Wacana ekonomi Islam hampir selalu menjadi bahan diskusi dalam tataran keilmuwan, khususnya pada wilayah epistemologis. Secara istilah, term âekonomiâ dan âIslamâ dianggap bertentangan satu sama lain. Kontradiksi tersebut memunculkan pertanyaan apakah ekonomi Islam itu sains atau doktrin? Untuk menjawabnya maka tulisan ini mengelaborasi problem-problem tersebut melalui pemikiran para proponen ekonomi Islam, khusunya Baqir al-Shadr dan Anas Zarqaâ. Dalam analisisnya, Shadr mengatakan semua sistem ekonomi, baik kapitalis, sosialis maupun Islam, lahir dari doktrin-doktrin yang mengajarkan ekonomi. Dokrin-doktrin itulah yang melahirkan ilmu ekonomi. Oleh karena itu, ekonomi Islam sejajar dengan ekonomi kapitalis dan sosialis dalam banyak hal, khususnya menyangkut metode atau cara masyarakat menggunakan dan menyelesaikan problem ekonominya. Dalam wilayah metodologis, Zarqaâ menyatakan bahwa al-Qurâan dan sunnah yang dianggap sebagai sumber normatif ternyata juga menyiratkan asumsi-asumsi deskriptif (positif). Kedua pernyataan ini juga mengendap dalam ilmu ekonomi konvensional. Pendek kata, ia menyatakan bahwa keilmuwan itu tidak diukur dari asumsi deskriptifnya yang berakar dari realita empiris saja, tetapi juga asumsi normatif yang menjadi bingkai kerja ilmu tersebut. Sebuah keilmuwan, ilmu ekonomi kapitalis, sosialis maupun Islam, merupakan doktrin yang kental dengan asumsi normatif. Dari doktrin itulah yang kemudian dirumuskan teori dan ilmu, setelah mengalami proses kontekstualisasi dengan realita masyarakat. Islamic economic discourse was almost always be the subject of discussion on saintific perspective, especially, on episthemology. Terminologically, term âeconomicâ and âislamâ, controverse the one and another. This controversy implies a question; do islamic economic is dogma or science? This paper elaborate these problems through ideas of the Islamic economic proponents, especially Muhammad Baqir al-Shadr and Anas Zarqaâ. In his analysis, Shadr said that all of economic systems, capitalism, socialism or Islam, born from dogmas about economic. These dogmas arise the economic. Therefore, Islamic economics was same with capitalism and socialism on more thing, especially, connect to a method of society to use and solve his economic problems. On methodology context, Zarqaâ express al-Qurâan and sunnah, considered as source of normative assumptions, it turns out contain implicitly a descriptive assumptions (positive). Both, normative assumptions and descriptive assumptions, were integrate in conventional economic. In short, Zarqaâ explained that a science didnât be measured from the descriptive assumptions only, that built from empirical reality, but from the normative assumptions, that became a frame work of the science. A science, capitalism, socialism or Islamic economics, was dogma effected by normative assumption as majority. From the dogma, the latter, a theory was be postulated, and a science was be formulated, through process of contextualizing with reality of society.