanamanberumur 42 hari atau setelah pemupukan kedua), satu ulangan diberipengairan optimal sampai panen, yang digunakan untuk menghitungIndeks Kepekaan Terhadap Kekeringan. Kapas ditanam secara monokulturpada petak percobaan berukuran 50m 2 dengan jarak tanam 100 cm x 25cm, satu tanaman per lubang. Pengamatan yang dilakukan adalah : hasilkapas berbiji pada kondisi keterbatasan air, hasil kapas berbiji padakondisi pengairan optimal, indeks kerentanan terhadap kekeringan, skorkerusakan daun akibat serangan Amrasca biguttula, dan mutu serat. Padakondisi tidak mendapatkan tambahan pengairan, rata-rata potensi hasilgalur-galur yang diuji tidak berbeda nyata dengan varietas Kanesia 8 sertatoleran terhadap A biguttula dan mutu seratnya memenuhi syarat untukindustri tekstil di Indonesia. Galur-galur yang produktivitasnya mencapailebih dari 1.500 kg kapas berbiji/ha adalah (135x182)(351x268)9,(135x182)(351x268)10, dan (135x182)10. Dilihat dari produktivitas, keta-hanan terhadap A. biguttula, ketahanan terhadap kekeringan dan mutuserat, terdapat dua galur harapan yang dapat dilepas sebagai varietas baruyang sesuai untuk dikembangkan di lahan tadah hujan pada kondisi keter-batasan air yaitu galur {(135x182)(351x268)}9 dan galur (339x448)2.Keunggulan galur {(135x182)(351x268)}9 adalah lebih toleran terhadapkondisi dengan ketersediaan air terbatas dibandingkan dengan Kanesia 8,sedangkan produktivitas, ketahanannya terhadap A biguttula, serta mutuseratnya tidak berbeda. Keunggulan galur (339x448)2 dibandingkandengan Kanesia 8 adalah mutu seratnya lebih tinggi, sedangkan produk-tivitas serta ketahanannya terhadap keterbatasan air dan A. biguttula tidakberbeda.Kata kunci : Kapas, produktivitas, mutu serat, tahan terhadap kekeringanABSTRACTNew cotton lines adaptive to rain-fedCotton growing area in Indonesia extended in six provinces i.e.East Java, Middle Java, Bali, West Nusa Tenggara, East Nusa Tenggaraand South Sulawesi. Cotton area in Indonesia is mostly (70%) in rain-fed, and the rest is on rice-field after paddy (30%). On rain-fed areas,cotton is commonly grown after maize, soybean, or greenbean, that itsuffers from drought. This condition has resulted low yield ranging 200 –500 kg seed cotton per hectare. As a result, farmers income and farmersinterest in cotton cultivation are low . Multilocations trial were conductedin Asembagus and Wongsorejo (East Java), Bayan (West Nusa Tenggara),and Bantaeng as well as Bulukumba (South Sulawesi), on rain-fed area in2004 to 2006. 9 lines of cotton and Kanesia 8 were arranged in randomizedblock design with four replications three replications without irrigation 42days after planting and one replication with optimal irrigation for theestimation of drought susceptibility index. Monoculture cotton was grownin plots sized 50 m 2 with 100 cm x 25 cm plant spacing, one plant perhole. Parameters observed were seed cotton yield on water limitedcondition, seed cotton yield on full irrigation, drought susceptibility index,score of leaf damage caused by Amrasca biguttula, and fibre quality.Means of productivity level of the cotton lines on water limited conditionwere not significantly different to Kanesia 8, all of them were tolerant toA biguttula with fiber quality was suitable for textile industries inIndonesia. There were three lines reached productivity more than 1,500kg/ha i.e. (135x182)(351x268)9, (135x182) (351x268)10, and (135x182)10. From the trials, there were two promising lines i.e. lines(135x182) (351x268) 9 and (339x448) 2 which can be released as newvarieties tolerant to water limited condition. Lines (135x182)(351x268) 9was more tolerant to water limited condition than Kanesia 8, and it was notsignificantly different in productivity, tolerancy to A biguttula, and fibrequality. Lines (339x448)2 was superior on its fiber quality than Kanesia 8and its productivity as well as its tolerancy to water limited condition andA biguttula were not significantly different.
GALUR-GALUR HARAPAN KAPAS DI LAHAN TADAH HUJAN SUMARTINI, SIWI; ABDURRAKHMAN, ABDURRAKHMAN; SULISTYOWATI, EMY
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 14, No 3 (2008): September 2008
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jlittri.v14n3.2008.87-94

Abstract

ABSTRAKAreal pertanaman kapas di Indonesia tersebar di enam propinsi yaituJawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa TenggaraTimur, dan Sulawesi Selatan. Pengembangan kapas 70% berada di lahantadah hujan dan 30% di lahan sawah sesudah tanaman padi. Di lahan tadahhujan biasanya kapas ditanam setelah jagung, kedelai atau kacang hijaudan selalu mengalami kendala kekurangan air selama pertumbuhannya.Karena kendala tersebut, produksi kapas berbiji ditingkat petani umumnyahanya mencapai 200 – 500 kg per hektar. Penelitian uji multilokasidilaksanakan di Asembagus dan Wongsorejo (Jawa Timur), Bayan (NusaTenggara Barat), dan Bantaeng serta Bulukumba (Sulawesi Selatan), dilahan tadah hujan pada tahun 2004 – 2006. Sebanyak 9 galur dan varietasKanesia 8 disusun dalam rancangan acak kelompok yang diulang 4 kali(tiga ulangan tidak mendapatkan tambahan pengairan setelah tanamanberumur 42 hari atau setelah pemupukan kedua), satu ulangan diberipengairan optimal sampai panen, yang digunakan untuk menghitungIndeks Kepekaan Terhadap Kekeringan. Kapas ditanam secara monokulturpada petak percobaan berukuran 50m 2 dengan jarak tanam 100 cm x 25cm, satu tanaman per lubang. Pengamatan yang dilakukan adalah : hasilkapas berbiji pada kondisi keterbatasan air, hasil kapas berbiji padakondisi pengairan optimal, indeks kerentanan terhadap kekeringan, skorkerusakan daun akibat serangan Amrasca biguttula, dan mutu serat. Padakondisi tidak mendapatkan tambahan pengairan, rata-rata potensi hasilgalur-galur yang diuji tidak berbeda nyata dengan varietas Kanesia 8 sertatoleran terhadap A biguttula dan mutu seratnya memenuhi syarat untukindustri tekstil di Indonesia. Galur-galur yang produktivitasnya mencapailebih dari 1.500 kg kapas berbiji/ha adalah (135x182)(351x268)9,(135x182)(351x268)10, dan (135x182)10. Dilihat dari produktivitas, keta-hanan terhadap A. biguttula, ketahanan terhadap kekeringan dan mutuserat, terdapat dua galur harapan yang dapat dilepas sebagai varietas baruyang sesuai untuk dikembangkan di lahan tadah hujan pada kondisi keter-batasan air yaitu galur {(135x182)(351x268)}9 dan galur (339x448)2.Keunggulan galur {(135x182)(351x268)}9 adalah lebih toleran terhadapkondisi dengan ketersediaan air terbatas dibandingkan dengan Kanesia 8,sedangkan produktivitas, ketahanannya terhadap A biguttula, serta mutuseratnya tidak berbeda. Keunggulan galur (339x448)2 dibandingkandengan Kanesia 8 adalah mutu seratnya lebih tinggi, sedangkan produk-tivitas serta ketahanannya terhadap keterbatasan air dan A. biguttula tidakberbeda.Kata kunci : Kapas, produktivitas, mutu serat, tahan terhadap kekeringanABSTRACTNew cotton lines adaptive to rain-fedCotton growing area in Indonesia extended in six provinces i.e.East Java, Middle Java, Bali, West Nusa Tenggara, East Nusa Tenggaraand South Sulawesi. Cotton area in Indonesia is mostly (70%) in rain-fed, and the rest is on rice-field after paddy (30%). On rain-fed areas,cotton is commonly grown after maize, soybean, or greenbean, that itsuffers from drought. This condition has resulted low yield ranging 200 –500 kg seed cotton per hectare. As a result, farmers income and farmersinterest in cotton cultivation are low . Multilocations trial were conductedin Asembagus and Wongsorejo (East Java), Bayan (West Nusa Tenggara),and Bantaeng as well as Bulukumba (South Sulawesi), on rain-fed area in2004 to 2006. 9 lines of cotton and Kanesia 8 were arranged in randomizedblock design with four replications three replications without irrigation 42days after planting and one replication with optimal irrigation for theestimation of drought susceptibility index. Monoculture cotton was grownin plots sized 50 m 2 with 100 cm x 25 cm plant spacing, one plant perhole. Parameters observed were seed cotton yield on water limitedcondition, seed cotton yield on full irrigation, drought susceptibility index,score of leaf damage caused by Amrasca biguttula, and fibre quality.Means of productivity level of the cotton lines on water limited conditionwere not significantly different to Kanesia 8, all of them were tolerant toA biguttula with fiber quality was suitable for textile industries inIndonesia. There were three lines reached productivity more than 1,500kg/ha i.e. (135x182)(351x268)9, (135x182) (351x268)10, and (135x182)10. From the trials, there were two promising lines i.e. lines(135x182) (351x268) 9 and (339x448) 2 which can be released as newvarieties tolerant to water limited condition. Lines (135x182)(351x268) 9was more tolerant to water limited condition than Kanesia 8, and it was notsignificantly different in productivity, tolerancy to A biguttula, and fibrequality. Lines (339x448)2 was superior on its fiber quality than Kanesia 8and its productivity as well as its tolerancy to water limited condition andA biguttula were not significantly different.