Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA Khairun Nisa, Yusup; Krisnan, Johny
Varia Justicia Vol 11 No 2 (2015): Vol 11 No. 2 Oktober 2015
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.662 KB)

Abstract

Pembuktian merupakan hal terpenting dalam proses peradilan, proses ini guna untuk mencari kebenaran materiil yaitu kebenaran yang selengkap – lengkapnya dari suatu perkara pidana. Dalam hal pembuktian ada berbagai macam alat bukti seperti keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Dalam tindak pidana penganiayaan, asusila, dan pembunuhan sering adanya visum et repertum yang dijadikan sebagai alat bukti dalam pembuktiannya. Berdasarkan uraian tersebut penulis melakukan penelitian dengan judul “KEKUATAN VISUM ET REPERTUM DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA”. Rumusan Masalah penelitian ini adalah bagaimanakah fungsi visum et repertum dalam mengungkap terjadinya tindak pidana dan bagaimanakah kekuatan hukum visum et repertum dalam mengungkap terjadinya tindak pidana. Penelitian ini menggunakan penelitian normatif empiris , bahan penelitian ini terdiri dari bahan primer bahan sekunder dan bahan non hukum, spesifikasi penelitian bersifat preskriptif dan terapan , tahap penelitiannya terdiri atas pendahuluan pelaksanaan dan akhir, menggunakan metode pendekatan Perundang Undangan (statute approach) dan metode pendekatan kasus (case approach), serta menggunakan analisa deduktif. Hasil penelitian yang didapat penulis menunjukkan bahwa fungsi visum et repertum adalah sebagai berikut, ditingkat penyidikan visum et repertum memiliki fungsi sebagai bahan untuk memperkuat dakwaan/sangkaan terhadap perbuatan yang dilakukan oleh tersangka dan sebagai bukti penahanan tersangka,ditingkat penuntutan yaitu sebagai alat untuk menentukan berat ringannya Pasal yang dipersangkakan terhadap terdakwa/pelaku,tingkat pengadilan yaitu salah satu pengganti alat bukti fisik dan sebagai pertimbangan hakim dalam menjatuhi putusan kepada terdakwa. Dan kekuatan hukum visum et repertum yaitu sangat mutlak atau sempurna dalam kasus tertentu seperti kasus tindak pidana penganiayaan, asusila, maupun pembunuhan
PELAKSANAAN PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Hafid Rahman, Indra; Susila, Agna; Krisnan, Johny
Varia Justicia Vol 12 No 1 (2016): Vol 12 No. 1 Maret 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (130.388 KB)

Abstract

Tujuan khusus yang hendak dicapai dalam hal pemberantasan korupsi secara hukum adalah penegakan hukum secara tegas bagi siapa saja yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi, termasuk mengenai upaya pengembalian aset-aset yang berasal dari tindak pidana korupsi, agar harta negara yang hilang dapat kembali, di mana salah satu cara mengembalikan uang negara yang hilang akibat suatu perbuatan korupsi tersebut adalah dengan memberi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti. Upaya ini diharapkan dapat memberikan hasil berupa pemasukan terhadap kas negara dari hasil pembayaran uang pengganti tersebut.Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana pelaksanaan pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi?DanApakah kendala yang ditemui dan bagaimana mengatasinya dalam pelaksanaan pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi?Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris, dengan menggunakan bahan penelitian berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat preskriptif. Metode pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan Undang-undang (Statute Approach) dan pendekatan kasus (Case Approach). Metode analisa data yang digunakan adalah metode berpikir induktif dan deduktif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi dilaksanakan setelah putusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht), terpidana diberi tenggang waktu 1 (satu) bulan untuk melunasi, di mana setelah dilakukan pelunasan pembayaran, Jaksa akan menyetorkan hasil pembayaran ke Kas Negara dan mengirimkan tembusan berita acara pembayaran uang pengganti yang ditandatangani oleh Jaksa dan terpidana kepada Pengadilan Negeri yang mengadili perkara. Kendala yang ditemui meliputi; terpidana tidak membayar uang pengganti yang dibebankan kepadanya; dan terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti yang dibebankan kepadanya. Kemudian cara untuk mengatasinya yaitu, terhadap terpidana yang tidak membayar uang pengganti, maka Jaksa wajib melakukan penyitaan dan pelelangan terhadap harta benda yang dimiliki terpidana, dan menyetorkan hasil pelelangan ke Kas Negara; kemudian terhadap terpidana yang tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka pelunasan tunggakan uang penggantinya dilakukan melalui tuntutan subsider pidana penjara, atau hukuman badan yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokok dan sudah ditentukan dalam putusan pengadilan (subsidair uang pengganti). Apabila masih terdapat harta benda milik terpidana yang diduga atau patut diduga juga berasal dari tindak pidana korupsi yang belum dikenakan perampasan untuk negara, maka negara melalui Jaksa Pengacara Negara atau instansi yang dirugikan dapat melakukan gugatan perdata terhadap terpidana dan/atau ahli warisnya agar membayar uang pengganti sebagaimana ditetapkan oleh hakim yang memutus perkara korupsi yang bersangkutan.
PELAKSANAAN DIVERSI DITINGKAT PENGADILAN BERDASARKAN UNDANG-UUNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Chandra Purnama, Pancar; Krisnan, Johny; Kurniaty, Yulia
Varia Justicia Vol 12 No 2 (2016): Vol 12 No. 2 Oktober 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (156.944 KB)

Abstract

Perlindungan Anak yang Berhadapan dengan Hukum merupakan tanggung jawab bersama aparat penegak hukum dan dilakukan secara komprehensif. Melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Proses Pelaksanaan Diversi Sistem Peradilan Pidana Anak, proses penanganan Anak Berhadapan Hukum mengutamakan perdamaain dari pada proses hukum formal. Untuk itu judul penelitian ini adalah PELAKSANAAN DIVERSI DITINGKAT PENGADILAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. Rumusan permasalahn adalah (1) Bagaimanakah pelaksanaan diversi di tingkat Pengadilan yang di atur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, (2) Bagaimanakah kekuatan hukum diversi di tingkat pengadilan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, (3) Apakah yang melatar belakangi dilaksanakannya diversi di tingkat pengadilan. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan empiris, agardapat menjabarkan bagaimana pelaksanaan diversi di tingkat pengadilan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012. Bahan hukum primer yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014, bahan hukum sekunder berasal dari wawancara dengan fasilitator diversi. Metode pendekatan yang digunakan adalah statule approcich yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 yang mengatur tentang pelaksanaan diversi. Metode deduktif digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh, yakni kesimpulan (gambaran umum) atas pelasanaan diversi di tingkat pengadilan berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 yaitu hanya terbatas pada kasus tindak pidana yang di ancam pidana penjara dibawah 7(tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Namun jika tindak pidana yang dilakukan anak masuk kualifikasi concursus yang diancam pidana penjara kurang dari 7 tahun dan lebih 7 tahun maka berdasarkan pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 dapat diupayakan diversi dengan syarat surat dakwaan dalam bentuk dakwaan subsidaritas, alternatif, komulatif maupun kombinasi (gabungan). Musyawarah diversi dicatat dalam Berita Acara Diversi, jika dicapai kesepakatan maka Ketua Pengadilan akan mengeluarkan Penetapan Kesepakan Diversi.
MENGGALI KEMBALI PERAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN DASAR NEGARA DALAM PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL DI ERA GLOBAL Suaila, Agna; Krisnan, Johny
Law and Justice Vol 4, No 1 (2019)
Publisher : Muhammadiyah University Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/laj.v4i1.8066

Abstract

Era Global atau yang sekarang turunannya dikenal dengan era Industri 4.0 ternyata membawa dampak luar biasa bagi tatanan kehidupan berpolitik, berbangsa dan bernegara. Dampak positifnya tentu tidak perlu dibahas, tetapi dampak negatifnya sangat membawa konsekuensi perubahan prilaku bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila. lahirnya gerakan reformasi pada tahun 1988 tampaknya menjadi titik klimaks adanya perubahan sistem bernegara itu, yang suka atau tidak suka juga sangat berpengaruh besar bagi kehidupan masyarakat di dalam mengamalkan dan menafsirkan Pancasila yang cenderung makin berbahu liberal, bila tidak dikendalikan.Usaha untuk memurnikan nilai Pancasila agar searah dengan akar budaya bangsa kita  harus dilakukan, dan ternyata tidaklah mudah, dan tidak  cukup hanya menggunakan kacamata hukum sebagai alat. Pendekatan Holistik yang mencakup pendekatan Spiritual Quotion adalah solusinya
KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA Khairun Nisa, Yusup; Krisnan, Johny
Varia Justicia Vol 11 No 2 (2015): Vol 11 No. 2 Oktober 2015
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.662 KB)

Abstract

Pembuktian merupakan hal terpenting dalam proses peradilan, proses ini guna untuk mencari kebenaran materiil yaitu kebenaran yang selengkap ? lengkapnya dari suatu perkara pidana. Dalam hal pembuktian ada berbagai macam alat bukti seperti keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Dalam tindak pidana penganiayaan, asusila, dan pembunuhan sering adanya visum et repertum yang dijadikan sebagai alat bukti dalam pembuktiannya. Berdasarkan uraian tersebut penulis melakukan penelitian dengan judul ?KEKUATAN VISUM ET REPERTUM DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA?. Rumusan Masalah penelitian ini adalah bagaimanakah fungsi visum et repertum dalam mengungkap terjadinya tindak pidana dan bagaimanakah kekuatan hukum visum et repertum dalam mengungkap terjadinya tindak pidana. Penelitian ini menggunakan penelitian normatif empiris , bahan penelitian ini terdiri dari bahan primer bahan sekunder dan bahan non hukum, spesifikasi penelitian bersifat preskriptif dan terapan , tahap penelitiannya terdiri atas pendahuluan pelaksanaan dan akhir, menggunakan metode pendekatan Perundang Undangan (statute approach) dan metode pendekatan kasus (case approach), serta menggunakan analisa deduktif. Hasil penelitian yang didapat penulis menunjukkan bahwa fungsi visum et repertum adalah sebagai berikut, ditingkat penyidikan visum et repertum memiliki fungsi sebagai bahan untuk memperkuat dakwaan/sangkaan terhadap perbuatan yang dilakukan oleh tersangka dan sebagai bukti penahanan tersangka,ditingkat penuntutan yaitu sebagai alat untuk menentukan berat ringannya Pasal yang dipersangkakan terhadap terdakwa/pelaku,tingkat pengadilan yaitu salah satu pengganti alat bukti fisik dan sebagai pertimbangan hakim dalam menjatuhi putusan kepada terdakwa. Dan kekuatan hukum visum et repertum yaitu sangat mutlak atau sempurna dalam kasus tertentu seperti kasus tindak pidana penganiayaan, asusila, maupun pembunuhan
PELAKSANAAN PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Hafid Rahman, Indra; Susila, Agna; Krisnan, Johny
Varia Justicia Vol 12 No 1 (2016): Vol 12 No. 1 Maret 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (130.388 KB)

Abstract

Tujuan khusus yang hendak dicapai dalam hal pemberantasan korupsi secara hukum adalah penegakan hukum secara tegas bagi siapa saja yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi, termasuk mengenai upaya pengembalian aset-aset yang berasal dari tindak pidana korupsi, agar harta negara yang hilang dapat kembali, di mana salah satu cara mengembalikan uang negara yang hilang akibat suatu perbuatan korupsi tersebut adalah dengan memberi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti. Upaya ini diharapkan dapat memberikan hasil berupa pemasukan terhadap kas negara dari hasil pembayaran uang pengganti tersebut.Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana pelaksanaan pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi?DanApakah kendala yang ditemui dan bagaimana mengatasinya dalam pelaksanaan pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi?Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris, dengan menggunakan bahan penelitian berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat preskriptif. Metode pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan Undang-undang (Statute Approach) dan pendekatan kasus (Case Approach). Metode analisa data yang digunakan adalah metode berpikir induktif dan deduktif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi dilaksanakan setelah putusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht), terpidana diberi tenggang waktu 1 (satu) bulan untuk melunasi, di mana setelah dilakukan pelunasan pembayaran, Jaksa akan menyetorkan hasil pembayaran ke Kas Negara dan mengirimkan tembusan berita acara pembayaran uang pengganti yang ditandatangani oleh Jaksa dan terpidana kepada Pengadilan Negeri yang mengadili perkara. Kendala yang ditemui meliputi; terpidana tidak membayar uang pengganti yang dibebankan kepadanya; dan terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti yang dibebankan kepadanya. Kemudian cara untuk mengatasinya yaitu, terhadap terpidana yang tidak membayar uang pengganti, maka Jaksa wajib melakukan penyitaan dan pelelangan terhadap harta benda yang dimiliki terpidana, dan menyetorkan hasil pelelangan ke Kas Negara; kemudian terhadap terpidana yang tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka pelunasan tunggakan uang penggantinya dilakukan melalui tuntutan subsider pidana penjara, atau hukuman badan yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokok dan sudah ditentukan dalam putusan pengadilan (subsidair uang pengganti). Apabila masih terdapat harta benda milik terpidana yang diduga atau patut diduga juga berasal dari tindak pidana korupsi yang belum dikenakan perampasan untuk negara, maka negara melalui Jaksa Pengacara Negara atau instansi yang dirugikan dapat melakukan gugatan perdata terhadap terpidana dan/atau ahli warisnya agar membayar uang pengganti sebagaimana ditetapkan oleh hakim yang memutus perkara korupsi yang bersangkutan.
PELAKSANAAN DIVERSI DITINGKAT PENGADILAN BERDASARKAN UNDANG-UUNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Chandra Purnama, Pancar; Krisnan, Johny; Kurniaty, Yulia
Varia Justicia Vol 12 No 2 (2016): Vol 12 No. 2 Oktober 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (156.944 KB)

Abstract

Perlindungan Anak yang Berhadapan dengan Hukum merupakan tanggung jawab bersama aparat penegak hukum dan dilakukan secara komprehensif. Melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Proses Pelaksanaan Diversi Sistem Peradilan Pidana Anak, proses penanganan Anak Berhadapan Hukum mengutamakan perdamaain dari pada proses hukum formal. Untuk itu judul penelitian ini adalah PELAKSANAAN DIVERSI DITINGKAT PENGADILAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. Rumusan permasalahn adalah (1) Bagaimanakah pelaksanaan diversi di tingkat Pengadilan yang di atur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, (2) Bagaimanakah kekuatan hukum diversi di tingkat pengadilan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, (3) Apakah yang melatar belakangi dilaksanakannya diversi di tingkat pengadilan. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan empiris, agardapat menjabarkan bagaimana pelaksanaan diversi di tingkat pengadilan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012. Bahan hukum primer yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014, bahan hukum sekunder berasal dari wawancara dengan fasilitator diversi. Metode pendekatan yang digunakan adalah statule approcich yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 yang mengatur tentang pelaksanaan diversi. Metode deduktif digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh, yakni kesimpulan (gambaran umum) atas pelasanaan diversi di tingkat pengadilan berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 yaitu hanya terbatas pada kasus tindak pidana yang di ancam pidana penjara dibawah 7(tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Namun jika tindak pidana yang dilakukan anak masuk kualifikasi concursus yang diancam pidana penjara kurang dari 7 tahun dan lebih 7 tahun maka berdasarkan pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 dapat diupayakan diversi dengan syarat surat dakwaan dalam bentuk dakwaan subsidaritas, alternatif, komulatif maupun kombinasi (gabungan). Musyawarah diversi dicatat dalam Berita Acara Diversi, jika dicapai kesepakatan maka Ketua Pengadilan akan mengeluarkan Penetapan Kesepakan Diversi.
Penanggulangan Tindak Pidana Pengeroyokan yang Dilakukan oleh Anak di Wilayah Hukum Polres Kota Magelang Putri, Nandyar Astari; Kurniaty, Yulia; Krisnan, Johny; Basri, Basri
Borobudur Law Review Vol 2 No 2 (2020): Vol 2 No 2 (2020)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31603/burrev.3890

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan yang diterapkan Polres Kota Magelang dalam menanggulangi tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan oleh anak dan bagaimana implementasi kebijakan Polres Kota Magelang dalam menanggulangi tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan oleh anak. Jenis penelitian yang digunakan adalah socio legal reseach, melakukan wawancara untuk memperoleh bahan hukum primer berupa kebijakan Polres Kota Magelang dalam menanggulangi tindak pidana pengeroyokan dengan pelaku anak. Bahan hukum sekunder berupa bahan pustaka yang diproleh dari buku ilmu hukum dan artikel dalam jurnal yang membahas tindak pidana pengeroyokan dengan pelaku anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam menanggulangi tindak pidana pengeroyokan, Polres Kota Magelang memberlakukan kebijakan non penal dan penal. Implementasi kebijakan non penal terwujud dalam upaya diskresi, upaya pre-emtif dan preventif. Implementasi kebijakan penal berupa MoU antara Polres Kota Magelang dengan Satpol PP untuk memberantas kejahatan yang dilakukan oleh anak serta upaya represif penjatuhan sanksi pidana bagi pelaku pengeroyokan guna memberikan efek jera.
Legal education on juvenile delinquency Kurniaty, Yulia; Nurwati, Nurwati; Basri, Basri; Krisnan, Johny
Community Empowerment Vol 6 No 7 (2021)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (290.084 KB) | DOI: 10.31603/ce.4938

Abstract

35% of the population of Seneng, Banyurojo Village, Mertoyudan District, Magelang Regency are of school age. They begin to actively interact with peers, both from their home and school environment, both direct interaction and through social media. Interaction during the socialization process is feared to have a negative impact on children's behavior towards criminal acts. For this reason, prevention efforts need to be made so that cases of children in conflict with the law do not occur through legal counseling activities. The result of legal education counseling activities regarding juvenile delinquency is to increase the understanding of PKK Dusun Seneng women about the various juvenile delinquency, the causal factors and efforts to prevent children from being involved in crime. Strengthening legal understanding for PKK members of Dusun Seneng was useful in the parenting process, so that they are able to support the vision of Banyurojo Village point 7. It is to encourage the realization of a village community that is religious, dignified and cultured and has noble character to create a harmonious, orderly, safe and peaceful social life.
Dampak kebijakan asimilasi untuk pencegahan penyebaran virus Covid-19 terhadap statistik kejahatan di Magelang Kurniaty, Yulia; Yudha, Awiek Prama; Krisnan, Johny; Basri, Basri
Borobudur Law Review Vol 3 No 1 (2021): Vol 3 No 1 (2021)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31603/burrev.4845

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kriminalitas dan ragam penyakit masyarakat di Kota Magelang setelah diterapkannya kebijakan asimilasi bagi narapidana untuk mencegah terjadinya kluster baru di Lapas Kelas IIA Magelang. Untuk menjawab permasalahan penelitian digunakan metode penelitian lapangan guna memperoleh data primer angka kriminalitas dan ragam penyakit masyarakat di Unit Reskrim Polres Magelang Kota. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa statistik kriminalitas di Kota Magelang setelah diberlakukannya Keputusan Kemenkumham tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi dalam rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19 tidak meningkat. Adapun ragam kejahatan yang terjadi adalah pencurian, penipuan, penganiayaan, penggelapan dan pemerasan