This Author published in this journals
All Journal JUMAHA YUSTHIMA
I Wayan Gde Wiryawan
Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PEKERJA YANG DIRUMAHKAN AKIBAT PANDEMI COVID-19 MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Ni Putu Febby Indrayani; I Wayan Gde Wiryawan
Jurnal Hukum Mahasiswa Vol. 2 No. 1 (2022): EDISI APRIL
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Mahasaraswati Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (346.232 KB)

Abstract

Praktek pekerja yang dirumahkan selama pandemi covid-19 menjadi fenomena yang kerap terjadi di dunia ketenagakerjaan. Salah satu penyebabnya adalah karena desakan situasi yang semakin sulit yang baik bagi pengusaha maupun pekerja. Kondisi perusahaan yang semakin tidak menentu semakin memberi dampak kepada kelangsungan kehidupan buruh. Praktek merumahkan buruh menjadi hal yang kian meningkat angkanya sejak Indonesia dikonfirmasi terpapar pandemi covid-19. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pun belum secara jelas mengatur mengenai perlindungan hukum praktek pekerja yang dirumahkan di situasi darurat. Istilah “dirumahkan” tidak dikenal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Mengenai istilah “dirumahkan” ini, kita dapat merujuk kepada Butir f Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Kepada Pimpinan Perusahaan di Seluruh Indonesia Nomor SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal (“SE Menaker 907/2004”) yang menggolongkan “meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu” sebagai salah satu upaya yang dapat dilakukan sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja dan beberapa aturan lainnya dengan ketentuan-ketentuannya harusnya mampu memberikan jaminan bagi kesejahteraan pekerja dan juga kelangsungan usaha yang ada. Namun pada kenyataannya surat edaran tersebut belum mampu diterapkan secara maksimal di tengah kondisi pandemi. Jika aturan hukum yang berlaku mampu diterapkan secara maksimal tentu hal tersebut akan menjadi angin segar bagi dunia usaha di Indonesia.
Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3) DI PT PLN (PERSERO) UID BALI Ni Kadek Ayu Murtiasih; I Wayan Gde Wiryawan
Jurnal Hukum Mahasiswa Vol. 2 No. 02 (2022): Edisi Oktober
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Mahasaraswati Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian sistem manajemen yang meliputi struktur organisasi perusahaan, perencanaan,tanggung jawab, pelaksanaan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaaankebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam rangka mengendalikan risikoyang berkaitan dengan kegiatan di tempat kerja agar dapat tercipta tempat kerjayang aman, efesien dan produktif. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahuipelaksanaan sistem manajemen K3 di PT. PLN (Persero) UID Bali denganmenggunakan metode kualitatif yang melibatkan 4 orang informan. Dalamlingkungan kerja PT PLN (Persero) berpotensi bahaya diantaranya adalah adanyapotensi bahaya berupa ledakan tegangan listrik yang sangat besar. Dari hasilpenelitian pada Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan PT. PLN (Persero), dapat disimpulkan bahwa dalam penerapan SMK3 masih ada beberapa pekerja yangmasih kurang dalam menerapkan pemakaian APD (Alat Pelindung Diri)sehingga peneliti selanjutnya disarankan untuk menggali lebih dalam lagimengenai faktor yang menyebabkan pekerja tidak atau kurang menerapkanAPD (Alat Pelindung Diri) tersebut.
ANALISIS YURIDIS TERHADAP SURAT KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI (Studi pada Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi & Birokrasi serta Kepala Badan Kepegawaian Negara No.128/6597/Sj, No.15 Tahun 2018, No.153/Kep/2018 I gusti ngurah made sumantri; I Wayan Gde Wiryawan
Jurnal Hukum Mahasiswa Vol. 3 No. 1 (2023): EDISI APRIL
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Mahasaraswati Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This Joint Decree (SKB) of 3 Ministers is a product of the government and serves as a guideline for officials authorized to issue punishments to issue decisions on honorable or dishonorable dismissal for civil servants who have committed a crime. Therefore, the author is interested in formulating the following problems: (1) how is the juridical study of the Joint Ministerial Decree on Law Enforcement Against Civil Servants Who Have Been Sentenced to Based on a Court Decision with Permanent Legal Force for Committing a Crime of Occupational Crime in Freies Ermessen against Civil Servants in the Provincial Government of Bali, (2) how is the validity of the Joint Ministerial Decree in imposing sentences based on Court Decisions with Permanent Legal Force for Committing a Crime of Occupational Crime. The results of the study: (1) Juridical study of the Ministerial Joint Decree on Law Enforcement Against Civil Servants Who Have Been Sentenced to a Court Decision with Permanent Legal Force for Committing a Crime Act in the freies emerssen against Civil Servants in the Provincial Government of Bali will lead to ambiguity in the form of state administrative legal actions which can lead to conflict norms between these SKB 3 Ministers and Law Number 5 of 2014 concerning State Civil Apparatuses which in this case is the giver of authority to be able to see from the validity of the Ministerial Joint Decree, (2) The validity of the Joint Decree of the 3 Ministers can be concluded: first, this SKB of 3 Ministers is a policy regulation issued as a guideline for Personnel Development Officials based on a court decision that has permanent legal force. Second, the SKB 3 Ministers can be qualified as a legal juridical instrument (rechtmatig), unless it is enforced backwards (terugwerkend).
IMPLEMENTASI ASIMILASI TERHADAP NARAPIDANA UNTUK PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYEBARAN COVID-19 DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KELAS IIA BANGLI I Wayan Gde Wiryawan; Ida Bagus Gede Subawa; I Dewa Ayu Nyoman Utari Sastrani
Jurnal Yusthima Vol. 3 No. 1 (2023): YUSTHIMA : Jurnal Prodi Magister Hukum FH Unmas Denpasar
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Mahasaraswati Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Munculnya Corona Virus Disease 2019 membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk melakukan social distancing maupun physical distancing di tengah-tengah masyarakat termasuk di dalam Lapas maupun di dalam Rutan yang ada di seluruh Indonesia. Dikarenakan keadaan rutan maupun lapas kita yang over kapasitas tentunya tidak bisa menerapkan social distancing maupun physical distancing maka muncullah Kebijakan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor: 10 tahun 2020 tentang pengeluaran dan pembebasan narapidana melalui proses asimilasi dan integrasi dalam menanggulangi pandemic Covid-19. Ternyata kebijakan ini menuai beberapa kontroversi, dari meningkatnya jumlah kriminalitas dan terjadinya residivis. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum empiris, dengan jenis pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan fakta, pendekatan sosiologis hukum, dan pendekatan kasus. Sumber data yang digunakan adalah data primer, data sekunder, dan data tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan cara deskriptif kualitatif lalu penyajian data pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis kualitatif. Hasil penelitian tentang Implementasi Asimilasi Terhadap Narapidana Untuk Pencegahan Dan Penanggulangan penyebaran Covid-19 di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Bangli Kebijakan ini secara cepat telah berhasil mengeluarkan 142 orang dari Lapas Narkotika Bangli, sehingga sedikit memberikan kontribusi untuk melonggarkan tingkat overcrowded meskipun masih jauh saat ini masih terjadi overcrowded, dari 1.200 napi sebelum kebijakan diterapkan menjadi 1.068 Napi setelah kebijakan di implementasikan.