Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK TERHADAP PENANGANAN TINDAK PIDANAPENYEBARAN BERITA BOHONG (HOAX) Hendral Veno; Efa Laela Fakhriah
Scientia Regendi Vol 1 No 1 (2019): Vol. I, No. 1, Agustus 2019
Publisher : Scientia Regendi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (135.446 KB)

Abstract

Tindak pidana dalam dunia cyber, terkait erat dengan semakin luasnya perkembangan dan pengaruh teknologi internet dalam kehidupan manusia modern. Perkembangan internet di dunia amatlah pesat termasuk di Indonesia.Media internet adalah media yang tidak mengenal batas.Baik batas-batas wilayah maupun batas-batas kenegaraan, membawa dampak positif dan negatif bagi penggunanya. Semakin maraknya beredar berita bohong (hoax) ini dapat berakibat buruk bagi perkembangan negara Indonesia. Pemerintah telah membuat kebijakan untuk menanggulangi dan mengatasi tindak pidana cyber dengan mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Bagaimana upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang dirugikan oleh penyebaran berita bohong (Hoax) tersebut dan bagaimana cara menyelesaikannya. Apakah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik efektif dalam penanganan berita bohong (hoax).Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah melalui pendekatan secara yuridis normatif, jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Penelitian ini digolongkan pada jenis penelitian kualitatif.Hasil penelitian ini menujukkan bahwa upaya-upaya yang dilakukan pihak yang di rugikan oleh penyebaran berita bohong (hoax) dengan melaporkanpada pihak kepolisian dan penyelesainnya sesuai dengan proses penyelidikan dan penyidikan atau pihak kepolisian melakukan profiling pada media sosial seperti facebook, whatsapp, instagram, youtubeatau media sosial lainnya kemudian menemukan konten berita bohong (hoax) yang dapat meresahkan masyarakat dan mengganggu stabilitas nasional. Dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu faktor hukumnya sendiri, faktor aparat penegak hukum, faktor sarana dan prasarana, dan faktor masyarakat, sejauh ini belum efektif dan belum bisa mengakomodir sepenuhnya kasus-kasus hoax, masih diperlukan undang-undang lainnya dalam penanganan perkara hoax, dan belum ada undang-undang yang mengatur tentang pertanggung jawaban pidana akan perbuatan berita bohong (hoax) saja.
PENERAPAN FUNGSI JAKSA SEBAGAI EKSEKUTOR TERHADAP HUKUMAN KEBIRI DALAM TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DI INDONESIA NR. Merry Meriawati; Efa Laela Fakhriah; Hernawati RAS
Scientia Regendi Vol 2 No 2 (2021): Vol. II, No. 2, Februari 2021
Publisher : Scientia Regendi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (113.723 KB)

Abstract

The number of crimes of sexual violence against children in Indonesia is very high, the government is very concerned about this, thus issuing a Government Regulation in Lieu of Law (Perpu) on Child Protection, which regulates the punishment for castration for these perpetrators, this Perpu was then promulgated by law. Act 17/2016, and the technical implementation of this castration action will be regulated in a government regulation that will be made next, however until June 2020, the Government Regulation which will regulate how the technical implementation of castration has not been published, so this will cause several problems. law, How is the execution of castration in Indonesia, How is the effect of castration punishment in terms of the objective aspect of the punishment against perpetrators of crimes of sexual violence against children in Indonesia.The approach method used in this research is the normative juridical approach, which is a study that emphasizes statutory regulations to study problems by finding legal regulations that aim to discover legal principles and theories which are then established in practice. The research specification is descriptive analytical, which describes and analyzes problems based on relevant laws and regulations, so that legal facts can be obtained in society. The data collected were analyzed using qualitative juridical analysis methods, namely the data obtained were arranged systematically, then described in narrative form without using statistical formulas or figures.In its implementation, the castration sentence stipulated in the Child Protection Law has encountered difficulties, because the technical rules for its implementation which will be made in the form of government regulations until June 2020 have not been published, the prosecutor as executor of the sentence on the court's decision should continue to carry out the judge's decision immediately castration punishment as regulated by law needs to be implemented immediately in accordance with the statutory order. The current trend for sexual violence against children has not decreased, however, it cannot always be said that castration is ineffective, because the implementation of the sentence has not been carried out until June 2020 ,. In addition to the chemical castration punishment, which has a temporal effect, it should also be imitated as in the United States, that the punishment for perpetrators of sexual violence against children is cumulative, this is done because the effects of this crime of sexual violence are very destructive, so that the sentence imposed can reach limit of 200 years imprisonment, so the possibility of the perpetrator committing the crime again is almost impossible, and if there is an error in the verdict, it will be easy to carry out rehabilitation. Keywords: punishment for castration, sexual harassment, sexual violence
KAJIAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELANGGARAN ETIK ADVOKAT DIHUBUNGKAN DENGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DAN PASAL 26 ANGKA 6 UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT Didik Sumariyanto; Efa Laela Fakhriah
Iustitia Omnibus (Jurnal Ilmu Hukum) Vol 1 No 2 (2020): Vol 1, No 2, Juni 2020
Publisher : Program Studi Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (908.264 KB)

Abstract

Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 Tentang Advokat adalah untuk menyetarakan status profesi Advokat dengan profesi hukum lain Advokat sebagai unsur vital bagi pencarian kebenaran materiil dalam proses peradilan, terutama dari sudut kepentingan hukum klien. Pengaturan juga ditujukan untuk melindungi masyarakat dari jasa hukum yang diberikan Advokat di bawah standar. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 Tentang Advokat, juga memberikan hak imunitas (kekebalan) untuk menjalankan tugas profesinya, dan kepentingan klien yang dibela. Pengaturan mengenai hak imunitas Advokat dan Perbuatan Advokat yang dilarang oleh Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 Undang-Undang Advokat. Pengaturan mengenai hak imunitas Advokat dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 terdapat hak imunitas di dalam maupun diluar sidang pengadilan, dan hak-hak lain terdapat dalam Kode Etik Advokat Indonesia. Perbuatan Advokat yang dilarang oleh Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat terkait masalah pelanggaran tugas, wewenang, hak, kewajiban, sumpah jabatan, pengawasan, dan penindakan.
EFEKTIFITAS UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM YANG BERKEADILAN BAGI KONSUMEN PROPERTI Halim Utomo; Efa Laela Fakhriah
Iustitia Omnibus (Jurnal Ilmu Hukum) Vol 2 No 2 (2021): Vol 2, No 2, Juni 2021
Publisher : Program Studi Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Undang- Undang Perlindungan Konsumen diharapkan dapat mewujudkan perlindungan konsumen berarti mewujudkan berbagai dimensi yang satu sama lain mempunyai keterkaitan dan saling ketergantungan antara konsumen, pengusaha, dan pemerintah , dimana pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen namun di sisi lain dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah pentingnya perlindungan konsumen dan pengusaha terhadap iklim ekonomi yang kondusif. Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri . Konsumen dilindungi oleh hukum, hal ini terbukti telah diaturnya hak-hak konsumen yang merupakan kewajiban pelaku usaha dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Bila diperhatikan dengan seksama. Metode pendekatan yuridis normatif, yaitu mengkaji data sekunder yang berkaitan dengan Efektifitas Undang-Undang Perlindungan konsumen Nomor 8 Tahun 1999 dalam memberikan perlindungan hukum yang berkeadilan bagi konsumen properti serta pranata hukum yang terkait dalam proses perdata perlindungan konsumen. Sedangkan analisis data menggunakan metode yuridis kualitatif yaitu bersumber dari studi kepustakaan serta studi lapangan, kemudian disusun secara sistematis , serta dianalisis dan ditunjang dengan data primer Perlindungan konsumen sendiri berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum agar terciptanya keadilan dalam transaksi jual beli antara konsumen dengan pedagang. Pengertian Pelaku usaha dalam UUPK adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan di wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri mapun bersama-sarna melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Efektifitas, Berkeadilan, Konsumen
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PRODUKSI DAN PERDAGANGAN KOSMETIK ILEGAL DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN Ujang Solihin; Efa Laela Fakhriah
Iustitia Omnibus (Jurnal Ilmu Hukum) Vol 2 No 2 (2021): Vol 2, No 2, Juni 2021
Publisher : Program Studi Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2752.437 KB)

Abstract

ABSTRACT Technological developments make it easier for business actors to sell cosmetic products by way of buying and selling both directly and online. But how many were abused cosmetic sales by business actors to sell products without a distribution permit as mentioned in Law Number 36 of 2009 cocerning Health and Regulation of the Minister of Health Number 1190 of 2010 about medical device distribution permit. Sanctions for those who violate these provisions, that Manufacturers or sellers of cosmetics that do not meet safety standards, efficacy and quality can be jailed for 10 (ten) years and fined (1) 1 (one) billion rupiah as mentioned in Article 196 Law Number 36 of 2009 concerning Health. Meanwhile, cosmetics manufacturers or sellers who does not has distribution permit can be imprisoned for 15 (fifteen) years and fined 1.5 billion rupiah as mentioned in Article 197 Law of Health. Identification of the problem, such as: (1) how far the law enforcement on application Law Number 36 of 2009 concerning Health Against Perpetrators of Criminal Acts of Illegal Cosmetic Product Trading? and (2) what are the implementation barriers on Law Number 36 of 2009 concerning Health against Perpetrators of Criminal Acts of Illegal Cosmetic Product Trading? The approach method in this research is normative juridical and empirical juridical, with descriptive analytical research specifications. Data obtained through secondary data primary, secondary and tertiary legal materials. Data collection techniques that will be carried out in this research are document studies and interviews. Data analysis used qualitative juridical methods. The results of this thesis such as: (1) Law enforcement on application Law Number 36 of 2009 concerning health Against Perpetrators of Criminal Acts of Illegal Cosmetic Product Trading has not been effective because there are still traders who sells cosmetics without having a distribution permit as stipulated in the regulations. (2) There are internal and external obstacles in monitoring the circulation of illegal cosmetics by BPOM. It is hoped that the BPOM and the police, in order to further enhance cooperation in efforts to overcome the circulation of counterfeit cosmetics, from monitoring incoming counterfeit goods to the missuse of industrial goods mixed into fake cosmetics, are expected to face the obstacles that arise then BPOM adds the number of human resources, provides counseling to the community, increases the budget in order to achieve good and equitable counseling. Key Words: Cosmetics. Enforcement, Illegal, Law, Product, Trading.