Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Speech Act of Requests Found in Different Rating Films Firqo Amelia; Ahmad Yusuf Firdaus
Academic Journal PERSPECTIVE: Education, Language, and Literature Vol 6, No 2 (2018)
Publisher : Lembaga Penelitian (The Institute of Research) Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (113.019 KB) | DOI: 10.33603/perspective.v6i2.1196

Abstract

This study aims to find the forms of strategies and functions of requests in English that are used in several films with different ratings. Another objective of this research is to find the relations between the uses of strategies and functions of requests in English. Film is a picture of everyday life and we can see the cultures of a society, one of which is the use of language. To view the request speech acts in English, then two films that use English as a communication tool with regard to the different ratings were selected. The selection of films with different ratings are intended to see differences in the use of language in movies watched by children and adolescents. Rating in the selected movie consists of G (general audiences) and PG (parental guide suggested). Rating G is a film that is for the public, which means that the film can be watched by all ages. Rating PG is a movie that can be watched by children under parental guidance. Having found the forms and strategies of request speech acts in different films with different ratings, the situations and conditions of the use and the functions of request strategies were identified. Forms of speech act strategies invoked were classified based on the theory advanced by Trosborg (1995), while to see the functions of request speech acts Tsui’s Theory (1994) was used. As for achieving the objectives of this study, the authors use several effective methods. In collecting the data, the techniques used were watching and listening to the films that have been selected. Then recorded phrases of request speech acts found in the films. Once collected, the data were analyzed by using analysis technique proposed by Spradley (1980), ie domain analysis, taxonomic, componential and cultural value. From the analysis, it was concluded that there was no difference in strategies and functions used in the two films. Both use four strategies, namely indirect request, the hearer-oriented condition, speaker-based condition, and direct request. In addition, they also illustrate the same five functions of request speech acts, request for action, request for permission, offer, invitation, and proposal. The most frequently used strategy and function are direct request and request for action respectively.
Adjective Clauses in Hosseini’s The Kite Runner: A Systemic Functional Analysis in Translation Studies Ahmad Yusuf Firdaus; Yopi Thahara
Diglossia: Jurnal Kajian Ilmiah Kebahasaan dan Kesusastraan Vol. 14 No. 1 (2022): September
Publisher : Unipdu Jombang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26594/diglossia.v14i1.2926

Abstract

This research analyzed translation techniques used to translate adjective clauses found in the novel The Kite Runner, described the shifts of semantic categories in some of the translated clauses, and described the effects of the techniques used on the quality of the translated clauses. This study falls into the class of descriptive qualitative research. The main source of the data is the novel The Kite Runner, written by Khaled Hosseini and its Indonesian version. The secondary source of the data is the information given by raters and respondents through questionnaires given to them.  The result of this study shows that eleven translation techniques are used to translate 268 data analyzed in this research. In terms of semantic category, 55 data are believed to experience shifts in semantic categories. In general, 231 (86,1%) data are accurate, 35 (13%) data are less accurate, and 2 (0,74) data are inaccurate. In terms of the acceptability, 234 (87,3%) data are acceptable, 31(11,5%) data are less acceptable, and 3 (1,1%)data are unacceptable. Meanwhile, viewed from the level of readability, 226 (84,3%) data are highly readable, 40(14,9%) data moderately readable, and 2 (0,74%) data hardly readable.
Pendampingan Menuju Sekolah Digital 3.0: Upaya Meningkatkan Literasi Digital dan Manajemen Terintegrasi di SMP Negeri Satap 4 Panarukan Nine Febrie Novitasari; Ahmad Yusuf Firdaus
INTEGRITAS : Jurnal Pengabdian Vol 7 No 2 (2023): AGUSTUS - DESEMBER
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat - Universitas Abdurachman Saleh Situbondo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36841/integritas.v7i2.3821

Abstract

Dengan banyaknya tantangan yang dimiliki dikarenakan statusnya sebagai sekolah satu atap, SMP Negeri Satap 4 Panarukan memiliki potensi untuk berkembang menjadi Sekolah Digital 3.0. Jika dilihat dari kesiapan infrastruktur dan SDMnya, sekolah ini sekarang berada di masa transisi antara Sekolah Digital 1.0 dan Sekolah Digital 2.0. Namun, permasalahan yang dimiliki adalah kurangnya literasi digital kebanyakan guru dan siswa di sana karena mereka tidak menggunakan fasilitas yang ada secara maksimal untuk proses kreatif pembelajaran. Akibatnya, ketersediaan fasilitas, potensi, dan kesempatan yang ada tidak termanfaatkan dengan maksimal dan membuat tidak adanya manejemen sekolah terintegrasi berbasis web. Untuk itu, tim pelaksana menawarkan solusi berupa pendampingan bagi SMP Negeri Satap 4 Panarukan untuk mengembangkan diri menjadi Sekolah Digital 3.0 agar kualitas pembelajaran di sekolah meningkat sehingga dapat memenuhi kebutuhan siswa akan ilmu yang semakin meningkat. Proses penerapan IPTEKS yang dilakukan berupa transfer knowledge tentang literasi digital dan sekolah digital dan penggunaan Google Workspace for Education sederhana yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan sosialisasi, pelatihan, dan pendampingan pengembangan sistem informasi manajemen sekolah. Pelaksanaan PKM ini dilakukan dengan pendekatan transdisipliner, di mana tim pelaksana bertugas sebagai fasilitator dan mitra sebagai pelaku untuk mencapai perubahan. Hasil dari kegiatan ini adalah peningkatan literasi guru dan siswa dari dimensi invidual dan lingkungan (environment) dan adanya manajemen sekolah terintegrasi berbasis web sehingga mampu mengantarkan SMP Negeri Satap 4 Panarukan menjadi Sekolah Digital 3.0.
Menanamkan Integritas Pada Anak-Anak Panti Asuhan Melalui Pengintegrasian Pembelajaran Bahasa Inggris Ahmad Yusuf Firdaus; Nine Febrie Novitasari
INTEGRITAS : Jurnal Pengabdian Vol 7 No 2 (2023): AGUSTUS - DESEMBER
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat - Universitas Abdurachman Saleh Situbondo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36841/integritas.v7i2.3820

Abstract

Artikel ini menyajikan hasil dari kegiatan penagbdian kepada masyarakat yang bekerja sama dengan Panti Asuhan Tunas Melati di Pokaan, Situbondo. Dalam observasi awal, didaptkan informasi bahwa sejumlah besar anak asuh di panti tersebut memiliki rasa percaya diri yang rendah. Karena merupakan generasi masa depan bangsa, mereka perlu berkembang dan matang sebagai individu yang berintegritas untuk bersaing secara global. Untuk dapat bersaing dalam komunitas global, mereka memerlukan tingkat kesadaran sosial yang lebih tinggi, keterampilan dasar, dan kemampuan berbahasa Inggris yang cukup. Setelah berkonsultasi dengan mitra program, teridentifikasi bahwa tantangan utama yang mereka hadapi berkaitan dengan (a) kurangnya rasa percaya diri pada anak asuh di Panti Asuhan Tunas Melati dan (b) keterampilan berbahasa Inggris yang tidak memadai untuk interaksi sosial. Berdasarkan tinjauan atas masalah-masalah utama ini dan solusi yang diusulkan, pendekatan dalak kegiatan ini melibatkan penguatan integritas melalui pembelajaran bahasa Inggris, yang kemudian diintegrasikan ke dalam berbagai kegiatan. Hasil dari kegiatan-kegiatan ini menunjukkan bahwa anak asuh di Panti Asuhan Tunas Melati mulai menunjukkan tanda-tanda kesadaran sosial dan kompetensi sosial, meskipun masih ada ruang untuk perbaikan. Demikian pula, kemampuan berbahasa Inggris mereka baru mencapai Level 1, karena kegiatan-kegiatan ini hanya sebagian dilaksanakan. Oleh karena itu, sangat penting untuk segera melaksanakan kegiatan lebih lanjut guna mencapai pencapaian keseluruhan yang diharapkan.