Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Identification of Adverse Drug Reactions in Congestive Heart Failure Patients in a Tertiary Care Hospital, West Nusa Tenggara, Indonesia Lupitaningrum, Dita Marina; Ramdaniah, Putri; Yuliana, Depi
Pharmaceutical Sciences and Research
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Congestive Heart Failure (CHF) is a progressive health problem with high mortality and morbidity and has the potential to develop adverse drug reactions (ADRs). This study was conducted to determine the prevalence of potential ADRs, the types of drugs that cause ADRs, the types of ADRs, and the risk factors that affect the ADRs in CHF patients. Data were collected using medical record of hospitalized patient at the West Nusa Tenggara (NTB) Provincial Hospital, Indonesia, in 2017 to 2019. The assessment of the causality and severity of ADRs used the Naranjo algorithm and the Hartwig and Siegel scale. This study used 325 CHF patients’ data. Of 325 CHF patients, 223 patients (69%) were recorded as having ADRs with 446 total cases of ADRs, consisted of 4 (0.9%) highly probable, 187 (41.9%) probable, and 255 (57.2%) possible. The drugs that cause ADRs with a highly probable status are bisoprolol and ramipril. The most ADRs categories were level 1 (76.0%), followed by level 2 (17.3%), level 3 (6.5%), and level 4A (0.2%). The most affected organ systems were the muscles, joints, and nervous system (n=136, 37.7%), followed by renal, and gastrointestinal system. No association between ADRs with several risk factors, such as gender, age, and comorbidities. The prevalence of ADRs in CHF patients in this study was 69%, with the highly probable category in causing ADRs were bisoprolol and ramipril. ADRs that mostly occurred were in the mild category. ADRs monitoring in CHF patients is especially important to achieve optimal therapeutic results.
Evaluasi Penggunaan Obat Demam Tifoid Pada Pasien Rawat Inap Di RSUD Praya Januari 2021 – Desember 2022 Tusshaleha, Lelie Amalia; Saptahadi, Lalu Iman; Ramdaniah, Putri; Rahmat, Syamsul; Ananda, Putri Dwi
Sains Medisina Vol 2 No 2 (2023): Sains Medisina
Publisher : CV. Wadah Publikasi Cendekia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Demam tifoid merupakan bagian penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman sanmonella tyhpi. Dan merupakan salah satu penyakit yang menular . Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat data yang diperoleh pada tahun 2018 dalam 12 bulan terakhir, demam tifoid klinis dapat dideteksi di Provinsi NTB dengan prevalensi 1,9%. Dan tersebar di seluruh kabupaten atau kota. Dan berdasarkan sumber dari Dinkes NTB (2017), Penyakit demam tifoid masuk kedalam 10 kasus penyakit terbanyak di Kabupaten Lombok Tengah dan demam tifoid berada di urutan ke 7 dengan jumlah kasus 2.665 kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan mengetahui penggunaan obat demam tifoid pada pasien rawat inap di RSUD Praya, berdasarkan dari jenis obat, tepat indikasi, tepat dosis, dan tepat obat. Tujuan penelitian ini dibagi dua yaitu, tujuan umum melalui evaluasi penggunaan obat demam tifoid pada pasien rawat inap di RSUD Praya, penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi penggunaan obat demam tifoid pada pasien rawat inap di RSUD Praya. Tujuan khusus untuk mengetahui jenis obat yang paling banyak diresepkan di RSUD Praya kabupaten Lombok Tengah Januari 2021 – Desember 2022, dan untuk mengevaluasi penggunaan obat demam tifoid pada pasien rawat inap di RSUD Praya, berdasarkan dari jenis obat, tepat indikasi, tepat dosis, dan tepat obat. Penelitian ini menggunakan jenis non eksperimental dengan menganalisis data secara deskriftif, dan pengambilan data dilakukan secara retrospektif pada pasien demam tifoid rawat inap di RSUD Praya januari 2021 – desember 2022 . Dari 55 pasien diperoleh tepat indikasi 54 pasien (98%) dan tidak tepat indikasi 1 pasien (2%), tepat dosis ada 48 pasien (87%) dan tidak tepat dosis ada 7 pasien (13%) , dan tepat obat ada 55 pasien (100%). Jenis obat yang paling banyak di resepkan untuk terapi antibiotik adalah ceftriaxone 37 pasien (58%), dan untuk pengobatan simptomatik yang paling banyak di resepkan adalah paracetamol sebanyak 48 pasien (26%), dan berdasarkan penelitian di RSUD Praya, bahwa penggunaan obat demam tifoid pada pasien rawat inap sudah berdasarkan kriteria tepat indikasi 54 pasien (98%), tepat dosis 48 pasien (87%), dan tepat obat 55 pasien (100%).
Edukasi Tentang Hipertensi Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas Aik Darek Tusshaleha, Lelie Amalia; Jupriadi, Lalu; Ramdaniah, Putri; Sabarudin, Sahrul
Majalah Cendekia Mengabdi Vol 1 No 4 (2023): Majalah Cendekia Mengabdi
Publisher : CV. Wadah Publikasi Cendekia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63004/mcm.v1i4.294

Abstract

Pendahuluan: Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg dan peningkatan tekanan darah diastolik di atas 90 mmHg dalam dua kali pengukuran setiap 5 menit dalam keadaan cukup istirahat atau tenang. Hipertensi merupakan faktor penting sebagai pemicu penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, stroke dan penyakit kardiovaskular lainnya, yang menjadi penyebab banyak kematian di seluruh dunia. Berdasarkan data dari dinas kesehatan Nusa Tenggara Barat tahun 2022, diketahui bahwa hipertensi menempati urutan ke-2 sebagai penyakit terbanyak yang terdapat di puskesmas di wilayah NTB. Pengetahuan adalah hasil seseorang mengenali suatu benda melalui indranya yaitu pendengaran, penciuman, penglihatan, penciuman dan peraba. Kegiatan ini dilakukan di UPTD Puskesmas Aik Darek.Tujuan: Tujuan pengabdian ini untuk meningkatkan pengetahuan tentang Hipertensi pada Pasien Hipertensi.Metode: Pengukuran pengetahuan dilakukan 2 kali yaitu data sebelum dilakukan edukasi dan data setelah dilakukan edukasi menggunakan kuisioner.Hasil: Pengetahuan responden tentang hipertensi sebelum pemberian edukasi pada pasien hipertensi di Puskesmas Aik Darek, dari 40 responden tersebut sebagian besar masuk dalam kategori kurang dengan  persentase 55%, dan setelah diberikan edukasi mengalami peningkatan pengetahuan dan masuk dalam kategori baik dengan persentase 52,5%.Simpulan: Kesimpulan diperoleh bahwa terdapat perbedaan pengetahuan pasien sebelum dan sesudah diberikan edukasi, dimana pengetahuan pasien menjadi meningkat setelah diberikan edukasi.