Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

KONFIGURASI POLITIK DAN KEBERPIHAKAN REGULASI DAERAH BIDANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA PADA MASYARAKAT MARJINAL DI KALIMANTAN BARAT Satria, Rahmad
Jurnal Media Hukum Vol 22, No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/jmh.2015.0063.209-324

Abstract

This research aimed to evaluate and describe the political configuration of regional government and alignment of regional regulations which regulate the fulfillment of ecosoc rights of marginalized societies in West Kalimantan. By means of socio-legal approach, this research founds the fact of political configuration of Regional Government of West Kalimantan that is classified as democratic, does not automatically produces some regional regulation which stand up for (responsive) the fulfillment of ecosoc rights of marginalized societies. The Identification of its causes is regulatory problem due to the lack of unity of regulations which are synchronized and consistent, the low perception of both regional government and societies toward the existence of the fulfillment of ecosoc rights and the factor of absence of political will to regulate the regional regulations that based on alignment for marginalized societies. Ideally, the construction of regional regulations is not committed in discriminative and always accommodate the normative basic of human rights.
KONFIGURASI POLITIK DAN KEBERPIHAKAN REGULASI DAERAH BIDANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA PADA MASYARAKAT MARJINAL DI KALIMANTAN BARAT Rahmad Satria
Jurnal Media Hukum Vol 22, No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/jmh.2015.0063.209-324

Abstract

This research aimed to evaluate and describe the political configuration of regional government and alignment of regional regulations which regulate the fulfillment of ecosoc rights of marginalized societies in West Kalimantan. By means of socio-legal approach, this research founds the fact of political configuration of Regional Government of West Kalimantan that is classified as democratic, does not automatically produces some regional regulation which stand up for (responsive) the fulfillment of ecosoc rights of marginalized societies. The Identification of its causes is regulatory problem due to the lack of unity of regulations which are synchronized and consistent, the low perception of both regional government and societies toward the existence of the fulfillment of ecosoc rights and the factor of absence of political will to regulate the regional regulations that based on alignment for marginalized societies. Ideally, the construction of regional regulations is not committed in discriminative and always accommodate the normative basic of human rights.
Analisis Yuridis terhadap Judicial Review Mahkamah Konstitusi dalam Kaitannya dengan Proses Penyidikan : Studi Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 130/PUU-XIII/2015 Rahmad Satria; Rizki Amalia Fitriani; Agustinus Astono; Purwanto
Arus Jurnal Sosial dan Humaniora Vol 2 No 2: Agustus (2022)
Publisher : Arden Jaya Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan judicial review yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dengan terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 yang menimbulkan permasalahan dalam proses penegakan hukum, khususnya proses penyidikan. Metode yang digunakan adalah kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan ada tiga, antara lain studi pustaka, berupa kajian artikel-artikel yang menulis tentang judicial review yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Wawancara yang dilakukan pada beberapa Penyidik Polri dari Direktorat Reserse dan Kriminal Umum Polda Kalbar. Dokumentasi berupa rekaman wawancara. Hasil penelitian ini adalah tindakan judicial review yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dengan terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 yang mewajibkan bagi Penyidik untuk memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada Terlapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan menimbulkan permasalahan dalam proses penegakan hukum, khususnya proses penyidikan.
Problematika Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikecualikan dari Yurisdiksi Pemeriksaan Pengadilan Tata Usaha Negara Indonesia Rahmad Satria; Ivan Wagner; Setyo Utomo; Rizki Amalia Fitriani; Agustinus Astono
Arus Jurnal Sosial dan Humaniora Vol 2 No 3: Desember (2022)
Publisher : Arden Jaya Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57250/ajsh.v2i3.88

Abstract

Pengadilan administrasi menjadi salah satu bagian dari tersedianya akses keadilan kepada rakyat yang disediakan dengan tujuan menyelesaikan sengketa administratif. Reformasi birokrasi, termasuk pada tubuh lembaga peradilan administrasi di Indonesia masih menyisakan sejumlah problematika. Terbitnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebagai hukum materil peradilan administrasi, telah menekankan penyimpangan pelaksanaan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap merupakan tindakan sewenang-wenang (willekeur). Dalam pelaksanaannya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai perwujudan peradilan administrasi di Indonesia masih menggunakan hukum acara lama. Undang-Undang Nomor  5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagai hukum acara pengadilan administrasi di Indonesia masih memuat sejumlah pembatasan yurisdiksi pemeriksaan PTUN. Khusus pada Pasal 2 huruf e, menjadi problematis apabila dikaitkan dengan keputusan administrasi yang menyimpang dari putusan badan peradilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Penyimpangan dari putusan badan peradilan yang berkekuatan hukum tetap pada dasarnya cacat hukum, sehingga ketentuan pembatasan yurisdiksi itu sudah seharusnya dipahami sekali lagi bahkan ditinjau ulang. Penelitian normatif ini berusaha untuk membahas seputar problematika tersebut dan menyiapkan argumen untuk mengatasi problematika itu.
Efektivitas Pengawasan Ketenagakerjaan Terhadap Upah Minimum Pekerja Rizki Amalia Fitriani; Rahmad Satria; Agustinus Astono; Angelia Pratiwi Mastiurlani Christina Sitorus; Setyo Utomo
JURNAL USM LAW REVIEW Vol 5, No 2 (2022): NOVEMBER
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/julr.v5i2.5761

Abstract

Labor and wages are like two sides of a coin which is always a problem. The regulation of wages is regulated in Law Number 13 of 2003 concerning Manpower and confirmed through Government Regulation Number 78 of 2015 concerning Wages and Regulation of the Minister of Manpower and Transmigration Number 15 of 2018 concerning Minimum Wages. This study aims to answer the factors that cause the ineffective supervision carried out by the Technical Implementation Unit (UPT) of Labor Inspection on the provision of minimum wages for workers, as well as the efforts that can be made by the Technical Implementation Unit (UPT) of Labor Inspection in making effective supervision of the provision of minimum wages for workers through normative juridical research method (doctrinal) is an approach that views law as a doctrine or a set of normative rules (law in the book). The factors causing the ineffectiveness of the supervision carried out by the Technical Implementation Unit (UPT) of Labor Inspection on the provision of minimum wages for workers are due to limited personnel and the efforts that can be made by the UPT through: (a) conducting a sudden inspection (Sidak) to the worker’s premises, and (b) impose strict sanctions on employers World Health Organization provide workers wages that are not in accordance with the minimum wage as stipulated in the laws and regulations in the field of wages. Tenaga kerja dan upah bagaikan dua sisi mata uang yang selalu menjadi permasalahan. Pengaturan tentang upah diatur dalam ketentuan terkait Ketenagakerjaan serta dipertegas melalui ketentuan mengenai Pengupahan dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta ketentuan mengenai Upah Minimum. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab faktor yang menyebabkan belum efektifnya pengawasan yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengawasan Ketenagakerjaan terhadap pemberian upah minimum pekerja, serta upaya yang dapat dilakukan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengawasan Ketenagakerjaan dalam mengefektifkan pengawasan terhadap pemberian upah minimum pekerja melalui metode penelitian yuridis normatif (doktrinal) adalah suatu pendekatan yang memandang hukum sebagai doktrin atau seperangkat aturan yang bersifat normatif (law in book). Faktor penyebab belum efektifnya pengawasan yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengawasan Ketenagakerjaan terhadap pemberian upah minimum pekerja dikarenakan keterbatasan personil serta upaya yang dapat dilakukan oleh UPT melalui:  (a) melakukan Inspeksi Mendadak (Sidak) ke tempat pekerja; dan (b) memberikan sanksi yang tegas kepada pengusaha yang memberikan upah pekerjanya tidak sesuai dengan upah minimum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pengupahan.       
Pencegahan perkawinan anak menurut UU No. 16 tahun 2019 tentang perubahan atas UU perkawinan Rahmad Satria; Anita Yuliastini; Yuko Fitrian; Agustinus Astono; Yenny Aman Serah
Jurnal Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (JP2M) Vol. 4 No. 1 (2023): Jurnal Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (JP2M)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33474/jp2m.v4i1.19866

Abstract

Perkawinan anak merupakan masalah serius yang melibatkan pelanggaran hak asasi manusia dan berpotensi merusak masa depan generasi muda. UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan telah menjadi landasan hukum yang penting dalam upaya pencegahan perkawinan anak di Indonesia. Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman hukum terkait dengan pencegahan perkawinan anak di Desa Seranggam. Pengabdian kepada masyarakat ini menggunakan metode service learning dengan teknisnya yaitu penyuluhan hukum yang dilakukan di aula desa seranggam bersama tokoh masyarakat, masyarakat umum, dan aparatur desa seranggam. Program penyuluhan hukum memainkan peran penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya perkawinan anak dan pentingnya kepatuhan terhadap UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan serta dengan metode diskusi yang terarah dengan masyarakat melahirkan beberapa rencana aksi strategis.