Eva Mustikasari Eva Mustikasari
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, Balitbang Kelautan dan Perikanan

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Pola Hidrodinamika di Perairan Nunukan sebagai Usulan pada Permasalahan Abrasi Pulau-pulau Kecil Wulan Fitry Hardhiyanti; Yessi Nirwana Kurniadi; Eva Mustikasari; Yogi Noviadi
RekaRacana: Jurnal Teknil Sipil Vol 4, No 2: Juni 2018
Publisher : Institut Teknologi Nasional, Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26760/rekaracana.v4i2.58

Abstract

ABSTRAKPerairan Nunukan yang berada di Provinsi Kalimantan Utara, merupakan salah satu wilayah terluar Indonesia yang berbatasan langsung dengan Negara Malaysia. Berada dalam wilayah terluar, Kabupaten Nunukan menyimpan banyak potensi dalam sektor kelautan dan perikanan. Sangat penting untuk menjaga zona ekonomi eksklusif pulau-pulau kecil terluar Indonesia dari abrasi. Besar abrasi yang mungkin terjadi dapat diketahui dengan melakukan analisis pemodelan mengenai hidrodinamika wilayah tersebut. Pemodelan numerik dilakukan menggunakan perangkat lunak MIKE 21 dengan modul Hydrodynamic (HD). Pemodelan yang dilakukan terdiri dari grid persegi dan mesh terstruktur. Hasil penelitian menunjukkan terdapat beberapa daerah di Kabupaten Nunukan terjadi peningkatan kecepatan arus antara 0,1625 m/s sampai 0,3 m/s yang berpotensi terjadi abrasi. Abrasi terjadi di barat daya Pulau Sebatik, Perairan Nunukan sepanjang 1.014,26 meter. Penelitian sebelumnya menunjukkan, ukuran butir di wilayah tersebut sebesar pasir kelanauan sebesar 0,01 mm. Terdapat hubungan antara kecepatan dan ukuran butir yang menyatakan wilayah tersebut memiliki potensi abrasi.Kata kunci: hidrodinamika, pemodelan, arus, pasang surut, abrasiABSTRACTSebatik Island is located in Nunukan sea at North Kalimantan Province. This island is one of the outermost area in Indonesia which is in border line with Malaysia. These outlying islands keep a lot of potential in marine, and fishery. It is important to keep Indonesia exclusive economic zone by protecting this outlying island from abrasion. Abrasion can be found by analyzing hydrodynamic modelling in the area. Hydrodynamic modelling is using software MIKE 21 with Hydrodynamic modules (HD). The numerical hydrodynamic modelling was consists of rectangular grid and unstructured mesh modelling. The modelling showed there are some area in Kabupaten Nunukan are has increase of current velocity between 0.1625 m/s and 0.3 m/s that potentially to abrasion. Abrasion occurred in the southwest of Sebatik Island, Nunukan sea along 1,014.26 meters. Based on the observation before, the grain size in the area was 0.01 mm sand silt. There is correlation between the current velocity and grain size in the area has potentially to abrasion.Keywords: hydrodynamic, modelling, current, tides, abrasion
Variabilitas Pola Arus dan Gelombang di Selat Karimata Aida Heriati; Eva Mustikasari; M. Al Azhar
Jurnal Segara Vol 11, No 2 (2015): Desember
Publisher : Pusat Riset Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2736.798 KB) | DOI: 10.15578/segara.v11i2.9087

Abstract

Tulisan ini membahas mengenai kondisi parameter fisik di daerah perairan Selat Karimata, yaitu kondisi angin, kondisi pasang surut, kondisi gelombang dan kondisi arus hasil dari pemodelan oseanografi. Data yang digunakan untuk pengolahan adalah data angin dari hasil pengamatan, data pasang surut dari Tide Model Driver (TMD) dan data batimetri dari GEBCO. Kejadian angin paling dominan terjadi adalah dari arah selatan dengan prosentase kejadian sebanyak 7,4%, tenggara 6,8% dan timur 6,5% dan hasil pemodelan gelombang menggunakan metode Sverdrup-Munk-Bretschneider memperlihatkan kondisi gelombang dengan arah gelombang dominan adalah arah tenggara dengan jumlah prosentase kejadian sebesar 6,76 %, dengan prosentase yang paling tinggi adalah pada kejadian gelombang dengan ketinggian 0,1 – 1 m. Tipe pasang surut yang terjadi di Selat Karimata adalah tipe pasang surut tipe tunggal (diurnal tides). Kondisi arus hasil pemodelan di perairan Selat Karimata menunjukkan bahwa arus yang kuat terjadi pada saat kondisi pasang dengan kecepatan maksimum arus yang terjadi adalah sebesar 0,6 m/dtk yang terjadi pada kondisi pasang menuju surut purnama.
Reef Geomorphology and Associated Habitats of Karimunjawa Islands, Indonesia: A Spatial Approach to Improve Coastal and Small Islands Management Tubagus Solihuddin; Dwi Amanda Utami; Hadiwijaya Lesmana Salim; Eva Mustikasari
Jurnal Segara Vol 16, No 2 (2020): Agustus
Publisher : Pusat Riset Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (877.141 KB) | DOI: 10.15578/segara.v16i2.8385

Abstract

The Karimunjawa Islands are situated in the offshore of Jepara region of Central Java with abundant coastal and marine resources including coral reefs. The reef geomorphology appears typical of fringing reefs worldwide comprising reef flat, reef crest and reef slope. The reef geomorphic profiles are generally gently sloping seaward with slightly raised reef crest along the reef edge. The reefs slope moderately (15-30°) at the upper forereef slope (~5-10 m depth) and tend to drop steeply, sometimes almost vertical, at depths of 10-30 m. The coral communities are found from the intertidal to a depth of about 15 m, with the most vigorous development occurring between 1.5 to 5 m. The reef flats have low coral cover and are extensively covered by a mixture of seagrass beds and carbonate sand. The reef crests, which mark boundaries between reef flat and upper forereef slope, are mainly colonized by mixed Acropora corals, mainly A. Hyacinthus. The forereef slopes have substantial coral growth prevailing mixed branching Acropora, Porites cylindrica and Porites sp. Sediments on the reef flats are mainly bioclastic materials derived from reef-erosion, including coral fragments, mollusks, foraminifera, red algae, Halimeda, Echinodermata, aggregate, quartz, and lithic fragments. Seagrass beds, mainly Enhalus, occur on the inner reef flat and are gradually shifted to macroalgae, predominantly Sargassum. The study provides a basic requirement for fisheries management and environmental monitoring for a mid-Sunda Shelf within a biodiversity “hotspot”.