Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

THE AUTHORITY RATIONALIZATION PHILOSOPHY OF THE INDONESIA COMPETITION COMMISSION: The Due Process of Law and Maqashid Sharia Perspectives Noer Yasin
Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah Vol 13, No 1 (2022): Jurisdictie
Publisher : Fakultas Syariah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/j.v13i1.15873

Abstract

The Indonesia Competition Commission (ICC) is a super body institution in enforcing business competition law in Indonesia. There are three subsystems of authority in the said law, namely the authority to investigate and observe, the authority to prosecute and the authority to adjudicate. The ICC is full of conflicts of interest in performing its functions, thus, impartiality is not an easy task. This is normative research with statutory and conceptual approaches. The primary, secondary, and tertiary legal materials were obtained through literature study and analyzed using extensive interpretation. The research focus is, first, rationalization in the due process of law perspective guarantees the impartiality of the ICC in executing its authority. Second, in the maqashid sharia perspective, ICC can realize justice and protect citizens’ property. In the second perspective, this rationalization is included at the primary level by separating the prosecution and the adjudication authorities. The government should provide a clear policy so the ICC stands as a prosecution agency with more authority to conduct a search to obtain the needed evidence. Meanwhile, the authority to adjudicate is on the Commercial Court, a special court in the General Court. This article contributes thoughts on Business Competition Law and the authority of the KPPU in the legal process and the perspective of Maqashid sharia.Komisi Pengawas Persaingan Usaha merupakan lembaga superbody dalam menegakkan hukum persaingan usaha di Indonesia. Dalam hukum tersebut, terdapat tiga subsistem kewenangan, yaitu kewenangan penyelidikan dan penyidikan, kewenangan penuntutan, dan kewenangan mengadili. KPPU sarat dengan konflik kepentingan dalam menjalankan fungsinya, karenanya, imparsialitas sulit ditegakkan. Artikel ini merupakan penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Bahan hukum primer, sekunder dan tersier diperoleh melalui studi kepustakaan dan dianalisis menggunakan penafsiran ekstensif. Fokus penelitian, pertama, rasionalisasi dalam perspektif due process of law menjamin imparsialitas KPPU dalam melaksanakan kewenangannya. Kedua, dalam perspektif maqashid syariah, KPPU dapat mewujudkan keadilan dan perlindungan harta benda warga negara. Dalam perspektif maqashid syariah, rasionalisasi ini masuk pada jenjang primer dengan memisahkan kewenangan penuntutan dan mengadili. Hendaknya pemerintah dapat memberikan kebijakan yang jelas agar KPPU berdiri sebagai lembaga penuntut dengan penambahan kewenangan untuk melakukan penggeledahan dalam upaya mendapatkan bukti-bukti yang dibutuhkan. Sedangkan, kewenangan mengadili ada pada Pengadilan Niaga yang merupakan pengadilan khusus dalam Pengadilan Umum. Artikel ini memberikan kontribusi pemikiran mengenai Hukum Persaingan Usaha serta kewenangan KPPU dalam proses hukum dan perspektif Maqashid sharia.
Aspek Perlindungan Hak Spiritual Konsumen dalam Penyelesaian Sengketa Wanprestasi Pembiayaan Murabahah Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 Noer Yasin
Al-Huquq: Journal of Indonesian Islamic Economic Law Vol. 4 No. 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/alhuquq.v4i2.7005

Abstract

Penelitian dilatarbelakangi realitas putusan Mahkamah Konstitusi 18/PUU-XVII/2019 tentang pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Adapun fokus kajiannya adalah aspek perlindungan hak spiritual konsumen dalam penyelesaian sengketa wanpretasi pembiayaan murabahah. Untuk membahasnya digunakan metode penelitian dengan jenis penelitian hukum doktrinal yang bertumpu pada tiga bahan hukum, yaitu primer, sekunder dan tersier yang didapat melalui studi pustaka dan dianalisa secara deksriptif kualitatif. Adapun hasil penelitian ini adalah bahwa penyelesaian sengketa wanprestasi pembiayaan murabahah berdasarkan Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019 dapat dilakukan: (a) di luar pengadilan secara musyawarah. Pada konsteks ini agar konsumen terlindungi hak spiritualnya dapat dilakukan secara hybrid mediasi-arbitrase pada badan arbitrase syariah atau pada Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK), namun karena kedua lembaga ini tidak mudah diakses konsumen, maka Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dapat diberi kewenangan terhadapnya dengan kewajiban menerapkan prinsip syariah dalam kasus sengketa wanprestasi pembiayaan syariah. Kedua, dapat dilakukan di pengadilan agama dengan melalui mekanisme gugatan sederhana. (The research is motivated by the reality of the decision of the Constitutional Court 18/PUU-XVII/2019 regarding the review of Law Number 42 of 1999 concerning Fiduciary Guarantees. The focus of the study is on the aspect of protecting the spiritual rights of consumers in the settlement of the murabahah financing default dispute. To discuss this research method is used with the type of doctrinal legal research that relies on three legal materials, namely primary, secondary and tertiary obtained through literature study and analyzed descriptively qualitatively. The results of this study are that the settlement of the murabahah financing default dispute based on the Constitutional Court Decision No. 18/PUU-XVII/2019 can be carried out: (a) out of court by deliberation. In this context, so that consumers' spiritual rights can be protected, hybrid mediation-arbitration can be carried out at the sharia arbitration body or at the Financial Services Sector Alternative Dispute Resolution Institution (LAPS SJK), but because these two institutions are not easily accessible to consumers, the Consumer Dispute Resolution Agency (BPSK) ) may be given authority over it with the obligation to apply sharia principles in the case of a sharia financing default dispute. Second, it can be done in a religious court through a simple lawsuit mechanism.)
Problematika Pencantuman Status Perkawinan yang Belum Tercatat Dalam Kartu Keluarga Perspektif Maslahah Mas Abdullah Syarif; Kasuwi Saiban; Noer Yasin
Sakina: Journal of Family Studies Vol 7 No 4 (2023): Sakina: Journal of Family Studies
Publisher : Islamic Family Law Study Program, Sharia Faculty, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/jfs.v7i4.6064

Abstract

Tulisan ini dilatarbelakangi oleh munculnya kebijakan pencantuman status perkawinan kawin belum tercatat dalam Kartu Keluarga (KK) yang tentunya menjadi pro kontra dikalangan masyarakat dan kemudian dianalisis menggunakan konsep maslahah Memang merupakan fenomena yang terjadi di Indonesia yang dimuat dalam PERMENDAGRI nomor 109 tahun 2019. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Jenis penelitian yang akan digunakan ini adalah penelitian (library research) yang bersifat kepustakaan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menghadirkan data deskriptif beberapa kata tulisan. Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya aturan yang memperbolehkan pencantuman status perkawinan kawin belum tercatat dalam KK memberikan perbedaan pendapat tentu dilatar belakangi pada sudut pandang dalam menentukan sebuah kemaslahatan. Pendapat setuju (pro) memandang bahwa kebijakan tersebut tidak bertentangan dengan nash syara’ karena pencatatan nikah hanyalah perbuatan administratif saja bukan terkait keabsahan nikah yang terletak pada terpenuhinya rukun dan syara’, mengandung kemaslahatan karena merupakan upaya pemerintah untuk mengarahkan masyarakat pada sebuah kebaikan, dan juga termasuk maslahah hajiyah karena memang harus dilakukan oleh pemerintah guna kebaikan warganya dengan tidak menyalahi hukum agama serta peraturan-peraturan yang berlaku serta menghindari efek negatif yang mungkin timbul. Sedangkan disatu sisi pendapat yang kontra memiliki alasan tersendiri.