Sastyo Aji Darmawan
Kemenkumham

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Mendeteksi Persekongkolan dari Pola Penawaran Harga Sastyo Aji Darmawan
Jurnal Pengadaan Barang dan Jasa Vol. 1 No. 1 (2022): Jurnal Pengadaan Barang dan Jasa, Edisi April 2022
Publisher : Ikatan Fungsional Pengadaan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (449.887 KB) | DOI: 10.55961/jpbj.v1i1.6

Abstract

Larangan untuk melakukan persaingan usaha tidak sehat (persekongkolan) dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah telah tertuang didalam regulasi yang mengaturnya. Sanksi bagi peserta pemilihan yang terindikasi melakukan persekongkolan pun tidak tanggung-tanggung, yakni dapat digugurkan dalam proses pemilihan dan dikenakan sanksi Daftar Hitam. LKPP telah memberikan model dokumen pemilihan yang di dalamnya tertuang indikasi-indikasi persekongkolan yang dapat terjadi di dalam proses tender. Akan tetapi ada satu indikasi persekongkolan yang belum termuat secara eksplisit di dalam model dokumen pemilihan tersebut, yaitu indikasi persekongkolan yang dapat dilihat dari pola penawaran harga. Ada dua kondisi yang harus dipenuhi untuk menjamin sebuah tender berjalan dengan kompetitif. Pertama, penawaran-penawaran perusahaan yang dikompetisikan tidak boleh saling berkorelasi (conditional independence). Kedua, penawaran yang diajukan harus bersifat exchangeability (Bajari dan Ye, 2003). Minimnya informasi tentang indikasi-indikasi persekongkolan di dalam MDP tidak mengurangi tanggung jawab para pihak untuk memastikan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah bebas dari praktik persekongkolan. Terlebih, larangan pesekongkolan telah menjadi Etika bagi semua Pelaku Pengadaan. Oleh karena itu dengan keterbatasan yang ada kita harus mengoptimalkan upaya untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya praktik persekongkolan di dalam tender.
Kekuatan Indirect Evidence Dalam Pembuktian Kasus Persekongkolan Tender dan Penerapannya di Dalam Proses Tender Sastyo Aji Darmawan
Jurnal Pengadaan Barang dan Jasa Vol. 1 No. 1 (2022): Jurnal Pengadaan Barang dan Jasa, Edisi April 2022
Publisher : Ikatan Fungsional Pengadaan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (318.211 KB) | DOI: 10.55961/jpbj.v1i1.7

Abstract

Dalam menumpas praktik persekongkolan tender, KPPU sulit menemukan bukti-bukti langsung. Seringkali KPPU menggunakan bukti-bukti tidak langsung, salah satunya Bukti Ekonomi, untuk memproses perkara-perkara tersebut di peradilan. Bukti ekonomi merupakan penggunaan dalil-dalil ilmu ekonomi yang ditunjang oleh metode analisis data kuantitatif dan atau kualitatif serta hasil analisis ahli, yang semuanya bertujuan untuk memperkuat dugaan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Dalil ilmu ekonomi yang menjadi acuan pada cara pendeteksian persekongkolan yang saya ajukan diambil dari penelitian Porter dan Zona (1993) serta Bajari dan Ye (2003) yaitu dimana penawaran-penawaran pelaku usaha yang dikompetisikan tidak boleh saling berkorelasi. Sementara itu, perdebatan tentang bukti permulaan yang cukup dalam proses peradilan pidana pun belum usai di kalangan para penegak hukum. Kondisi ini menuntut Pokja Pemilihan bekerja lebih hati-hati dalam memastikan bahwa proses pemilihan yang mereka lakukan bebas dari praktik persekongkolan. Pendekatan Rule of Reason yang digunakan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat seharusnya juga menjadi pendekatan yang digunakan oleh Pokja Pemilihan dalam memenuhi kewajibannya itu.
Mencari Kesetaraan Dari Penyetaraan Jabatan Administrasi Pengelolaan Barang Milik Negara Menjadi Pengelola Pengadaan Barang/Jasa: Studi Kasus: Penyetaraan Jabatan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Pada Kementerian Hukum dan HAM Sastyo Aji Darmawan
Jurnal Pengadaan Barang dan Jasa Vol. 1 No. 1 (2022): Jurnal Pengadaan Barang dan Jasa, Edisi April 2022
Publisher : Ikatan Fungsional Pengadaan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (370.033 KB) | DOI: 10.55961/jpbj.v1i1.8

Abstract

Perampingan birokrasi melalui penyederhanaan struktur organisasi baik pemerintah pusat maupun daerah, adalah salah satu point yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo setelah dilantik menjadi presiden untuk kedua kalinya. Presiden Joko Widodo mengungkapkan rencananya untuk penyederhanaan birokrasi melalui pemangkasan jumlah tingkatan eselon PNS. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melakukan penyederhanaan birokrasi kepada 738 pejabat strukturalnya untuk dialihkan ke jabatan fungsional. Dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-82.KP.03.04 Tahun 2021 tanggal 31 Desember 2021 tentang Pemberhentian dari Jabatan Administrasi dan Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Melalui Mekanisme Penyetaraan di Lingkungan Kemenkumham juga tercantum angka kredit beserta tambahan tugasnya. Ihwal Penyetaraan Jabatan ini sudah disosialisasikan jauh hari sebelum Keputusan tersebut diterbitkan. Namun masih saja banyak Pejabat Administrasi di Biro Pengelolaan BMN Kemenkumham yang seolah-olah masih tidak tahu harus bagaimana menyikapinya. Mereka menyampaikan keresahannya tentang bagaimana dapat mendulang angka kredit di jabatan barunya, Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, padahal mereka belum memiliki kompetensi tentang pengadaan barang/jasa dan bahkan belum pernah mengikuti sertifikasi ahli pengadaan tingkat dasar/ahli pengadaan level 1. Kekhawatiran ini seolah-olah diperburuk dengan kondisi bahwa rutinitas yang dilakukan oleh para Pejabat Administrasi di lingkungan Biro Pengelolaan BMN sebelum adanya Penyetaraan Jabatan sudah sesak dengan tugas-tugas Pengelolaan BMN.