Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

DAMPAK DARI EVENT SAIL BANDA 2010 TERHADAP PERKEMBANGAN WILAYAH KECAMATAN BANDA Ambon, Muhammad Ilham Ryansyah; Roychansyah, M Sani; Herwangi, Yori
JURNAL PEMBANGUNAN WILAYAH & KOTA Vol 15, No 1 (2019): JPWK Vol 15 No 1 March 2019
Publisher : Magister Pembangunan Wilayah dan Kota,Undip

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (885.191 KB) | DOI: 10.14710/pwk.v15i1.21008

Abstract

One of the main regional income sectors of Maluku Province comes from the tourism sector. As one of the main sectors to generate regional income, the tourism sector must be further developed so that the results can also be felt more optimally for the government and the community. One of the efforts carried out by the Central Government and the Regional Government of Maluku Province to develop the tourism sector is through organizing an international level tourism event, namely Sail Banda Event held in Banda District, Central Maluku Regency, Maluku Province. This study aims to evaluate the extent to which the development of the Banda Subdistrict area after the implementation of the Sail Banda Event and the impacts that have been made on the development of the Banda Subdistrict area. This is because even though the Sail Banda Event has been carried out but it is suspected that there was no impact from the holding of the event to increase the income and health of the local community in Banda District. In this study, the approach used is a qualitative deductive approach using analysis of regional development achievements.  The results of this analyzes will be used to see the impact of organizing the Sail Banda Event. The findings of this study are that the implementation of the Sail Banda Event in Banda District does not have a significant impact on increasing the income and welfare of the community. Of the four objectives of organizing the Banda Sail Event, only one goal was achieved, namely increasing tourist visits.
Strategi Pengembangan Smart Mobility berbasis Transportasi Publik di Kota Yogyakarta (Studi Kasus: Transjogja) Kaledi, Stefanus; Dewanti, Dewanti; Herwangi, Yori
Region : Jurnal Pembangunan Wilayah dan Perencanaan Partisipatif Vol 14, No 1 (2019)
Publisher : Regional Development Information Center, Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/region.v14i1.22132

Abstract

Kota sebagai sebuah kawasan konsentrasi kegiatan, pelayanan, dan pemerintahan telah mengalami perkembangan yang sangat tinggi pada jumlah penduduk dan kendaraan bermotor. Kota Yogyakarta sebagai salah satu Kota di Indonesia merupakan sebuah kota dengan potensi pariwisata, budaya dan pendidikan. Adanya potensi tersebut di satu sisi dapat memberikan dampak positif bagi Kota Yogyakarta tetapi disisi lain juga memberikan dampak negatif. Salah satu dampak negatif dari adanya potensi tersebut adalah perkembangan kendaraan bermotor yang pesat yang terjadi akibat urbanisasi penduduk yang tinggi dengan tujuan mencari kerja dan mencari pendidikan. Berdasarkan data, Setiap tahun terjadi pertumbuhan kendaraan di Kota Yogyakarta yang tercatat pada tahun 2016 jumlah kendaraan roda 2 sebesar 71.566 sedangkan jumlah kendaraan roda 4 sebesar 12.746. Namun pada tahun 2017 jumlah kendaraan meningkat drastis yang mana kendaraan roda 2 berjumlah 222.915 unit sedangkan roda 4 berjumlah 56.647 unit. Adanya Transjogja sebagai alat transportasi publik di Kota Yogyakarta belum mampu mengatasi masalah yang ada. Oleh sebab itu untuk menanggulangi masalah tersebut pemerintah Kota Yogyakarta memprioritaskan pengembangan kota melalui tiga isu penting salah satunya adalah pengembangan smart mobility berbasis transportasi publik. Smart mobility merupakan sebuah konsep turunan dari smart city yang bertujuan untuk menyediakan pelayanan transportasi yang cepat, aman, nyaman, dan terjangkau bagi masyarakat kota. Tujuan penelitian ini adalah membuat strategi pengembangan smart mobility berbasis transportasi publik di Kota Yogyakarta (Transjogja). Metode yang digunakan adalah duduktif kualitatif, menggunakan pendekatan wawancara ahli dan observasi lapangan dengan metode analisis SWOT. Hasil dari penelitian ini ditemukan beberapa strategi pengembangan yaitu strategi peningkatan jumlah armada bus sehingga dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, strategi penyediaan fasilitas pelayanan informasi pada transportasi publik sehingga real time, strategi penyediaan feder agar pelayanan bus dapat menjangkau daerah-daerah yang tidak terlayani oleh transportasi publik serta kemudahan transaksi bagi pengguna (card).Keywords: Kota Yogyakarta, Smart Mobility, Transjogja
Tingkat keterkaitan fisik kota inti dan kota satelit di kawasan metropolitan PEKANSIKAWAN (Pekanbaru, Siak, Kampar, Pelalawan) Nurrady, Teuku Ichsan; Dewanti, Dewanti; Herwangi, Yori
Region : Jurnal Pembangunan Wilayah dan Perencanaan Partisipatif Vol 15, No 1 (2020)
Publisher : Regional Development Information Center, Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/region.v15i1.26698

Abstract

PEKANSIKAWAN merupakan konsep kawasan metropolitan yang mengintegrasikan tiga wilayah kabupaten di Provinsi Riau yang ditujukan agar sektor strategis daerah dapat dikembangkan. Dalam konsep ini terjadi interaksi wilayah antara wilayah kota inti (Pekanbaru) dan delapan kota satelit disekitarnya yang meliputi Minas, Kandis, Siak Sri Indrapura, Perawang, Bangkinang, Petapahan, Lipat Kain dan Pangkalan Kerinci. Salah satu isu strategis yang terdapat dalam pengembangan konsep ini adalah pelayanan insfrastruktur fisik (prasarana pendukung). Tujuan dari penelitian ini adalah menemukenali tingkat keterkaitan fisik kota inti dan kota satelit di kawasan metropolitan PEKANSIKAWAN. Metode skoring dan pembobotan digunakan untuk melihat tingkat keterkaitan fisik kota satelit dan kota inti yang dilakukan terhadap tujuh indikator yang telah ditentukan. Hasil dari analisis tersebut menunjukkan kota satelit Bangkinang, Pangkalan Kerinci dan Minas memiliki keterkaitan fisik yang cenderung lebih baik (dibandingkan dengan kota satelit lain) dengan kota inti Pekanbaru. Hal ini disebabkan karena ketiga kota satelit tersebut terhubung langsung dengan jaringan penghubung utama Sumatera yang menghubungkan Kota Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi Riau dengan provinsi-provinsi lain di Sumatera. Selain itu, kuatnya keterkaitan fisik tersebut juga menjadikan Bangkinang, Pangkalan Kerinci, Minas, dan Kota Pekanbaru merupakan wilayah terintegrasi lebih baik dibandingkan wilayah lain di PEKANSIKAWAN.
Public Transport Performance Based on the Potential Demand and Service Area (Case Study : Jakarta Public Transport) Muttaqin, Muchammad Zaenal; Herwangi, Yori; Susetyo, Cahyono; Sefrus, Tri; Subair, Muhammad
Daengku: Journal of Humanities and Social Sciences Innovation Vol. 1 No. 1 (2021)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengembangan Teknologi dan Rekayasa, Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (600.538 KB) | DOI: 10.35877/454RI.daengku367

Abstract

The effectiveness and efficiency of public transport should be a priority for transportation in developing cities. Despite the efforts from the government to improve public transportation, in Jakarta City, Indonesia, there is still 9.93% increase of private vehicles annually per year. In detail, contributor for increasing vehicles in Jakarta is motorcycles with an average annual increase of 10.54% every year, followed by an increase in the percentage of passenger cars by 8.75%. In contrast, the number of public transportation increased only by 1.74%. This research did the evaluation for public transport service in Jakarta by availability and accessibility for them. Neighborhood analysis and Proximity analysis used in this research. The results of the research showed that major problems in public transportations in Jakarta City are the coverage area of the service, route connectivity, and its accessibility for public facilities. There are only 7.78% for coverage area by flexible bus stop service with average walking distance by 300 m. Thus, there are some areas that are not passed by public transport routes, for about 18.5 million people live in blank spot area.